Inovasi Deteksi Dini: BD dan RS Dharmais Buka Akses Skrining Kanker Serviks Lewat Sampel Mandiri
Di tengah upaya global untuk menurunkan angka kematian akibat kanker serviks, langkah inovatif datang dari kolaborasi antara Becton, Dickinson and Company (BD), perusahaan teknologi medis asal Amerika Serikat, dan Rumah Sakit Kanker Dharmais, institusi di bawah Kementerian Kesehatan Indonesia. Inisiatif ini memperkenalkan pendekatan skrining berbasis HPV-DNA melalui pengambilan sampel mandiri, sebuah terobosan yang diharapkan dapat memperluas jangkauan deteksi dini kanker serviks di Indonesia.
“Melalui peningkatan akses terhadap skrining inovatif dan edukasi tentang pengambilan sampel mandiri untuk uji skrining HPV-DNA, kami berharap lebih banyak perempuan dapat mengambil langkah proaktif untuk menjaga kesehatannya," ujar Hari Nurcahyo, Country Business Leader BD Indonesia pada 22 April 2025. Pernyataan ini mencerminkan misi utama BD dalam membekali sistem kesehatan dengan solusi teknologi yang tidak hanya efektif secara klinis, tetapi juga inklusif secara sosial.
Metode skrining HPV-DNA sejatinya bukan barang baru. Negara-negara seperti Belanda, Denmark, dan Swedia telah lebih dulu mengadopsinya dan berhasil meningkatkan partisipasi skrining nasional secara signifikan.
Pengalaman negara-negara tersebut menjadi inspirasi bagi BD dan RS Kanker Dharmais dalam menargetkan 8.000 perempuan di Indonesia untuk mengikuti skrining ini. Target ini merupakan bagian dari kontribusi nyata dalam mendukung roadmap WHO untuk mengeliminasi kanker serviks sebagai masalah kesehatan masyarakat pada 2030.
Namun, di balik target ambisius itu, tantangan struktural dan kultural masih membayangi. Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan BD, terdapat kesenjangan besar antara pengetahuan dan tindakan nyata.
Walaupun 92% responden perempuan menyadari bahwa kanker serviks bisa dicegah melalui pemeriksaan rutin, mayoritas dari mereka, sekitar 70%, menunda kunjungan ke dokter karena rasa takut atau ketidaknyamanan yang dirasakan selama prosedur.
Ironisnya, masih ada miskonsepsi yang mengakar. Sebanyak 95% perempuan Indonesia belum mengetahui bahwa Pap Smear bukanlah metode paling akurat dalam mendeteksi kanker serviks.
Bahkan, 75% di antaranya menyuarakan keinginan akan metode skrining yang lebih nyaman, dan 81% menyatakan preferensi untuk melakukan pengambilan sampel sendiri di rumah. Data ini memperkuat urgensi pendekatan baru yang lebih bersifat personal dan tidak invasif seperti HPV-DNA self-sampling.
Melalui kerja sama ini, BD dan RS Dharmais tidak hanya memperkenalkan teknologi medis, tetapi juga mencoba menjawab tantangan budaya dan psikologis yang selama ini menjadi hambatan dalam deteksi dini. (*)