PalmCo Gandeng KPGN Garap Lezatnya Potensi Bisnis Hilirisasi Nira Sawit Menjadi Gula Merah
Upaya meningkatkan nilai tambah industri sawit di Indonesia kembali mendapatkan momentum. Kali ini, melalui pendekatan hilirisasi yang tak biasa: memanfaatkan batang sawit yang selama ini dianggap limbah menjadi sumber ekonomi baru.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mengambil langkah konkret dengan memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN), guna mengembangkan potensi produk turunan dari nira sawit.
Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah dalam memperluas spektrum hilirisasi sawit, tidak hanya berhenti di produk-produk konvensional seperti CPO atau biodiesel, tetapi merambah ke potensi lain yang selama ini nyaris luput dari perhatian.
“Batang kelapa sawit kerap menjadi barang tersisa saat masa peremajaan kebun. Padahal, terdapat peluang untuk menjadikannya sebagai nira sawit yang terkenal dengan cita rasa manis dari kandungan gula yang tinggi,” jelas Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Senin (14/4/2025).
Menurut Putu, berdasarkan data yang dikumpulkan kementeriannya, rata-rata batang sawit mampu menghasilkan sekitar 6,8 liter nira per hari, dengan 2,7 liter di pagi dan 4,5 liter di sore hari. Masa penderesan berlangsung sekitar 1,5 hingga 2 bulan, yang cukup untuk menghasilkan volume nira yang dapat diolah menjadi gula merah berkualitas.
Lebih menarik lagi, potensi ekonomi dari proses ini terbilang menjanjikan. “Petani yang melakukan sendiri proses penderesan dan pengolahan nira dapat menghasilkan keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp25 juta,” ungkap Putu, mengutip hasil survei terhadap sejumlah pengrajin nira di lapangan.
Investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha ini pun relatif terjangkau. Dalam skala satu hektare, nilai investasi diperkirakan sekitar Rp25 juta, termasuk untuk pembelian peralatan dasar seperti pisau penderes, wadah penampung, tungku masak, dan perlengkapan lainnya.
Skema kerja sama antara BUMN dan koperasi ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat mengangkat potensi lokal menjadi industri yang bernilai. Di tengah dorongan pemerintah untuk mendorong hilirisasi, model bisnis seperti ini membuka ruang ekonomi baru bagi petani sawit di fase peremajaan kebun yang selama ini dianggap sebagai masa “mati suri” secara produktif.
Bukan tidak mungkin, jika proyek ini berhasil direplikasi secara luas, gula merah dari batang sawit bisa menjadi salah satu komoditas unggulan baru Indonesia: manis, lestari, dan bernilai tambah tinggi. (*)