Bank Jateng: Tingkatkan Daya Saing melalui Transformasi Digital

Transformasi digital bukan sekadar perubahan teknologi, melainkan revolusi cara berpikir dan bertindak dalam melayani masyarakat. Inilah kesadaran yang tumbuh kuat di tubuh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah atau yang akrab disebut Bank Jateng yang kini tengah menapaki babak baru dalam sejarah institusinya.
Dalam lanskap perbankan yang makin kompetitif dan dinamis, Bank Jateng tidak ingin terjebak sebagai pemain tradisional. Di bawah kepemimpinan Irianto Harko Saputro, Direktur Utama Bank Jateng yang dikenal visioner dan lugas, bank ini bergerak cepat membenahi fondasi digitalnya, merancang ulang sistem dan layanan, serta menyiapkan diri menghadapi era keuangan berbasis data dan teknologi.
Irianto tak ragu menyebut bahwa digitalisasi bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan mutlak. “Kami menyadari, jika ingin tetap relevan dan menjadi pilihan utama masyarakat, kami harus berubah. Transformasi digital adalah jawaban terhadap perubahan perilaku nasabah, kebutuhan efisiensi, dan tantangan masa depan,” katanya.
Komitmen itu dituangkan ke dalam dokumen strategis bernama Information Technology Strategic Plan (ITSP), yang bukan hanya peta jalan, tapi juga deklarasi komitmen Bank Jateng terhadap masa depan digital. Di dalamnya, empat hal menjadi kunci, yaitu fokus pada pengalaman nasabah, pemanfaatan teknologi mutakhir, kolaborasi dengan mitra strategis, serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
Semuanya dirancang bukan hanya untuk menyentuh aspek teknologi, tapi juga menyentuh cara kerja, pola pikir, bahkan budaya kerja di lingkungan bank.
Transformasi ini dimulai dari hulu hingga hilir. Pengembangan layanan digital seperti Bima Mobile menjadi tonggak penting.
Aplikasi tersebut kini menjadi wajah Bank Jateng dalam melayani nasabah, hadir 24 jam tanpa batasan waktu dan tempat. Dari hanya 553.714 pengguna pada 2023, kini Bima Mobile telah digunakan oleh lebih dari 806.692 nasabah, dengan frekuensi transaksi yang melonjak drastis dari dua juta menjadi hampir 34 juta transaksi dalam setahun.
Nilai transaksinya pun melonjak lebih dari sebelas kali lipat, menyentuh angka Rp 32 triliun. “Peningkatan ini bukan kebetulan, tapi buah dari investasi besar dan kerja keras seluruh tim,” Irianto menegaskan. Ia yakin, teknologi hanya akan berarti jika mampu meningkatkan pengalaman nasabah secara nyata, yang lebih cepat, lebih mudah, dan lebih aman.
Namun, transformasi tak hanya terlihat di layar gawai. Di balik aplikasi yang ramah pengguna itu, Bank Jateng membangun-ulang jantung infrastrukturnya. Server-server diperbarui, jaringan diperluas, sistem keamanan diperkuat, dan integrasi dilakukan secara menyeluruh.
Upaya modernisasi ini meliputi puluhan program, mulai dari pengujian Disaster Recovery Plan, pengadaan jalur komunikasi cadangan antara data center dan disaster recovery center, implementasi tools pemantauan jaringan, hingga sistem deteksi dini terhadap ancaman siber.
“Kami tidak hanya berpikir soal kecepatan, tapi juga keandalan dan keamanan. Digitalisasi tidak boleh mengorbankan kepercayaan nasabah,” kata Irianto, sembari menekankan pentingnya standar tinggi dalam keamanan data.
Satu hal yang tak kalah penting adalah bagaimana Bank Jateng memastikan bahwa manusia yang mengoperasikan semua sistem ini juga ikut berkembang. Lewat program reskilling dan upskilling yang terstruktur, karyawan dibekali pengetahuan dan keterampilan digital terkini.
Pelatihan dilakukan secara hybrid (online dan offline) dengan metode yang bervariasi, dari seminar, workshop, hingga studi kasus.
Bank ini pun tak segan merekrut talenta digital baru, khususnya mereka yang memiliki keahlian di bidang analitik, keamanan siber, dan pengembangan sistem. “Kami ingin menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan, dan itu hanya mungkin jika manusia di dalamnya juga berkembang,” kata Irianto.
Transformasi juga menyentuh cara Bank Jateng menjangkau masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari layanan perbankan. Melalui program Laku Pandai, bank ini hadir di pelosok Jawa Tengah melalui agen-agen lokal yang memberikan layanan perbankan dasar, seperti pembukaan rekening dan tarik tunai. Produk BimaKu Pandai menjadi jembatan bagi mereka yang belum pernah berinteraksi dengan sistem keuangan formal.
Sementara bagi pelaku usaha dan lembaga, layanan seperti Cash Management System dan Host to Host hadir untuk mempermudah transaksi dan pengelolaan keuangan secara daring. Dari pemerintah daerah hingga rumah sakit, semua kini dapat terkoneksi langsung dengan sistem Bank Jateng.
“Transformasi digital kami bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal inklusi. Kami ingin lebih banyak orang merasakan manfaat dari layanan keuangan modern,” kata Irianto.
Tak berhenti di situ, Bank Jateng juga telah menyiapkan fondasi untuk masa depan. Mulai 2026, mereka akan mengimplementasikan teknologi berbasis artificial intelligence (AI), big data, dan machine learning. Proses persiapan sudah berjalan sejak 2024, termasuk pengembangan dashboard interaktif dan perencanaan integrasi sistem internal.
Digunakannya AI diharapkan bisa mendukung proses otomatisasi dan deteksi risiko, sementara analitik data akan menjadi dasar pengambilan keputusan yang lebih presisi.
“Kami sedang membangun mesin berpikir digital. Dua tahun ke depan akan jadi masa krusial untuk memastikan semuanya siap,” Irianto mengungkapkan.
Hasil dari transformasi ini tidak hanya tampak pada lonjakan jumlah transaksi atau peningkatan kepuasan nasabah, tapi juga pada efisiensi operasional dan kinerja keuangan. Bank Jateng mencatat pertumbuhan pendapatan dari Rp6,5 triliun pada 2021 menjadi lebih dari Rp7 triliun pada 2023.
Meski laba sempat menurun di 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, struktur biaya yang lebih efisien dan potensi bisnis digital yang terus meningkat menjadi faktor pendorong optimisme ke depan.
Di sisi lain, budaya kerja internal pun ikut berubah. Karyawan kini lebih terbuka terhadap perubahan, lebih gesit dalam mengambil keputusan, dan lebih akrab dengan teknologi sebagai alat utama kerja.
Transformasi digital, dalam pandangan Irianto, bukan perjalanan pendek, melainkan seperti lari maraton yang memerlukan daya tahan, disiplin, dan kejelasan arah. Untuk itu, Bank Jateng mengadopsi sistem monitoring dan evaluasi yang dilakukan dua kali setahun.
Kinerja setiap program diukur dengan indikator yang jelas, mulai dari adopsi teknologi, efisiensi operasional, hingga kepuasan nasabah. Evaluasi dilakukan lintas divisi, dengan keterlibatan aktif dari pimpinan hingga staf teknis. Jika ditemukan hambatan, strategi segera disesuaikan.
“Kami ingin memastikan bahwa transformasi ini bukan hanya berlangsung, tapi juga berdampak,” katanya tandas.
Kini, Bank Jateng tak lagi hanya dikenal sebagai bank milik daerah. Bank ini tumbuh menjadi lembaga keuangan modern yang adaptif, mampu bersaing dengan bank-bank besar di level nasional, dan tetap setia pada misi sosialnya untuk melayani masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya.
Transformasi digital bukan hanya mengubah wajah Bank Jateng, tetapi juga memperkuat perannya sebagai pilar penting dalam ekosistem ekonomi regional. Dan, di balik semua itu, ada keberanian untuk berubah, komitmen untuk melayani, dan semangat untuk menjadi lebih baik setiap harinya. (*)
Reportase: Gigin W. Utomo