Gairah Baru Denim Lokal: Vierlin Siap Bersaing di Industri Jeans Indonesia
Jeans bukan sekadar potongan pakaian. Di banyak belahan dunia, termasuk Indonesia, ia telah menjelma menjadi simbol gaya hidup yang melintasi generasi.
Dikenal karena sifatnya yang timeless dan fleksibel, jeans menjalani perjalanan panjang: dari simbol pemberontakan kaum muda di era 60-an hingga menjadi fashion mainstream yang kini dikenakan dalam berbagai suasana, dari kasual hingga semi-formal.
Jejak awal jeans di Indonesia muncul pada era 1960-an, saat budaya pop Barat masuk lewat film dan musik. Sosok-sosok ikonik seperti James Dean dan Elvis Presley memperkenalkan jeans sebagai simbol perlawanan.
Pesona itu berkembang pesat di tahun 1970-an hingga 1980-an, terutama di kalangan penggemar musik rock dan punk. Celana jeans ketat dan jaket denim menjadi identitas subkultur anak muda urban. Namun, akses terhadap jeans masih terbatas. Karena harganya tinggi, hanya segelintir kalangan yang mampu memilikinya.
Baru pada dekade 1990-an, wajah industri jeans Indonesia mulai berubah. Merek-merek lokal seperti Lea, Rider, dan Cressida mulai bermunculan, menghadirkan produk jeans yang lebih terjangkau dan mudah diakses. Produksi massal menjadikan jeans bukan lagi simbol eksklusif perlawanan, tetapi bagian dari gaya hidup populer yang menjangkau semua lapisan masyarakat.
Memasuki era 2000-an dan seterusnya, tren jeans mengalami ekspansi besar-besaran. Tidak hanya dalam bentuk celana denim klasik, tetapi juga rok, jaket, jumpsuit, dan bahkan desain eksperimental yang unik.
Dari sinilah muncul gelombang baru brand lokal yang mencoba memberikan napas segar bagi industri denim Indonesia. Salah satu yang menarik perhatian adalah Vierlin, brand asal Bandung yang berdiri sejak 2019.
Awalnya, Vierlin mengusung model bisnis grosir online. Namun pengalaman di tahap awal inilah yang kemudian membentuk arah bisnisnya hari ini. “Hambatan yang ada pada pola grosir yang awalnya dijalani, dijadikan pembelajaran bagi Vierlin untuk fokus pada sistem penjualan end user saat ini,” ujar Lia Alistantia Wijaya, pendiri Vierlin.
Kini, Vierlin mengusung konsep direct-to-consumer dan memposisikan diri sebagai merek yang berani tampil beda. Salah satu produk andalannya adalah Graffiti Jeans, sebuah jumpsuit kasual dengan nuansa “rebel” yang sangat diminati anak muda.
“Vierlin selalu berusaha menawarkan produk jeans yang berkualitas. Pemilihan bahan yang baik, harga yang terjangkau, sampai desain anti-mainstream coba kami tawarkan. Tujuannya memberikan kepuasan kepada pelanggan,” tambah Lia.
Lebih dari sekadar label fesyen, Vierlin membawa semangat inovasi yang menjelma dalam desain-desain yang segar, eksploratif, dan dekat dengan kebutuhan pasar muda.
Dikelola di bawah naungan CV Karya Sejoli Sukses, brand ini memanfaatkan kanal digital dan platform e-commerce untuk memperluas jangkauan. Koleksi mereka pun berkembang dari celana jeans hingga jaket, rok denim, jumpsuit, hingga koleksi eksperimental yang terus berevolusi.
“Dengan perkembangan dunia fashion di Indonesia, Vierlin berharap dapat selalu memberikan sumbangsih dalam menghadirkan produk jeans terbaik bagi masyarakat Indonesia,” tutur Lia, yang terus memupuk semangat kreatif timnya untuk menjadikan brand ini sebagai kekuatan baru dalam industri denim lokal.
Melalui strategi pemasaran yang agresif dan desain yang penuh karakter, Vierlin telah membuktikan bahwa brand lokal pun bisa punya daya saing tinggi di tengah gempuran merek global. Di tengah transformasi makna jeans dari simbol pemberontakan menjadi ekspresi diri yang universal, Vierlin hadir sebagai jembatan antara warisan klasik denim dan semangat anak muda masa kini. (*)