Diajeng Lestari: Ingin Menjadi Wirausahawan yang Impactful
Perjalanan hidup Diajeng Lestari, atau akrab disapa Ajeng berubah sejak ia membangun HijUp.com. Bermanuver dari pekerja kantoran yang berada di zona nyaman, gaji cukup, kerja 8 jam, berubah menjadi tidak digaji (tapi menggaji), penuh tantangan setiap hari, dan tidak ada jam kerja resmi. Saat memulai, rasa antusias, bahagia, takut, ragu, campur aduk menjadi satu dalam benak perempuan kelahiran Bekasi, 17 Januari 1986 ini. Antusias dan bahagia karena HijUp.com adalah passion yang sejak lama ia inginkan. Ragu dan takut karena dirinya sama sekali belum pernah mengerjakan bidang ini. Putri pasangan H. Heru Soekotjo dan Endang Nurul Kusumawardhani ini mengakui bahwa modalnya kala itu juga belum banyak, karyawan pun belum ada. Namun dengan mengucap Bismillah…,dirinya memantapkan hati.
Awalnya, Ajeng hanya merekrut dua orang, admin komputer dan admin gudang. Admin komputer hanya masuk satu hari. Pada hari pertama HijUp beroperasi, ia memutuskan resign! “Entah mengapa. Aku shock dan panik. Bisa dibayangkan, hari pertama beroperasi, tapi adminnya tidak ada. Aku menangis hari itu, tapi aku berusaha menguatkan diri, dan mengerjakan urusan administrasi sendiri. Hampir semua hal aku lakukan sendiri, mulai dari membeli gantungan baju, menjadi stylist saat pemotretan, mengordinasikan pemotretan, sampai dealing dengan tenant. Kasarnya, aku menjadi direktur merangkap office boy (OB), “ ujar Ajeng mengenang.
Untuk pengerjaan website, Ajeng dibantu oleh tim IT dari perusahaan suaminya. Bagi istri dari pendiri Bukalapak.com, Achmad Zaky Syaifudin ini, masa-masa memulai bisnis merupakan momen penuh risiko, karena belum terlihat seperti apa jadinya bentuknya bisnis ini. Untuk itulah, Ajeng amat berhemat saat itu. Ruang kantor pun dibuat hanya berukuran 3 x 3 meter persegi.
Tantangan yang datangpun bukan hanya di lini internal, tapi juga eksternal. Bagaimana meyakinkan calon tenant dengan ide perusahaan yang dibawa. Saat menawarkan jasa HijUp.com, tak jarang ada yang mencibir, mulai dari nama perusahaan yang dianggap aneh sampai hasil foto yang jelek. Hal tersebut akhirnya justru menjadi masukan yang sangat berharga untuk terus mengembangkan perusahaan. Ajeng pun bercita-cita agar kelak HijUp.com dapat menjadi katalisator untuk pertumbuhan brand-brand Islamic fashion di Indonesia.
Dalam membangun perusahaan, Ajeng memaparkan bahwa terdapat dua landasan yang sangat penting: SDM (people) dan nilai (value). Merekrut karyawan yang baik adalah salah satu hal yang penting, karena untuk dapat berkembang, seorang entrepreneur harus mendelegasikan pekerjaannya. Rekrutlah orang-orang yang ahli, passionate, dan memiliki value yang sama dengan perusahaan. Value HijUp.com sendiri tercermin melalui T.H.E. : Trusted – Helpful – Empower.
Trusted : HijUp.com ada untuk memberikan produk yang baik, maka kegiatan kurasi dan quality control dijalankan secara cermat. Dengan begitu, rekomendasi yang kita berikan adalah rekomendasi yang dapat dipercaya, sehingga customer tidak repot lagi dalam mencari produk fashion yang berkualitas.
Helpful: HijUp.com mengedepankan nilai helpful. Tujuan perusahaan ini adalah dapat bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya manusia di dunia. Elemen utama perusahaan ini adalah manusia, bagaimana para karyawan, tenant, dan customer mendapatkan pelayanan yang maksimal.
Empower: HijUp.com memiliki tujuan untuk memberdayakan muslimah. Sesuai dengan tagline “Be Fabulous with HijUp!” dan kampanye “Get Up with Your Hijab”, Ajeng ingin para muslimah berhijab mampu berkarya secara maksimal dari segi look, moral, dan spirit.
HijUp.com merupakan e-commerce Islamic fashion pertama di dunia. Dalam waktu satu tahun telah berhasil mencapai 1,5 juta visitor (data per Januari 2013). Jumlah tersebut meliputi pengunjung dari dalam dan luar negeri. Video tutorial hijab yang dipublikasi lewat channel Youtube pun ditonton lebih dari 8 juta lebih penonton (per Januar 2013).
Berkat kegigihannya, akhirnya lahirlah sebuah buku berjudul HIJUPRENEUR yang menceritakan “Why&How” Diajeng Lestari membangun HijUp.com dari nol sampai menjadi e-commerce Islamic fashion pertama dan terbesar di Indonesia saat ini, bahkan dunia. Buku dari penerbit QultumMedia tersebut rencananya akan dilaunch dalam waktu dekat. Berikut wawancara Gustyanita Pratiwi dengan Diajeng Lestari:
Apa latar belakang pendidikan Anda dan bagaimana awal memulai bisnis ini?
Dulu saya kuliah di FISIP Universitas Indonesia, jurusan Ilmu Politik. Sejak kuliah, bukan hanya suka belajar ilmu politik, tapi saya juga suka mencari mata kuliah lain. Jadi belanja mata kuliah di fakultas-fakultas lain istilahnya. Salah satunya mata kuliah Management of Changes di FEUI. Dan, sejak mendapatkan mata kuliah tersebut, saya jadi punya inspirasi untuk menjadi agen perubahan bagi Indonesia yang lebih baik. Apalagi kuliah saya adalah ilmu politik. Dengan kondisi politik Indonesia yang seperti ini, saya ingin memperdalam dinamika Indonesia sejak sejarah kemerdekaan hingga sekarang? Kok kita enggak jadi-jadi negara maju? Apa masalahnya? Setelah lulus tahun 2008, saya bekerja di GTZ, lembaga pemerintahan Jerman yang bekerja sama dengan Indonesia di bidang pelayanan publik. Sejak bekerja di sana, saya menemukan bahwa Indonesia itu sangat berpotensi. Indonesia adalah negara yang sangat besar dengan potensi yang sangat luas. Memang kita memiliki kendala di pemerintahan, terutama birokrasinya. Ketika kita ingin mengubah sesuatu yang berada di luar kontrol kita, maka terasa sangat sulit. Akhirnya, setelah kurang lebih setahun, saya keluar. Kemudian saya bekerja sebagai marketing research Mars. Sejak di Mars tersebut, saya mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana membuat brand, positioning brand, penerimaan pasar yang baik, membaca pasar, melihat potensi yang ada di Indonesia, dan lain-lain. Di sana saya bertahan cukup lama juga, yakni hampir dua tahun. Dari situ saya melihat bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar secara market. Kalau dulu, sewaktu masih di GTZ, melihat besarnya adalah secara potensi SDM dan melihat fakta-fakta di lapangan bahwa masyarakat banyak yang masih tertinggal di daerah-daerah. Jadi keprihatinan terhadap negara itu saya rasakan sangat dalam sewaktu di GTZ. Bahkan sewaktu akan mengundang salah satu birokrat di daerah, kalau tidak salah Sekda, di kantor Sekda tersebut, fax kertasnya habis. Saya bilang, sudah mbak ambil saja kertas yang lain. Lalu dia menjawab, mbak kalau di sini beli kertas itu 20 kg. Jadi seperti itulah kondisi di negara kita. Fakta memang mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi negara yang kurang sejahtera, tapi potensi untuk menjadi sejahtera sangat besar. Dan akhirnya, setelah dua tahun saya bekerja, saya merasa harus melakukan hal yang lebih impactfull lagi. Keluar dari Mars, saya berkontemplasi lagi, mau buat apa lagi nih? Akhirnya saya memutuskan untuk membuat e-commerce HijUp.com ini. Kenapa? Karena awalnya saya menyukai bidang yang visual. Bisa dibilang, itu bakat dari lahir juga. Jadi saya suka melihat foto fashion, pemotretan, dll. Nah, saya ingin balik lagi ke potensi saya yang sebenarnya. Kebetulan waktu itu ada teman yang memang anggota hijab community juga. Dia juga membuat line fashion. Terus saya bertemu, akhirnya saya tanya, apa sih yang dia butuhkan dari bisnisnya supaya lebih berkembang? Ternyata dia membutuhkan sistem. Jadi saya melakukan survei singkat ke beberapa calon klien. Ternyata mereka membutuhkan sistem yang bisa membuat kegiatan bisnisnya ini lebih teratur, kapan dia harus stok, beli bahan, bikin desain baru, berapa banyak potensi pasarnya, dan lain-lain. Nah, kebetulan lagi saat itu suami saya sudah membuat perusahaan IT, suitmedia, jadi ide ini saya sampaikan juga ke suami. Alhamdulilahnya, kami bisa berkolaborasi. Jadi dari ide awal ini, kami olah untuk menjadi bukan hanya software yang sifatnya satuan untuk satu klien. Tapi kami menggugah satu platform yang bisa digunakan oleh banyak orang. Akhirnya terbentuklah HijUp.com ini pada Agustus 2011. Awal-awal baru ada 14 tenant yang sudah bergabung, sampai sekarang sudah ada 70 brand. Istilahnya kami sebagai wadahnya, bukan tenant–nya. Jika dianalogikan sebagai sebuah mal, ya HijUp.com adalah malnya. Kalau mal offline itu kan ada tempatnya, ada SPG-nya, nah kami sifanya adalah sebagai mal online. Jadi kami sediakan sistemnya, platform–nya, customer service yang menghubungi lewat telepon, email, social media, dll.
Jadi saat memulai bisnis ini bareng suami?
Suami peranannya lebih mem-backup sistem IT-nya. Karena sudah ada perusahaannya milik sendiri bernama suitmedia.
Jasa yang ditawarkan?
Layanan e-commerce.
Modal awal berapa?
Maaf, saya belum bisa share, modal awal itu tidak terlalu besar. Dan lagi ini kan start up ya. Start up kan kebanyakan modalnya dari nol. Jadi untuk modal utama yang mau saya garis bawahi adalah keteguhan hati. Ketika kita benar-benar ingin membuat sesuatu, kalau kita persisten di situ, Insya Allah bisa terijabah.
Target pasar?
Muslimah muda di Indonesia mulai dari 20-35 tahun. Dan kebanyakan karyawan yang sudah bekerja. Kenapa? Karena kebutuhan untuk grooming dari segi penampilan yang paling banyak adalah karyawan. Mereka sudah dituntut untuk grooming, Bahkan hal tersebut kerap kali menjadi salah satu penilaian di beberapa perusahaan. Grooming, need, bersih, itu semua menjadi satu penilaian di beberapa perusahaan. Dan ketika sudah masuk ke ranah profesional, hal semacam ini akan menjadi satu tuntutan yang harus dipenuhi. Nah, kebanyakan, orang memakai hijab kan identik dengan image terbelakang, kampungan, tidak gaya, tidak stylish, tidak bisa bergaul, terbelakang, dan lain-lain. Jadi, kebanyakan negatif image–nya. Kenapa saya bikin HijUp.com yang targetnya adalah muslimah muda terutama karyawan? Dulu waktu saya kerja juga begitu. Bos saya juga menuntut agar karyawan itu tampil grooming. Karena ketika menjadi karywan, kita akan banyak bertemu dengan klien, dan itu membutuhkan penampilan yang baik.
Syarat tenant untuk bisa masuk HijUp.com?
Ada 3 K syaratnya.
Yang pertama kreatif, kami di sini menjadi katalisator untuk Indonesia agar bisa menjadi pusat busana muslim dunia. Kreatif di sini, karena untuk menjadi pusat fashion itu harus ada banyak desainer yang membuat desain-desain baru, bukan sekedar meng-copy. Kalau meng-copy, jatuhnya jadi terlalu masif dan sama. Dan, itu tidak baik untuk ekosistemnya. Nanti value-nya juga akan berkurang kalau tidak unik.
Kedua, kualitas. Jadi untuk menjadi pusat Islamic Fashion di dunia, kami tidak bisa tawar-menawar dari segi kualitas, karena kami bersaing dengan brand luar. Brand luar secara agresif sekarang masuk ke Indonesia. Mereka jualnya apa sih? Kualitas produknya. Nah, Indonesia juga harus bisa menyejajarkan posisi itu dengan adanya kualitas. Sehingga bagaimanapun juga HijUp.com harus menjaga kualitas.
Ketiga, karakter. Karakter di sini maksudnya adalah brand. Brand yang masuk ke HijUp.com harus memiliki karakter yang kuat dari brand-nya, tidak sekadar ikut-ikutan.
70 brand lebih itu semua berasal dari Indonesia?
Ya. Beberapa kali brand luar pernah ada yang mau masuk, seperti Dubai, Malaysia, dan India, pernah kontak saya, bahkan ada yang sampai datang ke kantor juga. Dari Dubai, dia meminta masuk ke HijUp.com. Tapi saya tawarkan, kalau mau dibikinkan website saja mau enggak sama perusahaan suami saya? Tapi dia bilang tidak mau. Dia mau masuknya e-commerce HijUp.com. Kenapa? Karena market-nya ada di sana. Tapi saya bilang, komitmen saya dari awal adalah membesarkan brand Indonesia, jadi kami tidak bisa terima brand dari luar. Sebenarnya itu malah menguntungkan untuk orang Indonesia. Karena kita harus bisa merebut pasar Indonesia sendiri. Sayang kalau misalnya, saya masukkan brand luar, iya kalau dengan kapasitas yang sangat baik sih bagus ya, tapi taste–nya masih taste luar. Harusnya Indonesia bisa mengembangkan taste-taste sendiri yang memang sudah tahu pasarnya bagaimana. Karena apa? Karena mayoritas pasarnya itu ada di Indonesia.
Pembagian keuntungannya bagaimana?
Konsiniasi. Presentasinya saya belum bisa bilang.
Ada tidak sih pesaing untuk e-commerce hijab?
Kalau untuk saat ini, kami yang menjadi market leader–nya Islamic Fashion. Hanya beberapa yang saya lihat mulai bikin grow online juga. Hanya kalau untuk yang sistem seluruhnya hiijab, masih kami.
Keunikan?
Di sini kami ingin memindahkan experience offline ke online. Jadi keunikannya adalah, kami membuat foto produk yang sangat detail. Kalau saya melihat di online-online yang lain, belum sedetail itu. Dari sini kami ingin menyajikan experience offline ke online, sehingga orang benar-benar bisa melihat detail produknya seperti apa. Kemudian, ada detail produknya, jadi diperlihatkan dari segi bahannya, pakai bahan apa, ukurannya seperti apa, panjang lengannya, lingkar pinggangnya, lingkar pinggulnya, dan sebagainya. Orang tidak usah melihat barangnya secara langsung, tidak usah pegang, tapi bisa merasakan itu lewat website.
Cara meraih pasarnya?
Kami di sini menggunakan social media juga karena kami sistemnya online.
Strategi promosinya lebih ke?
Social media. Terus ada youtube. Untuk Islamic Fashion, kami yang paling besar di dunia. Sekarang page views–nya sudah 8,9 juta, jadi hampir 9 juta per harinya. Dengan views sebanyak ini, akan menjadi salah satu channel promosi kami juga. Biasanya kalau ada tutorial, kami langsung publish, nanti orang jadi penasaran, apa sih HijUp.com ini? Kami ada blog juga.
Pernah ada komplain, misalnya foto dengan barang yang diterima pembeli beda?
Alhamdulilah sih tidak. Kenapa beda? Karena layarnya keterangan/kegelapan. Tapi selama ini sih sesuai dengan apa yang ada di foto, dan di sini kan kami kasih penjelasan juga warnanya apa, dan sebagainya.
Apa saja produknya?
Aksesoris, hijab, bajunya, tas, shoes, majalah, dll.
Bagaimana tenat-tenant tersebut bisa masuk?
Jadi di web-nya ada formulir, setiap orang yang punya brand, dan dia memenuhi 3 K tadi, dia bisa mendaftarkan brand-nya dan contoh-contoh produknya di situ. Nanti ada tim kurator yang akan menilai produk-produk mana yang layak masuk/tidak. Sampai saat ini ada ribuan yang sudah mendaftar, tapi karena kami sangat selektif dengan syarat 3K tadi, sehingga yang baru kami terima 70 tenant.
Tantangan?
Lebih ke bagaimana mendapatkan new talent di bidang fashion, mulai dari desainer yang berkualitas, sadar dengan brand-nya, karena kan kami punya cita-cita yang besar sekali tuh, jadi pusat busana muslim di dunia, untuk itu kan harus banyak brand busana muslim yang bagus, kalau saya kasih pembanding di Inggris dan Jepang e-commerce fahion-nya, sudah ada ratusan brand.
Rencana ke depan?
Dalam waktu dekat ini akan mengadakan kegiatan offline di FX Sudirman, namanya Hijab Festival dari 12-14 April 2013. Ada beberapa yang ikut. Jadi akan ada bazar sehingga bisa lihat produk-produknya seperti apa. Kemudian ada malam final pemilihan Hijab Model Look, talkshow dengan narasumber-narasumber yang mumpuni di bidang fashion, misalnya Irna Mutiara, desainer senior, dosen Islamic Branding juga dari Paramadina. Jadi di hari pertama itu akan membahas tentang potensi Indonesia menjadi pusat busana muslim. Kami juga ada hijab tutorial, make up tutorial, sampai Malam Grand Final Hijab Model Look. Dan hari terakhirnya kami ada Moral Day, kami membahas tentang bagaimana share and care, bagaimana sisi-sisi kegiatan sosial yang akan kami lakukan di samping kegiatan bisnis yang kami lakukan. Targetnya adalah mengibarkan value/ide HijUp.com ini yaitu Indonesia sebagai pusat busana muslim dunia, bagaimana kita bisa balance antara looks, moral, dan spirit khas orang muslimah. Sampai hari ketiga, kami bisa mendalangi sisi sosial apakah impactfull atau tidak ke masyarakat.
Apa obsesi Anda?
Ingin seperti Richard Branson, dia pemilik brand Virgin, karena sepak terjngnya di dunia bisnis itu bisa dibilang gila. Line pertama kalinyaadalah koran kampus, recording, tempat jualan kaset musik, segala macam, sampai akhirnya, sekarang dia bisa bikin Airlines dan incubator bisnis juga. Jadi dari mulai bisnis yang kecil sampai sekarang menjadi bisnis yang besar dan impactfull bagi banyak kalangan. Dan dari inkubator bisnisnya itu, dia bisa melahirkan enterpreneur-enterpreneur muda yang baru dan sukses juga. Jadi obsesi saya sih ke depannya ingin bisa menjadi enterpreneur yang lebih impactfull lagi.
Pandangan Anda mengenai trend hijab di Indonesia?
Jilbab sendiri masuk ke Indonesia dipengaruhi oleh Revolusi Iran 1979. Sebelumnya tahun 1945, coba lihat, ada tidak yang pakai jilbab? Fatmawati saja, istri Soekarno pakai jilbab baru sebatas selendang. Jadi Revolusi Iran itu berdampak ke Indonesia. Di dalam Al Quran sendiri ada ayat yang menyebutkan bahwa pakai jilbab itu wajib dan orang-orang mulai sadar untuk pakai jilbab. Pada saat Orde Baru, suasana politiknya kan represif, otoriter, sehingga orang tidak bisa berekspresi dengan baik. Makanya jilbabnya flat saja. Tidak ada warna-warni, satu gaya saja, serta tidak umum. Jadi ternyata sistem demokrasi di suatu negara memang mempengaruhi budaya masyarakatnya, dan budaya masyarakat itu juga mempengaruhi fashion–nya. Sejak reformasi tahun 1998, akses dan pertumbuhan internet mulai membaik. Maka saat itulah banyak muslimah yang aktif dan ingin merefleksikan diri dengan lebih kreatif lagi agar mendapatkan tempatnya. Apalagi ditunjang dengan media massa yang menyebarkannya. Ketika social media mulai massif tahun 2009, kemudian juga sudah mulai banyak yang bloging, Facebook, Twitter, maka informasi mengenai fashion hijab inipun menyebar dengan sangat cepat. Sampai akhirnya tahun 2010 ada hijabers community. Jadi, informasinya berkembang lebih cepat lagi dan diterima dengan baik oleh masyarakat karena masyarakat kita adalah masyarakat terbuka, kreatif, dan selama masih bisa sesuai dengan syariah, menutupi dada, tidak ketat berlebihan dan membentuk tubuh, tidak transparan, masih sesuai dengan kaidah Islam, It’s okey.