GBK Jadi Aset Danantara: Langkah Strategis Menyulap Warisan Senilai Rp420 Triliun Jadi Motor Investasi
Sinar lampu di Cendrawasih Hall, Jakarta Convention Center, terasa berbeda. Undangan yang hadir dalam acara Town Hall Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tampak memperhatikan setiap kata yang disampaikan Rosan Roeslani, CEO lembaga investasi baru yang sedang banyak diperbincangkan itu. Di tengah perbincangan tentang potensi aset nasional, Rosan membawa satu kabar besar: Gelora Bung Karno (GBK) akan masuk ke dalam portofolio Danantara.
Tak sekadar menyebutkan rencana, Rosan mengungkapkan bahwa aset GBK diperkirakan mencapai US$25 miliar (Rp420 triliun). Nilai yang luar biasa besar ini, menurutnya, akan menjadi bagian penting dari langkah strategis Danantara untuk mengelola dan mengoptimalkan aset-aset negara.
"GBK dan seluruh lokasi yang ada di sini [termasuk Jakarta Convention Center] akan dimasukkan ke dalam Danantara, dan dilakukan perencanaan yang matang agar ini menjadi aset yang produktif," jelas Rosan dalam sesi doorstop dengan media, sesaat setelah acara selesai digelar.
Rosan menjelaskan lebih jauh bahwa pengelolaan kawasan GBK tidak akan dilakukan sembarangan. Kompleks yang menjadi ikon olahraga dan budaya Indonesia ini akan diatur secara matang, dengan target menghasilkan imbal hasil investasi dan pengembalian atas aset, mengikuti parameter dan kriteria yang lazim diterapkan untuk kompleks serupa di tingkat internasional.
Di tengah upaya itu, pengawasan terhadap aset tetap akan berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (Kemensetneg RI), memastikan proses pengelolaan berlangsung transparan dan akuntabel.
Kabar ini mempertegas arah baru yang ingin ditempuh Danantara. Diluncurkan secara resmi pada 24 Februari 2025, lembaga ini mengemban tugas besar: memaksimalkan nilai aset negara melalui pengelolaan berbasis investasi modern.
Targetnya tidak main-main. Rosan memproyeksikan bahwa aset dalam pengelolaan, atau asset under management (AUM), bisa mencapai US$900 miliar dalam beberapa tahun ke depan, dengan pendanaan awal ditargetkan senilai US$20 miliar.
Gebrakan Danantara tidak berhenti pada rencana pengelolaan GBK. Sebelumnya, Danantara juga mengumumkan kerja sama investasi besar dengan Qatar Investment Authority. Melalui pembentukan joint fund, Danantara berhasil menghimpun investasi sebesar US$4 miliar.
Dana tersebut, kata Rosan, akan difokuskan untuk berinvestasi di Indonesia, namun tetap terbuka untuk peluang di kawasan lain jika diperlukan. Sektor-sektor prioritas sudah ditentukan: hilirisasi industri, kesehatan, transformasi digital, ekonomi baru, dan energi terbarukan.
Di balik langkah besar ini, terlihat jelas bagaimana Rosan dan timnya mengusung visi baru tentang bagaimana aset-aset negara tidak lagi hanya dipandang sebagai beban pengelolaan, melainkan sebagai motor penggerak investasi nasional.
Transformasi ini bukan sekadar soal pengalihan pengelolaan, tetapi soal bagaimana membangun nilai tambah, menciptakan produktivitas, dan membuka peluang pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia. (*)