Kredit Melambat Dibanding Tahun Lalu, BI Ungkap Penyebabnya

Kredit Melambat Dibanding Tahun Lalu, BI Ungkap Penyebabnya
Ilustrasi freepik

Bank Indonesia menjelaskan sejumlah faktor dari sisi penawaran dan permintaan yang menyebabkan laju pertumbuhan kredit lebih lambat dari tahun lalu.

BANK Indonesia menjelaskan sejumlah faktor yang memengaruhi pertumbuhan kredit tahun ini tak sekuat tahun lalu. Angka pertumbuhan kredit masih di kisaran 7,7 persen pada November tahun 2025. Capaian tersebut meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat 7,3 persen, namun lebih rendah dari pertumbuhan kredit November tahun lalu yang tercatat 10,79 persen.

Adapun sepanjang 2025 target pertumbuhan kredit yang dipatok bank sentral pada kisaran 8-11 persen. “Kenapa kredit tak sekuat tahun lalu? Kita lihat memang kredit itu kalau bicara pasar dari sisi demand dan supply,” ucap Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin Juhro dalam taklimat media di Jakarta, 22 Oktober 2025.

Menurut dia dari sisi demand dipengaruhi permintaan kredit segmen korporasi dan rumah tangga. Di sisi korporasi, angka komitmen kredit yang belum ditarik atau undisbursed loan masih tinggi. Bank Indonesia mencatat undisbursed loan atau fasilitas pinjaman yang belum dicairkan pada November 2025 sebesar Rp 2.509,4 triliun atau 23,18 persen dari plafon kredit yang tersedia.

Solikin menjelaskan salah satu penyebabnya adalah pengusaha yang masih cenderung wait and see atau mengamati perkembangan pasar sebelum mengambil keputusan. Sedangkan dari segmen rumah tangga permintaan masih tertahan karena penurunan daya beli dan ekspektasi rumah tangga terhadap penghasilan pribadi yang belum kuat.

Dari sisi penawaran, faktor yang memengaruhi adalah persaingan pendanaan dan masih maraknya pemberian suku bunga khusus atau special rate oleh perbankan kepada deposan besar. Beberapa deposan meminta bunga khusus yang lebih tinggi dari suku bunga penjaminan semisal 5-6 persen. Sehingga pada akhirnya meningkatkan biaya penghimpunan dana atau Cost of Loanable Fund untuk disalurkan kembali menjadi pinjaman.

Faktor lain dari sisi supply adalah suku bunga kredit umumnya bersifat kaku atau rigid. Bank cenderung sangat cepat menaikkan bunga kredit saat suku bunga acuan naik, tetapi sangat lambat atau alot menurunkannya saat suku bunga acuan turun. Selain itu, dalam kondisi ekonomi yang tak menentu, bank juga cenderung meningkatkan premi risiko.

Menurut Solikin, untuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksempurnaan pasar ini perlu campur tangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Yakni BI, OJK, LPS dan Kementerian Keuangan. Meski demikian, ia menilai kredit yang tumbuh 7,74 persen pada November sudah cukup baik. Ia berharap pada akhir tahun atau Desember bisa tumbuh di atas 8 persen seperti target Bank Indonesia.

Sumber: Tempo.co

# Tag