Wijayanto Samirin: Dampak Trump Seharusnya Dorong Indonesia Koreksi ke Dalam

Wijayanto Samirin: Dampak Trump Seharusnya Dorong Indonesia Koreksi ke Dalam
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin dalam acara diskusi daring bertajuk “100 Hari Trump: Tsunami Geopolitik dan Ekonomi Bagi Indonesia?” yang dihelat Universitas Paramadina pada Jumat (2/5/2025). Tangkapan layar Nadia K. Putri/SWA

Saat dunia mencermati dampak kebijakan ekonomi Donald Trump yang penuh guncangan, sejumlah ekonom dalam negeri turut bersuara. Salah satunya, Wijayanto Samirin, ekonom senior dari Universitas Paramadina.

Dalam diskusi bertajuk “100 Hari Trump: Tsunami Geopolitik dan Ekonomi Bagi Indonesia?” yang digelar secara daring pada Jumat (2/5/2025), Wijayanto membedah bagaimana kebijakan tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat tersebut memberi efek kejut yang memaksa Indonesia bereaksi, bukan ke luar, melainkan mengoreksi ke dalam.

Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin memaparkan shock therapy yang dipicu tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump membuat Indonesia gagap dan tajam ke dalam. Dalam pemaparannya, dia menyoroti pentingnya efisiensi di sektor keuangan serta mendorong peran pasar modal sebagai alternatif pendanaan jangka panjang.

Pertama, Wijayanto menggarisbawahi bahwa perbankan di Indonesia cenderung memiliki net interest margin (NIM) yang lebar. Secara umum, ukuran ini memperlihatkan pembagian antara bunga pendapatan bank dan jumlah bunga yang diberikan kepada pihak pemberi pinjaman. Net interest margin erat kaitannya dengan penyaluran kredit. Menurut Wijayanto, kredit perbankan di Indonesia masih tergolong mahal, juga sulit didapatkan.

“Sekarang kredit sulit didapat karena orang lebih suka menaruh uang di bank, ditaruh dalam bentuk SBN, yang bunganya tinggi dengan risiko yang rendah,” jelasnya.

Dalam pemaparannya, Wijayanto meminta agar pemerintah mulai untuk mempertimbangkan dan mengurangi porsi surat berharga negara (SBN) untuk mengurangi risiko crowding out.

Dia juga mengomentari tindakan pemerintah yang belum memperhatikan kondisi pasar modal. Padahal, jika ekonomi sebuah negara berjalan vibrant atau hidup, maka pasar modal harus dikembangkan.

“Karena pasar modal menjadi persaingan sektor perbankan, sehingga akan menekan turun suku bunga. Pasar modal menyiapkan pinjaman yang sifatnya modal jangka panjang, sedangkan perbankan sangat terbatas,” lanjutnya.

Pernyataan Wijayanto datang di tengah situasi pasar yang relatif stabil. Dilihat dari kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) per Jumat (2/5/2025), ditutup menguat 0,72% atau naik 48,93 poin menjadi level 6.815,73. Pada awal perdagangan hari ini, IHSG dibuka di level 6.811,11, serta menyentuh posisi tertinggi di level 6.818,28 dan posisi terendah di level 6.765,83.

Secara kapitalisasi pasar, IHSG hari ini ditutup mencapai Rp11.831 triliun, dengan transaksi senilai Rp11,86 triliun. Adapun total frekuensi transaksinya sebanyak 1.173.000.000 kali dan volume transaksinya sebesar 19,62 miliar saham.

Jika dilihat dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya tahun ini sudah ada sekitar 13 perusahaan IPO, dengan total nilai penggalangan dana mencapai Rp6,9 triliun.

Data internal BEI mencatat, ada 31 perusahaan yang antre pipeline IPO tahun ini. Beberapa di antaranya 5 perusahaan di sektor konsumer non-siklikal, 4 perusahaan di sektor konsumer siklikal, 4 perusahaan dari sektor keuangan, 4 perusahaan dari sektor kesehatan, empat perusahaan dari sektor transportasi dan logistik, tiga perusahaan dari sektor industrial, tiga perusahaan dari sektor energi, satu perusahaan dari sektor barang baku/basic materials, dan satu perusahaan dari sektor infrastruktur. (*)

# Tag