Keterlibatan Perempuan Kunci Transisi Energi yang Efisien dan Berkelanjutan

null
Di Indonesia, keterlibatan perempuan di sektor energi baru mencapai sekitar 18 persen. (Foto: ENTREV)

Keterlibatan perempuan dalam sektor energi masih relatif rendah. Data global menunjukkan partisipasi perempuan di sektor energi tradisional seperti migas dan listrik hanya mencapai 22 persen, sementara di energi terbarukan meningkat menjadi 32 persen.

Hal itu diungkapkan oleh Rina Santi Sijabat, Founder Women in Energy Indonesia dalam sebuah diskusi bertajuk "Keterlibatan Perempuan dalam Energi Bersih" dalam rangka memperingati Hari Kartini, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian ESDM bersama Women in Energy Indonesia dan ENTREV (Enhancing Readiness for The Transition to Electric Vehicles in Indonesia) di Jakarta.

"Secara keseluruhan, perempuan hanya mengisi sekitar 20 persen tenaga kerja di sektor energi global. Bahkan di Indonesia, keterlibatan perempuan di sektor energi baru mencapai sekitar 18 persen," kata Rina dalam keterangan resmi (24/4/2025).

Menurutnya, keterlibatan perempuan penting karena mereka adalah pengambil keputusan utama terkait energi di level mikro, seperti rumah tangga. "Perempuan umumnya berperan sebagai manajer keuangan rumah tangga yang memiliki kecenderungan untuk memilih energi yang lebih hemat dan efisien," jelas Rina.

Rina juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi perempuan, baik secara internal maupun eksternal. Tantangan internal meliputi stereotip gender sejak kecil, kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan perempuan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), serta tantangan dalam menyeimbangkan karier dan keluarga. Tantangan eksternal mencakup bias gender dalam perekrutan, promosi jabatan, hingga kebijakan tempat kerja yang kurang fleksibel.

Duwi Pratiwi, Project Coordinator ENTREV menambahkan bahwa peran perempuan sangat strategis dalam ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB). Menurut data yang ia sampaikan, perempuan hanya mencakup sekitar 25 persen tenaga kerja di industri kendaraan listrik, dengan minat pembelian kendaraan listrik oleh perempuan juga masih rendah, hanya sekitar 34 persen dibanding pria yang mencapai 71 persen.

"Transisi energi yang inklusif gender adalah syarat utama agar transisi ini adil dan berkelanjutan," tegas Duwi. Dia juga menekankan pentingnya pelatihan teknis, partisipasi aktif komunitas perempuan, dan peluang bagi UMKM perempuan dalam ekosistem kendaraan listrik, seperti bengkel ramah kendaraan listrik dan jasa edukasi.

Seiring dengan meningkatnya urgensi pengurangan emisi dan penguatan ketahanan energi nasional, pelibatan seluruh elemen masyarakat, termasuk perempuan, dipandang sebagai kebutuhan strategis.

“Transisi energi tidak akan berhasil jika hanya bersifat teknokratis. Kita butuh pendekatan yang berpihak pada keadilan sosial, dan di situlah peran perempuan menjadi kunci,” kata Duwi. (*)

# Tag