Dari Kompetisi ke Kolaborasi: Strategi Daikin Membangun Pasar Arsitektur dan Desain Interior lewat DDA 2025
Shinji Miyata, Presiden Direktur PT Daikin Airconditioning Indonesia (kelima dari kanan) bersama tim juri di sela-sela pembukaan Daikin Proshop Designer Award (DDA) 2025 di Jakarta, Jum’at (25/4). (Foto: Darandono/SWA)
Di tengah persepsi umum bahwa air conditioner (AC) hanya berfungsi sebagai alat penyejuk ruangan, PT Daikin Airconditioning Indonesia (Daikin) memilih jalur berbeda.
Perusahaan ini gencar mengedukasi kalangan profesional arsitektur, desain interior, dan mahasiswa mengenai pentingnya membangun ekosistem tata udara ideal — sebuah pendekatan yang tidak hanya mempertimbangkan kenyamanan, tetapi juga estetika ruang secara keseluruhan.
Salah satu langkah konkret yang diambil Daikin adalah melalui penyelenggaraan Daikin Proshop Designer Award (DDA) 2025. Menurut Selvi Ani Yongnata, Sales Manager Daikin Proshop PT Daikin Airconditioning Indonesia, keikutsertaan Daikin dalam mengedukasi pasar merupakan bentuk komitmen yang tidak lazim di industri.
"Produsen AC lain belum tentu melakukan hal yang sama," katanya. Dengan memperkenalkan solusi tata udara kepada para arsitek dan desainer sejak tahap perencanaan, Daikin berharap merek mereka akan selalu menjadi pilihan utama.
Tak sekadar kompetisi, DDA dirancang sebagai ajang edukasi dan kolaborasi. "Kami membuka diri untuk para arsitektur dan desain interior yang akan berkonsultasi solusi tata udara untuk hunian misalnya," ujar Selvi saat berbincang dengan swa.co.id. Ruang ini menjadi forum interaktif, mempertemukan pelaku kreatif dengan solusi teknologi tata udara mutakhir.
Perjalanan DDA bermula pada tahun 2020, dilandasi kebutuhan untuk menyediakan wadah berbagi visi tentang hunian ideal di Indonesia. Fokus utamanya bukan hanya pada estetika desain, melainkan juga kenyamanan dan kesehatan penghuninya melalui rancangan sistem tata udara yang terintegrasi.
Sejak itu, kompetisi ini terus berkembang, dan tahun ini Daikin mengukir tonggak baru dengan memperluas cakupannya ke level ASEAN melalui kolaborasi dengan Malaysia.
Shinji Miyata, Presiden Direktur PT Daikin Airconditioning Indonesia, mengungkapkan harapannya agar DDA menjadi benchmark kompetisi desain hunian dan bangunan komersial yang memperhatikan aspek tata udara sekaligus estetika. Daikin ingin DDA menjadi tolok ukur kompetisi dan ajang penghargaan sejenis di tingkat ASEAN. Ini adalah upaya untuk memperluas pengaruh Daikin tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kawasan regional.
Untuk menjangkau komunitas yang lebih luas, seperti pada penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, Daikin berkolaborasi dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta dan Jawa Barat dan Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) DKI Jakarta.
Tahun ini untuk pertama kalinya penyelenggaraannya yang mengundang pegiat arsitektur dan desainer interior di tingkat ASEAN, kolaborasi dilakukan Daikin dengan menggandeng DOMA Initiatives dan Malaysian Institute of Interior Designers (MIID). Keduanya merupakan asosiasi bagi pegiat arsitektur dan desain interior di Malaysia.
Dukungan asosiasi terkait dari kedua negara ini salah satunya tercermin lewat susunan panel dewan juri Daikin Proshop Designer Award 2025 yaitu Joe WH Chan dan Wong Pei San sebagai praktisi desain interior asal Malaysia mewakili MIID. Selain itu hadir Mun Inn Chan, seorang arsitek Malaysia yang terafiliasi dengan DOMA Initiatives.
Sementara dari Indonesia, Tan Tik Lam yang dikenal luas dari berbagai karya arsitekturnya dan Alex Bayusaputro yang membangun reputasi besarnya melalui karya desain interior, didapuk menjadi juri berbarengan dengan Cosmas Gozali, pendiri firma arsitektur Atelier Cosmas Gozali dan Daniel Mananta.
Shinji Miyata menegaskan DDA tahun ini mengusung tema "Originality". Tema ini memberi tantangan bagi peserta untuk berinovasi melalui karyanya mengenai ruang hidup ideal dengan mengedepankan orisinalitas dan intuisi yang melebihi kecerdasan buatan (artificial intelligent – AI).
“Ini menjadi dorongan kami pada upaya menciptakan karya dengan menjaga orisinalitasnya yang semakin menjadi tantangan dalam era kecerdasan buatan,” katanya.
Kategorinya yang diperlombakan pada DDA kelima tahun ini, dengan memisahkan peserta antara tingkat profesional dan mahasiswa. Sedangkan berdasarkan bentuk karya, DDA mempertahankan dua kategori besar yaitu proyek terbangun dan konseptual yang masing-masing tersedia bagi arsitektur dan desain interior.
Menurut Silvi, karya terbangun mewakili kategori aplikasi pada proyek yang telah terbangun sebelumnya, sedangkan karya konseptual penilaiannya berdasarkan rancang gambar karya peserta. Bahkan para peserta juga memiliki kesempatan berlaga berdasarkan aplikasi bangunan yaitu bangunan hunian dan bangunan komersial Food and Beverages (F&B).
Event ini terbuka bagi professional dan mahasiswa arsitektur serta Interior Designer di seluruh Indonesia dan Malaysia khususnya. Diakui Silvi jumlah perserta terus mengalami peningkatan tahun 2023 sekitar 349 designer, sedangkan tahun 2024 sekitar 653 designer dimana sekitar 30 persen berasal dari kelompok mahasiswa.
“Tahun ini ditargetkan sekitar 1.300 designer atau meningkat 2 kali lipat termasuk peserta dari Malaysia,” katanya.
DDA resmi dibuka sejak 25 April hingga 31 Agustus 2025. Sesi penjurian sendiri akan berlangsung pada akhir Oktober tahun ini. Sedangkan puncak penyelenggaraan, pemberian penghargaan akan dihelat pada 27 November mendatang. (*)