Unilever Indonesia Menahan Gempuran, Menjawab Tantangan dengan Strategi Bertahap
Di balik kemasan sabun yang harum dan produk kecantikan yang menghiasi rak-rak warung hingga supermarket, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tengah menghadapi tantangan bisnis yang tak ringan.
Kuartal pertama tahun 2025 menjadi cerminan bagaimana perusahaan consumer goods raksasa ini bergerak dalam gelombang tekanan internal dan eksternal, sekaligus menyusun ulang strategi untuk tetap relevan di pasar.
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap, tak menampik bahwa badai tengah melanda. Ia menyebutkan bahwa perusahaan masih menghadapi sejumlah tantangan yang mempengaruhi langsung kinerja laba dan pendapatan. Namun, alih-alih pasrah pada keadaan, Unilever memilih merampingkan beban operasional sebagai langkah awal pemulihan.
“Inilah tantangan internal yang kami hadapi dan kami rasa itu sebagai sesuatu yang bisa kami capai,” ujar Yap dari berbagai sumber, Sabtu (10/5/2025).
Langkah efisiensi ini langsung terlihat dari sisi pemasaran dan penjualan. Dalam laporan keuangan kuartal I/2025, Unilever berhasil memangkas beban di pos ini menjadi Rp2,17 triliun, turun 8,35% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Akibatnya, laba usaha yang dicatatkan mencapai Rp1,62 triliun. Angka ini menjadi penanda bahwa meski pendapatan belum kembali menanjak, disiplin biaya mulai membuahkan hasil.
Namun, penghematan saja tak cukup. Di sisi dalam, perusahaan berhadapan dengan volatilitas harga pasar dan kebutuhan untuk memperbaiki kualitas layanan ke pelanggan. Program internal seperti Cost Reset Program diimplementasikan untuk menjawab tantangan ini. Program ini menyasar peningkatan produktivitas tenaga kerja, efisiensi biaya overhead, serta optimalisasi rantai pasok dan jaringan logistik.
Di tengah kondisi ekonomi domestik yang belum stabil, strategi Unilever tak berhenti pada efisiensi. Yap menegaskan pentingnya fokus pada penguatan merek-merek andalan perusahaan serta pengembangan inovasi. Menurutnya, UNVR akan memfokuskan merek-merek yang sudah kuat dan melakukan inovasi produk, menangkap peluang dan menciptakan pasar, serta melanjutkan bisnis keberlanjutan perusahaan dengan meningkatkan dampak ke masyarakat.
Pendekatan menyeluruh untuk memperkuat merek mencakup semua aspek: dari kualitas produk, kemasan, proposisi nilai, titik penjualan, hingga strategi harga. Yap optimistis pendekatan ini akan membawa Unilever tampil lebih kompetitif di pasar FMCG yang semakin dinamis.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah memperluas distribusi, bukan hanya di kanal modern seperti supermarket besar, tapi juga menyentuh jaringan warung dan toko kelontong yang menjadi urat nadi distribusi ritel Indonesia.
Di sisi lain, peluang besar di sektor kesehatan, kecantikan, dan e-commerce juga mulai digarap lebih serius. Seluruhnya dibarengi dengan upaya menekan beban dan biaya dalam berbagai lini operasional.
Namun demikian, tekanan dari luar tak bisa dihindari. Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS dan euro, membawa dampak langsung terhadap biaya impor bahan baku dan kemasan. Neeraj Lai, Direktur Keuangan Unilever Indonesia, menjelaskan pendekatan perusahaan untuk mengelola risiko ini.
“Pertama, kami melakukan lindung nilai (hedging). Kedua, kami juga sudah memiliki lindung nilai alamiah dari ekspor yang kami lakukan. Ketiga, kami juga bekerja sama dengan pemasok bahwa kami mendapatkan kepastian,” jelasnya saat sesi tanya jawab dengan media.
Strategi bertahan dan bertumbuh pun dirancang sedemikian rupa untuk menjawab realitas di lapangan, termasuk perubahan perilaku konsumsi kelas menengah yang mulai lebih selektif dalam membelanjakan uangnya. Maka, Unilever tidak hanya berbicara soal merek dan distribusi, tapi juga tentang membangun posisi di benak konsumen.
“Kami telah menunjukkan fokus ke beberapa aktivitas produk saset seperti merek Rinso dan Glow & Lovely,” ujar Yap.
Produk-produk dengan ukuran terjangkau ini menjadi senjata utama untuk menjangkau konsumen kelas menengah dan bawah, yang menjadi tulang punggung volume penjualan di Indonesia. Dalam kondisi seperti sekarang, strategi volume berbasis affordability ini menjadi krusial.
Yap menutup pernyataannya dengan optimisme: bahwa bisnis distributor perusahaan saat ini dalam posisi yang lebih kuat dibanding sebelumnya. Kombinasi antara efisiensi, fokus merek, penetrasi distribusi, dan inovasi produk menjadikan Unilever Indonesia siap menghadapi masa depan, meski gelombang tantangan belum sepenuhnya mereda. (*)