Tingkatkan Profesionalisme, AREBI Dorong Sertifikasi Broker Properti
Suasana hangat Halal Bihalal yang digelar di Menara Sentraya, Jakarta, Rabu (7/5), menjadi lebih dari sekadar ajang temu kangen para pelaku industri broker properti.
Di hadapan para pengurus dan anggota Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Ketua Umum Clement Francis menyampaikan pesan tegas yang menjadi benang merah dari seluruh kegiatan AREBI belakangan ini: pentingnya sertifikasi bagi broker properti di Indonesia.
“Ini harus menjadi kosentrasi kita bersama. Bagaimana broker properti di Indonesia bisa tersertifikasi semua,” ujar Clement. Baginya, pembenahan industri ini tak bisa lagi ditunda.
Dalam pandangannya, sertifikasi bukan hanya formalitas administratif, melainkan jembatan menuju profesionalisme dan kepercayaan publik yang lebih kokoh.
AREBI memang tak sekadar mengimbau. Langkah nyata telah diambil dengan membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Broker Properti Indonesia (BPI). LSP ini bukan institusi sembarangan. Ia sudah mengantongi lisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sehingga berwenang menyelenggarakan proses uji kompetensi bagi para pelaku industri ini.
Untuk memperluas dampak, AREBI menjalankan strategi kampanye berlapis. Edukasi terus dilakukan kepada para broker, sambil menggandeng masyarakat luas agar lebih selektif menggunakan jasa broker bersertifikat. Dari kegiatan luring hingga media sosial, semua dimanfaatkan sebagai kanal kampanye etika dan profesionalisme.
Clement menyadari, dukungan regulasi adalah kunci. Karena itu, ia menyambut hangat rencana pemerintah merevisi dua regulasi penting: Permendag No. 51 Tahun 2017 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti dan PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
“Untuk penandatanganan revisi PP 5 sudah di tahap Staff Presiden, kami berharap di peraturannya dipercepat agar segera terbit sehingga setiap broker properti wajib bersertifikasi,” ujarnya.
Jika revisi ini resmi berlaku, status risiko dalam transaksi properti akan dinaikkan dari “rendah” menjadi “menengah-tinggi”. Perubahan ini berdampak besar: hanya broker yang tersertifikasi yang boleh beroperasi. Tujuannya bukan untuk menyulitkan, melainkan meminimalisasi celah penipuan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang selama ini mencoreng wajah industri properti.
“Kalau regulasinya benar dan ngaturnya benar, bahwa semua jual beli proses transaksi melewati broker yang berlisensi, pasti tidak akan terjadi, karena itu yang jual pasti perantara-perantara nggak jelas, yang penting bisa jual dan dapat komisi. Makanya ini harus diatur pemerintah, kalau nggak diatur pemerintah nggak akan tuntas," tegas Clement.
Dalam pandangan AREBI, perubahan regulasi ini bukan hanya langkah hukum, tetapi strategi membentuk pasar yang sehat dan berdaya tahan. “Kalau risiko rendah artinya akan terjadi banyak masalah, jadi memudahkan setiap orang menjadi broker. Tapi industri broker sangat sensitif dengan kasus tanah, penipuan, itu yang kita minta ke pemerintah untuk menaikkan risiko bisnis broker properti. Malah pemerintah salah, kenapa industri broker properti ditaruhnya rendah,” lanjutnya.
Optimisme tetap terjaga, terutama dengan meningkatnya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Saat ini AREBI menaungi sekitar 1.400 anggota, terdiri dari perusahaan perantara perdagangan properti yang tersebar di 15 provinsi. Salah satu yang baru saja dibentuk adalah DPD AREBI Kalimantan Timur, menandai ekspansi organisasi ke wilayah potensial baru.
Di sisi lain, isu kebijakan fiskal juga disorot. Lukas Bong, Dewan Kehormatan AREBI, mendorong agar pemerintah memberikan keringanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk rumah komersial, sebagaimana telah diberlakukan pada rumah MBR. Menurutnya, jika BPHTB rumah komersial bisa dihapus, atau diberikan diskon, baik rumah baru maupun rumah bekas/secondary, akan mendorong penjualan properti.
Dalam kacamata yang lebih luas, Darmadi Darmawangsa — juga dari Dewan Kehormatan AREBI — menilai bahwa sektor properti tetap menjadi pilihan rasional di tengah ketidakpastian global, termasuk perang dagang.
Menurutnya, investasi properti masih menjadi daya tarik yang kuat bagi masyarakat. Dengan populasi besar dan kebutuhan hunian yang terus meningkat, Indonesia masih menjanjikan pasar yang subur bagi industri ini.
AREBI percaya, kombinasi regulasi yang tepat, peningkatan kompetensi, dan perlindungan konsumen adalah fondasi penting untuk menata ulang ekosistem broker properti. Harapannya sederhana, tapi fundamental: agar profesi ini dihormati, dilindungi, dan menjadi pilar yang kokoh bagi pertumbuhan sektor properti nasional. (*)