Lokakarya Trade Remedies, Kemendag Dorong Mahasiswa Menjadi Praktisi Pengamanan Perdagangan
Kementerian Perdagangan bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) mendorong lahirnya talenta muda kompeten di bidang perdagangan luar negeri. Sinergi tersebut diwujudkan melalui lokakarya (workshop) bertajuk “One-Day Workshop on Trade Remedies: Preparing Indonesia’s Next Trade Defense Practitioners” di University Club UGM, Yogyakarta, pada Kamis, (11/12).
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Tommy Andana menyampaikan, lokakarya tersebut menjadi kesempatan mengedukasi talenta muda tentang kebijakan pengamanan perdagangan (trade remedies). Lokakarya ini sekaligus mengidentifikasi minat mahasiswa terhadap profesi praktisi pengamanan perdagangan.
“Indonesia membutuhkan generasi praktisi pengamanan perdagangan (trade defense practitioners) yang tangguh. Dibutuhkan praktisi yang mampu membaca angka, memahami tren, menguasai model ekonomi, juga memahami hukum dan prosedur World Trade Organization (WTO) sekaligus realitas industri di lapangan,” jelas Tommy.
Menurut Tommy, meningkatnya penggunaan instrumen trade remedies oleh berbagai negara menimbulkan tantangan baru bagi perdagangan Indonesia. Maka, Indonesia membutuhkan praktisi pengamanan perdagangan kompeten untuk mengimbangi tren tersebut. Kampus pun menjadi tempat yang tepat untuk mencetak praktisi pengamanan perdagangan yang mampu melindungi kepentingan nasional.
Lokakarya melibatkan empat Fakultas di UGM, yakni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, serta Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Lokakarya dihadiri kalangan mahasiswa dan pelaku usaha di Yogyakarta. Sinergi antara Kemendag dan UGM dalam kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian agenda Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) Goes to Campus untuk meningkatkan wawasan generasi muda terhadap isu perdagangan internasional.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Reza Pahlevi Chairul menyampaikan, trade remedies adalah instrumen yang sering digunakan oleh negara anggota WTO. Menurutnya, pembelaan dalam kasus trade remedies tidak hanya bergantung pada praktisi hukum perdagangan internasional, tetapi juga memerlukan kolaborasi lintas bidang.
“Perlu kolaborasi lintas bidang dalam mengajukan pembelaan pada kasus trade remedies. Kontribusi berbagai disiplin ilmu seperti analisis data, akuntansi forensik, dan ekonomi industri dibutuhkan dalam menyusun submisi pembelaan yang mencakup data, kebijakan regulasi, metodologi, hingga argumentasi hukum,” jelas Reza.
Reza berharap, lokakarya ini dapat memperluas wawasan mahasiswa dan pelaku usaha untuk mengetahui langkah yang dilakukan pemerintah dalam menangani kasus trade remedies. “Peserta diharapkan dapat memahami bagaimana merumuskan argumen serta poin-poin strategis agar menghasilkan submisi pembelaan yang solid dan komprehensif,” ujar Reza.
Sementara itu, Dekan Fisipol UGM sekaligus Caretaker Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM, Wawan Mas’udi menilai sinergi Kemendag dan UGM menjadi langkah strategis dalam penguatan kapasitas akademik, khususnya di bidang perdagangan internasional. “Semoga kerja sama ini memberikan manfaat besar dalam mencetak talenta muda yang kelak mampu membela kepentingan Indonesia di kancah global. Sinergi Kemendag dan UGM merupakan langkah penting dalam memperkuat kapasitas akademik di bidang perdagangan internasional,” ujar Wawan.
Salah satu peserta lokakarya adalah Petra Imanuel, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional UGM. Ia mengungkapkan, lokakarya ini telah membuka wawasannya terhadap isu-isu perdagangan internasional, terutama trade remedies. Selain itu, lokakarya tersebut juga menarik minatnya untuk mendalami bidang hukum perdagangan internasional.
“Lokakarya ini memberikan pengalaman bagi saya seputar isu perdagangan internasional, khususnya terkait penyusunan submisi pembelaan,” ungkap Petra.(*)