Tarif Trump Ancam Saham Teknologi RI, Ekonom UI: Pemerintah Harus Bertindak!

Tarif Trump Ancam Saham Teknologi RI, Ekonom UI: Pemerintah Harus Bertindak!
Ekonom senior sekaligus pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Fithra Faisal Hastiadi ketika ditemui awak media di Auditorium KKI FEB UI, Depok, Jawa Barat pada Senin (14/4/2025). Foto Nadia K. Putri/SWA

Ekonom senior sekaligus pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Fithra Faisal Hastiadi mengamati pergerakan saham teknologi di Indonesia masih terpengaruh isu tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia. Ia menekankan peran pemerintah penting sebab kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terkoreksi mendalam.

"Kuncinya adalah pemerintah mau kemana peta jalan (roadmap)-nya. Kalau roadmap-nya sudah jelas, saya rasa bisa lebih positif," jelas Fithra ketika ditemui swa.co.id di Auditorium KKI FEB UI, Depok, Jawa Barat pada Senin (14/4/2025).

Fithra menjelaskan, meskipun kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi mendalam, tetapi masih ada investor, baik ritel atau institusi yang mengucurkan dananya ke saham-saham teknologi di Indonesia. Namun, frekuensi transaksi atau pun nilai transaksinya masih terbatas.

“Sebenarnya sekarang faktornya, harga saham kita sudah relatif lebih murah. Dobel murah,” jelas Fithra usai mengadakan kelas umum tentang tarif resiprokal bersama mahasiswa dan awak media di Auditorium KKI FEB UI.

Fithra juga menjelaskan penyebab harga saham Indonesia relatif murah dan berpotensi menarik investor. Pertama, karena adanya tekanan selama beberapa bulan terakhir, sehingga membuat seluruh harga saham di IHSG anjlok. Kedua, karena depresiasi nilai tukar. Ketiga, faktor risiko Indonesia lebih rendah sebab berada di posisi netral di tengah perang dagang AS dan Cina.

“Kita berada di tengah-tengah, sudah menawarkan konsesi, tidak merupakan ancaman bagi Cina, tidak merupakan ancaman juga bagi AS. Persepsinya lebih positif, potensi risikonya lebih rendah. Tidak hanya saham teknologi, juga saham-saham yang lain mungkin bisa berbalik [pulih],” tegas Fithra.

Fithra menggarisbawahi, gambaran produk dan saham teknologi di Indonesia masih belum menyentuh ranah inovasi, tidak seperti Singapura, Cina, atau AS. Alhasil, diperlukan tata kelola internal yang baik di perusahaan tersebut.

“Akhirnya kan persepsi buruk saham-saham teknologi kita adalah berasal dari CEO-CEO yang ternyata banyak yang melakukan fraud,” jelas Fithra.

Namun, Fithra masih melihat peluang dan potensi dan saham teknologi Indonesia. Hal itu ditunjukkan oleh emiten infrastruktur internet terafiliasi Hashim Djojohadikusumo, PT Solusi Sinergi Digital Tbk atau SURGE (WIFI). Perusahaan tersebut terakhir kali menerima pendanaan dari Nippon Telegraph and Telephone East Corporation (NTT East) senilai Rp4 triliun.

“Dari sisi saham teknologi, saya melihat backbone infrastruktur digital itu relatif lebih positif. Tapi kalau bicara mengenai derivatnya seperti aplikasi, itu mungkin tidak terlalu dilihat,” tutup Fithra.

Merangkum dari aplikasi IDX Mobile pada Selasa (15/4/2025), kinerja indeks emiten teknologi atau IDXTECHNO anjlok di posisi 7.097,83. Di awal perdagangan, indeks ini dibuka di posisi 7.192,11 dan menyentuh posisi tertinggi di 7.210,04. Sehari sebelumnya, indeks tersebut ditutup di posisi 7.154,11. (*)

# Tag