Neta Auto Tancap Gas di ASEAN: Strategi Glokalisasi Jadi Kunci
Di tengah kompetisi ketat antara merek-merek Jepang dan Eropa di pasar otomotif Thailand, nama Neta Auto kian melesat.
Produsen mobil listrik asal Tiongkok ini berhasil mencatat 1.219 Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) hanya dalam waktu sepuluh hari selama partisipasinya di Bangkok International Motor Show 2025. Capaian ini bukan sekadar angka, ia mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kualitas produk Neta dan kematangan strategi ekspansi mereka di kawasan ASEAN.
Rata-rata penjualan 122 unit per hari menjadi sinyal kuat bahwa Neta tidak sekadar hadir sebagai pendatang baru, melainkan penantang serius di sektor kendaraan listrik.
Momentum ini pun bertepatan dengan pertumbuhan pasar EV di Thailand yang melonjak 68% secara tahunan pada 2024, sebagaimana dicatat Thailand Automotive Institute. Neta membaca peluang ini dengan cermat, menawarkan kombinasi antara teknologi mutakhir dan harga yang kompetitif.
Model andalannya, Neta X, sudah lebih dulu memikat konsumen Thailand. Penghargaan sebagai Best Compact EV dan Most Valuable Electric Car menjadi validasi bahwa Neta X bukan sekadar crossover listrik biasa.
Di Indonesia, gelar Most Affordable Crossover EV pada IIMS 2025 turut memperkuat positioning Neta sebagai merek EV yang inklusif, bukan hanya dari sisi harga, tetapi juga dari kualitas dan daya jangkau produk.
Di balik kesuksesan ini, terdapat strategi glokalisasi yang terukur. Glokalisasi adalah istilah yang berasal dari gabungan kata globalisasi dan lokalisasi.
Artinya, perusahaan global menerapkan strategi bisnis yang mengadaptasi produk, layanan, atau pendekatan mereka sesuai dengan kebutuhan, budaya, dan preferensi lokal, tanpa menghilangkan karakteristik global mereka.
Dalam konteks ini, Neta Auto menjalin kerja sama dengan mitra lokal untuk memperkuat rantai pasok, distribusi, dan layanan purnajual di Thailand.
Model ini dipastikan akan direplikasi di negara-negara ASEAN lain, termasuk Indonesia, seiring rencana pengembangan infrastruktur seperti pusat layanan dan stasiun pengisian daya di kota-kota strategis.
”Respons pasar Thailand terhadap Neta X dan Neta Shooting Brake membuktikan ketepatan strategi glokalisasi mereka dalam membangun ekosistem mobilitas berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhan ASEAN,” ujar Zhu Wenbin, Managing Director PT Neta Auto Indonesia.
Keunggulan teknologi juga menjadi senjata utama. Neta S Shooting Brake misalnya, menggunakan platform EREV (Extended Range Electric Vehicle) yang mampu menjangkau hingga 1.200 km. Ini menjawab isu klasik range anxiety yang kerap menghantui calon pembeli EV, khususnya di negara dengan infrastruktur pengisian daya yang belum merata.
Harga pun tetap menjadi keunggulan strategis. Di Thailand, Neta X dijual mulai dari Bath 950.000 atau sekitar Rp420 juta: angka yang kompetitif jika dibandingkan dengan SUV listrik seperti BYD Atto 3 dan Wuling Bingo, apalagi dengan fitur yang lebih lengkap.
Neta tidak berhenti di sini. Dua model baru siap meluncur di ASEAN pada akhir 2025, termasuk SUV listrik dengan teknologi autonomous. Ekspansi ke Malaysia dan Vietnam pun sudah berada di tahap finalisasi. Targetnya jelas: menjadi tiga besar merek EV di ASEAN pada 2026.
Namun, seiring kian ketatnya peta persaingan EV di kawasan, tantangan baru akan segera hadir. Tidak cukup hanya dengan angka penjualan yang impresif di panggung pameran, Neta harus mampu menjaga konsistensi kualitas, memperkuat layanan purnajual, dan membangun relasi jangka panjang dengan konsumennya. Karena di pasar mobil listrik, hype adalah pintu masuk, tetapi kepercayaan adalah tiket untuk bertahan. (*)