Ekonom Indef Usulkan Perusahaan Keluarga Masuk IPO, Ini Respons BEI

Ekonom Indef Usulkan Perusahaan Keluarga Masuk IPO, Ini Respons BEI
Ekonom senior INDEF Aviliani di acara diskusi daring yang diselenggarakan Universitas Paramadina bertajuk “Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia”pada Jumat (11/4/2025). Tangkapan layar Nadia K. Putri/SWA

Di tengah meningkatnya kapitalisasi pasar modal Indonesia dan bertambahnya jumlah investor ritel domestik, muncul dinamika baru yang patut dicermati: semakin banyak perusahaan keluarga mulai melirik pasar saham sebagai jalur transformasi dan keberlanjutan usaha mereka.

Fenomena ini ditangkap oleh Aviliani, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang menyebutkan bahwa hampir 80% perusahaan di Indonesia merupakan perusahaan keluarga. Ia menekankan, perusahaan-perusahaan ini menyimpan potensi besar untuk tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), namun belum semuanya siap melangkah.

Aviliani melihat adanya dua skenario umum yang terjadi pada perusahaan keluarga yang tidak melakukan IPO: usaha tidak diteruskan oleh generasi penerus, atau berakhir dengan penutupan usaha. Di sisi lain, gelombang kesadaran baru mulai muncul.

“Sekarang, perusahaan-perusahaan keluarga mulai ingin IPO-kan perusahaannya, supaya masyarakat bisa menikmati, dan perusahaan itu tetap ada walau pun pendirinya sudah mulai tidak bisa menanganinya,” jelas Aviliani dalam sebuah diskusi daring bertajuk “Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia” yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina, Jumat (11/4/2025).

Tren ini turut diamini oleh Direktur Utama BEI, Iman Rachman, yang mengamati adanya gelombang perusahaan keluarga, khususnya di daerah, yang mulai menjadikan IPO sebagai bagian dari tujuan bisnis mereka.

Menurut Iman, salah satu dorongan kuat datang dari keinginan untuk membangun legacy yang berkelanjutan, sekaligus membedakan arah bisnis generasi pewaris dari pendahulunya.

“Terutama di daerah, sekarang targetnya adalah IPO. Perhatian kami adalah di ukuran. Kalau mereka, yang jadi perhatian adalah tidak ingin sama dengan orang tuanya dan IPO menjadi pilihan,” ujar Iman.

Generasi ketiga dan keempat dari pemilik perusahaan keluarga, yang umumnya telah menempuh pendidikan tinggi di luar negeri, menjadi katalis dari perubahan ini. Mereka kembali ke tanah air dengan semangat baru untuk mentransformasikan bisnis keluarga agar lebih terbuka, akuntabel, dan tumbuh lebih cepat lewat mekanisme pasar modal.

“Atau kalau sudah IPO, mereka akan lakukan lebih besar lagi lewat right issue. Jadi memang itu juga kita lakukan [di BEI terkait right issue],” sambung Iman.

Melalui kerja sama dengan perusahaan sekuritas dan konsultan bisnis, BEI tengah menyusun survei dan riset terkait pengaruh IPO terhadap keberlanjutan perusahaan keluarga. Upaya ini menjadi bagian dari strategi regulator untuk mengidentifikasi dukungan dan insentif yang relevan agar transisi menuju perusahaan publik bisa dilakukan secara sehat dan menarik.

Meski demikian, Iman juga mencermati bahwa kapitalisasi pasar dari sebagian besar emiten saat ini masih berada di kategori menengah. Tantangannya adalah menggaet lebih banyak perusahaan besar, khususnya perusahaan keluarga mapan, untuk percaya pada pasar modal sebagai sarana ekspansi yang aman dan berkelanjutan.

Selama kuartal I 2025, situs e-ipo.co.id mencatat ada 11 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (IPO). Beberapa di antaranya berasal dari grup usaha besar, seperti PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) — anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang terafiliasi dengan Aguan dan Salim Group — serta PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), anak usaha dari Rukun Raharja Tbk (RAJA) yang berafiliasi dengan pengusaha Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, suami dari Ketua DPR RI Puan Maharani.

Dengan makin terbukanya akses dan kesadaran generasi penerus, jalan bagi perusahaan keluarga untuk melantai di bursa tidak lagi sekadar pilihan ekspansi, tetapi juga strategi pelestarian nilai. Pasar modal bukan hanya soal angka, tetapi tentang keberlanjutan warisan usaha yang ingin hidup lebih lama dari para pendirinya. (*)

# Tag