Strategi Jemput Gabah: Cara BULOG Lindungi Petani dan Stabilisasi Pangan

Bulog terus mencoba menjaga ketersediaan beras (Foto: Bulog)
BULOG terus mencoba menjaga ketersediaan pangan (Foto: Perum BULOG)

Musim panen raya tahun ini terasa berbeda bagi para petani. Tidak ada lagi kekhawatiran akan jatuhnya harga gabah atau kebingungan ke mana hasil panen akan dijual. Senyum mengembang terlihat di wajah mereka, bukan tanpa alasan. Perum BULOG mencatat penyerapan dalam negeri lebih dari 800 ribu ton setara beras, angka tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa strategi jemput bola yang dilakukan Perum BULOG, khususnya dengan melibatkan Babinsa dan penyuluh pertanian lapangan (PPL), berhasil menciptakan kepastian pasar dan harga bagi petani. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp6.500/kg menjadi jangkar penting dalam memastikan nilai jual yang layak.

“Kami sebagai petani tentunya merasa senang dengan kepastian pembelian HPP Rp6.500 per kilogram dari Perum BULOG dalam kondisi gabah kering maupun basah. Hal ini sangat membantu kesejahteraan petani yang selama ini suka dirugikan oleh ulah tengkulak,” ujar AA Gede Agung Wedhatama, Ketua Komunitas Petani Muda Keren (PMK), dalam siaran pers yang diterima (10/4/25).

Pemerintah sendiri mengapresiasi langkah BULOG yang dinilai sejalan dengan visi besar Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya dalam upaya menuju swasembada pangan.

“Pencapaian Perum BULOG bukan hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani, namun juga berkontribusi pada pencapaian Asta Cita Presiden Prabowo, swasembada pangan. Pemerintah mengapresiasi Perum BULOG yang telah mengawal implementasi kebijakan pro petani Presiden,” kata Prita Laura, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan bidang pangan dan pertanian.

Strategi jemput gabah menjadi ujung tombak upaya BULOG dalam mencapai target penyerapan 3 juta ton beras sepanjang tahun 2025. Dalam skema ini, tim BULOG bekerja sama dengan jaringan Babinsa untuk memantau titik-titik panen dan memastikan bahwa hasil pertanian dapat langsung diserap sesuai harga HPP.

Dampaknya tidak hanya terasa di sisi produsen. Menurut Prof. Dr. Erizal Jamal, MSi., peningkatan pendapatan petani turut mendongkrak konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang utama Produk Domestik Bruto (PDB).

“Kebijakan jaminan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dilakukan oleh pemerintah juga mendorong sebagai katalis peningkatan konsumsi rumah tangga para petani, sehingga membantu mendorong roda perekonomian Indonesia di tengah kondisi geopolitik dunia yang dinamis,” tuturnya.

Data BPS tahun 2024 mencatat konsumsi rumah tangga menyumbang 54,04% dari total PDB nasional. Dengan penguatan daya beli petani, kontribusi ini diperkirakan akan meningkat secara signifikan, seiring keberhasilan penyerapan gabah secara optimal.

Per April 2025, cadangan beras pemerintah sudah berada di atas 2 juta ton, dengan proyeksi penyerapan selama musim panen raya mencapai 2,1 juta ton dari penggilingan dan 900 ribu ton langsung dari petani.

Namun, capaian penyerapan yang tinggi dan kebijakan harga yang berpihak kepada petani hanyalah satu sisi dari mata uang. Tantangan ke depan akan bergantung pada konsistensi implementasi di lapangan: apakah strategi jemput bola ini bisa terus dijalankan secara berkelanjutan, tidak hanya saat panen raya?

Di sisi lain, sistem distribusi hasil serapan juga patut diawasi. Karena tanpa pengelolaan yang efisien, kelebihan stok bisa berubah menjadi beban. Yang juga tidak kalah penting adalah memastikan bahwa keberpihakan ini tidak terhenti di hulu, melainkan menjalar ke seluruh rantai nilai pangan: dari petani hingga ke meja makan masyarakat. (*)

# Tag