Business Research

Belanja Negara 2014 Capai 1700 Triliun, Akankah Tuntaskan Pengangguran?

Belanja Negara 2014 Capai 1700 Triliun, Akankah Tuntaskan Pengangguran?

Anggaran belanja negara Indonesia tahun ini terbilang fantastis, yakni Rp 1.683 triliun. Padahal belanja negara tahun lalu dianggarkan 100 triliun lebih rendah, tepatnya Rp 1.548,3 triliun. “Perkiraan kenaikan tahun depan mencapai 100 triliun lagi,” kata periset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus. Artinya, belanja negara mungkin mencapai Rp 1.700 triliun.

Patut disayangkan, kenaikan ini sebenarnya tidak berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,3% tahun lalu. “Bahkan kesenjangan ekonomi semakin tinggi sekarang,” tegas Heri pada SWA online. Dibandingkan kelas menengah ke atas, ekonomi kelas bawah bertumbuh lamban.

Sektor industri untuk penyerapan tenaga kerja

Sekalipun tingkat pengangguran terbuka berkurang dari 6,32% pada Februari 2012 menjadi 6,14% pada Agustus 2012,sebanyak 62,7% tenaga kerja Indonesia baru terserap sektor informal. Padahal dibanding sektor formal, sektor informal sangat rentan gejolak ekonomi eksternal. “Mutu tenaga kerja Indonesia terbilang cukup rendah. Mengapa APBN tidak bisa mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan?” tanya Heri retoris.

Dalam penganggaran belanja negara selanjutnya, pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan perlu memperhitungkan target pengurangan kemiskinan tiap tahun. Selama ini, asumsi yang mendominasi nota keuangan hanya seputar nilai kurs, harga minyak dunia, dan produk domestik bruto (PDB). “Yang belum diasumsikan adalah angka pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi. Tinggal ditambahkan saja ke dalam asumsi makronya,” terang lulusan Institut Pertanian Bogor itu.

Kritiknya lebih lanjut, pengertian tenaga kerja di Indonesia berbeda dengan pengertian umumnya di negara lain. “Menurut data BPS, bekerja 1 jam seminggu sudah disebut pekerja. Di luar negeri, harus 15 jam seminggu,” papar Heri. Solusinya, porsi subsidi migas dalam APBN patut dikurangi.

Di samping itu, perusahaan perbankan milik pemerintah diharapkan membantu lewat penyediaan kredit produktif lunak yang difokuskan di pedesaan. “ Penggunaan kredit ini harus diawasi pula. Namun, bank di Indonesia masih berorientasi laba,” tutupnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved