BINUS @Malang dan JUMBO: Menyemai Talenta Kreatif di Era Digital
Di balik gemerlap layar bioskop, ada narasi yang lebih besar dari sekadar hiburan.
Itulah yang ingin dihadirkan BINUS @Malang lewat kegiatan Nonton Bareng (NOBAR) film animasi JUMBO di XXI Araya Mall, Malang. Acara ini bukan sekadar pemutaran film, melainkan ajakan bagi generasi muda untuk bermimpi lebih besar di dunia industri kreatif digital.
Indonesia, dengan segala keragaman budayanya, sedang menyaksikan geliat pesat di sektor animasi. Namun, di balik pertumbuhan tersebut, masih tersimpan satu pekerjaan rumah besar: membentuk talenta yang bukan hanya kreatif, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Di era di mana batas antara seni dan sains makin memudar, dibutuhkan sosok-sosok yang mampu berdiri di antara keduanya, mereka yang disebut sebagai Digital TechnoPreneur.
“BINUS @Malang berkomitmen untuk terus mendukung lahirnya talenta-talenta baru yang siap membawa perubahan positif melalui inovasi digital,” ujar Dr. Robertus Tang Herman, Direktur BINUS @Malang, dalam siaran pers yang diterima swa.co.id, Senin (5/5).
Ia menjelaskan bahwa acara NOBAR ini menjadi medium untuk menginspirasi generasi muda, sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia mampu melahirkan karya animasi yang bersaing secara global.
Film JUMBO menjadi contoh nyata dari sinergi antara kreativitas dan teknologi. Kisah di balik layar film ini diperkuat oleh kehadiran Hana Afifah, Production Manager JUMBO sekaligus alumni School of Design BINUS University, yang hadir secara langsung untuk berbagi cerita.
Dalam sesi bincang-bincang, Hana memaparkan bagaimana perpaduan visi kreatif, keahlian teknis, dan semangat wirausaha menjadi kunci membawa karya lokal bersinar di panggung internasional.
Melalui acara ini, BINUS @Malang ingin menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi Digital TechnoPreneur yang mampu berinovasi, berkreasi, dan berdaya saing di era digital global.
Bagi banyak mahasiswa dan pelajar yang hadir, kegiatan ini menjadi lebih dari sekadar tontonan. Ia menjadi panggilan untuk membayangkan masa depan yang bisa mereka ciptakan sendiri, dengan perangkat digital di tangan dan ide-ide segar di kepala. Tak sekadar menjadi penonton perkembangan industri kreatif, tapi menjadi aktor utama dalam perubahan.
Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompetitif, Indonesia membutuhkan lebih banyak pionir muda, yakni para kreator yang tak hanya mampu mencipta, tapi juga menjual, memimpin, dan bertahan di tengah disrupsi. Dan dari layar lebar JUMBO di Malang, mungkin saja lahir salah satu di antaranya. (*)