Trio Mendongkrak Kemchicks
Di usianya yang melewati 74 tahun, Bambang Mustari Sadino masih berpenampilan seperti dulu. Celana jins pendek kiwir-kiwir dan lengan kemeja digulung pendek adalah ciri khasnya. Rambut dan kumisnya yang berwarna putih membuat penampilan pria yang kerap dipanggil Om Bob ini kian nyentrik.
Sejauh ini Bob dikenal sebagai pengusaha agrobisnis; pemilik tunggal Kems Grup (KG), perusahaan yang dibangunnya lebih dari 30 tahun silam. Di bawah KG, berdiri sejumlah anak usaha yang mengelola bidang agrobisnis dari hulu ke hilir: PT Boga Caturrata (ritel), PT Kemang Foods Industries (produksi pengolahan makanan) dan PT Kems Farm Indonesia (perkebunan). PT Boga Caturrata sudah beranak-pinak, yang bergerak di luar jalur pertanian: PT Lambung Andal (katering, restoran, kafe), PT Andal Citra Promotion (percetakan dan majalah) serta PT Kemang Nusantara Travel (agen perjalanan).
Bob telah lama dikenal nyeleneh dan keluar dari pakem — istilah kerennya, maverick. Contoh mutakhir, dalam pertemuan dengan beberapa pengusaha usaha kecil-menengah di rumahnya, 6 Juni lalu, seorang pengusaha wanita menanyakan alih generasi GK kepada anak-anaknya. Namun, apa jawaban Bob? â€ÂSaya tidak perkenankan kedua putri saya duduk di perusahaan.†Jelas, jawaban ini tidak memuaskan. â€ÂJadi, rencananya akan diwariskan kepada siapa?†tanya ibu tadi penasaran. â€ÂSaya tidak pakai rencana,†Bob menjawab seenaknya. â€ÂBagaimana kalau nanti Om sudah tidak ada?†ibu itu melanjutkan. â€ÂEmangnya gua pikirin. Kalau saya sudah mati, mau bubar atau maju bukan urusan saya lagi,†ungkapnya blak-blakan yang disambut tawa riuh tamu yang hadir.
Entah tulus ataupun tidak, jawaban yang bagi kebanyakan orang dianggap aneh itu justru logis di mata Bob. Pendiriannya untuk tidak melibatkan anak atau saudara di perusahaan ini diambil lantaran ia tidak ingin ada konflik kepentingan. Selain itu, ia pun tak ingin memaksakan kehendak kepada anak. â€ÂAnak-anak saya bebas menentukan pilihan,†ujarnya tandas. Lagi pula, â€ÂAnak saya berpikir ngapain kerja sama Bapak? Mereka dilahirkan sebagai anak orang kaya. Kalau saya, anak orang miskin, makanya saya bekerja.â€Â
Hal yang sama berlaku untuk Kemchicks yang kini dikelola PT Boga Caturrata. Selama puluhan tahun sejak supermarket ini berdiri (pada 1969), Bob tak punya keinginan berekspansi. Padahal, brand-nya kuat. Ketika pasar ritel modern makin berkembang di Jakarta, lelaki nyentrik ini juga tidak ikut-ikutan berekspansi. Ia bertahan dengan satu gerai saja. Dalam satu artikel di sebuah media beberapa tahun lalu, Kafi Kurnia pernah membahas strategi pemasaran Bob yang, menurutnya, mengacu pada konsep pulang ke rumah. â€ÂKemchicks selalu ramai dan terkenal di mana-mana. Walaupun demikian, Bob Sadino tidak pernah tergiur untuk membuka cabang di manapun,†tulis Kafi. Dan seperti dituturkan Bob dalam tulisan itu, Kemchicks didesain sebagai rumah belanja. â€ÂRumah itu biasanya cuma ada satu. Kalau banyak, nanti jadi vila dan apartemen,†demikian alasannya. Karena hanya ada satu, Kemchicks menjadi unik, beda dan selalu istimewa.
Di luar alasan tersebut, Bob mengaku senang dengan sikapnya yang easy going. Menurutnya, sikap ini melahirkan ketegaran dalam menghadapi berbagai hambatan, serta membuatnya senantiasa melihat ke depan. Sikap easy going — ditambah ingin tampil beda — inilah yang membuatnya keukeuh pada pendirian bahwa gerai Kemchicks cukup satu saja. â€ÂKalau satu saja, kenapa?†ujarnya kepada SWA. Terkesan aneh, memang, mengingat sebagian besar pengusaha cenderung berekspansi selagi ada kesempatan.
Diakuinya, banyak orang bertanya, â€ÂOm, kenapa Kemchicks hanya satu?†â€ÂItu bukan karena saya arogan,†katanya seraya menjelaskan, â€ÂMenerjemahkan cukup itu gimana sih? Cukup itu buat saya ketika bisa mendapatkan sepiring nasi setelah tidak makan selama beberapa hari. Itu merupakan sukses saya yang terbesar. Jadi, kalau hanya dengan satu Kemchicks saya sudah merasa cukup, kenapa harus dua?â€Â
Bob memaparkan, selama ini orang hanya melihat bisnisnya dari sisi Kemchicks yang selama bertahun-tahun tak pernah bertambah gerainya. Namun, ia menandaskan, ia tidak hanya memiliki Kemchicks. Di belakangnya ada Kems Farm yang mempekerjakan ribuan orang. Itu belum termasuk pemasok yang menyuplai produknya ke Kemchicks. â€ÂTampilannya memang satu. Tapi di belakangnya melibatkan banyak orang. Ribuan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur saya libatkan,†tuturnya menjelaskan. Kemchicks yang menjual lebih dari 18 ribu item memang didominasi produk makanan dan pertanian yang dihasilkan sendiri.
Bob boleh bersikukuh dengan prinsip â€Âthere is only one Kemchicksâ€Â. Namun, roda zaman berputar, dan Bob jelas tak kuasa menahan putarannya. Terbukti, tidak jauh dari Kemchicks, telah menggeliat supermarket sejenis (menyasar ekspatriat), Ranch Market. Dibanding Kemchicks, Ranch Market bisa dikatakan berkembang lebih cepat. Sejak berdiri pada 1998 (29 tahun setelah Kemchicks), Ranch Market telah memiliki empat cabang di Jakarta: Pondok Indah, Mampang, Dharmawangsa Square dan Kebon Jeruk.
Yang menarik, situasi ini tampaknya membuat Bob tak lagi merasa cukup dengan satu Kemchicks. Terlebih, seperti diakuinya, selama dua tahun terakhir pendapatan Kemchicks cenderung datar. Kecuali Sabtu dan Minggu, jumlah pengunjung pada hari-hari biasa berkurang. Bob mengungkapkan, jumlah pengunjung gerai Kemchicks sekarang rata-rata sekitar 2.500 orang/hari. Bandingkan dengan Ranch Market. Menurut Erna Esti Utama, Manajer Pemasaran & Public Relations Ranch Market (PT Supra Boga Lestari), rata-rata total pertumbuhan penjualan dari semua gerainya sebesar 30%-40% per tahun. Sebagai contoh, jumlah pengunjung Ranch Market Kebon Jeruk pada hari biasa (Senin-Jumat) sekitar 300 orang/hari dan mencapai 500 orang pada akhir pekan. Sementara gerai Pondok Indah sekitar 600 orang/hari dan 1.000 orang di akhir pekan.
Menyiasati dinamika yang berkembang, Bob mengambil kebijakan yang mematahkan pakemnya selama ini. Ia menggandeng Suzy Dharmawan — putri ikon peritel Indonesia, Hari Dharmawan — untuk menjadi mitra mengembangkan gerai Kemchicks. Tepatnya, mendirikan Kemchicks di Pacific Place Sudirman, Jakarta (depan Gedung Bursa Efek Jakarta). “Saya memilih keluarga Hari Dharmawan karena sevisi dan semisi dalam membangun jaringan ritel lokal yang berpikir global,†kata Bob. Adapun bentuk kerja samanya, Suzy yang menyediakan lahan (ruang) untuk gerai-gerai Kemchicks, sedangkan Bob yang menyediakan sistem pengelolaan toko, standar kualitas dan suplai produk.
Atas nama perusahaan milik Suzy, Kemchicks menjadi anchor tenant Pacific Place dengan luas ruangan yang disewa sekitar 2.500 m2 — 1.000 m2 menjadi area selling dan sisanya untuk service park. Urusan menyewa tempat di Pacific Place, dijelaskan Bob, sepenuhnya wewenang Suzy. Tim manajemen KG, khususnya Kemchicks, bertugas men-set up produk dan sistem operasional supermarket seperti yang diterapkan selama ini di Kemchicks Kemang. “Hubungan kami lebih bersifat joint venture,†tutur Bob. Berapa besar kepemilikannya?
“Hm…, yang pasti Kems Food masih menjadi pemilik Kemchicks,†ungkapnya. 100%? “Ah, tidak bisa saya katakan karena komitmen kami dengan Ibu Suzy,†katanya. “Yang pasti, hubungan kami sama-sama menang. Brand dan sistem manajemen operasional dari kami, termasuk standar rekrutmen SDM,†katanya lagi. Apakah ini berarti Kemchicks mulai diwaralabakan?
Bob menggeleng. Menurutnya, kerja samanya dengan Suzy dan suaminya (Hutomo) bukan dalam bentuk waralaba. â€ÂKemchicks tidak akan diwaralabakan sampai kapan pun karena tidak akan ada kontrol dalam hal kualitas layanan dan produk. Kems Food Group tetap menjadi pemilik Kemchicks,†ungkapnya pasti. Dan pengusaha gaek ini pun hanya tertawa ketika ditanyakan apakah lay-out gerai Kemchicks di Kemang dan di Pacific Place akan mirip dengan gerai Ranch Market di Pondok Indah. “Rahasia,†ujar lelaki kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 ini. Akankah mirip Sogo Foodhall? “Rahasia! Nanti kamu bisa lihat deh,†katanya, enggan menjelaskan.
Yang jelas, lanjutnya, dasar menjalin kerja sama dengan Suzy-Hutomo semata-mata bisnis. Bob mengungkapkan, selama ini bukannya tidak ada orang yang melobinya untuk bekerja sama. Lalu, apa kelebihan Suzy dan Hutomo? Bob tertarik bekerja sama dengan pasangan ini lantaran di matanya, Suzy dan Hutomo adalah pebisnis muda yang gigih. â€ÂAwalnya, dia (Hutomo) tidak berniat bekerja sama dengan saya. Dia mau bantu Om. Ternyata kami punya kepribadian dan selera yang sama,†tuturnya tentang Hutomo.
Di luar itu, ia juga melihat sosok Hutomo sebagai orang muda yang punya visi. Tak mengherankan, ia berani mempertaruhkan nama Kemchicks bersama Suzy-Hutomo. â€ÂPak Hutomo itu orang hebat,†katanya seraya mengacungkan jempol. Yang tak kalah penting, â€ÂKami sudah punya chemistry work,†ujarnya. Kebetulan pula, keluarga Dharmawan dikenal sebagai pelaku bisnis ritel yang disegani di Tanah Air. “Khususnya karena kami sama-sama orang Indonesia yang mengembangkan bisnis ritel lokal dari nol dan berharap terus eksis,†ujar Bob optmistis. Sayang, Suzy dan Hutomo tak bisa dikonfirmasi mengenai kolaborasi ini.
Yang pasti, karyawan Kemchicks Pacific Place akan banyak direkrut dari sekolah perhotelan. Mengapa? Ada jasa gourmet dan kitchen yang memungkinkan tamu meminta bantuan koki Kemchicks memasakkan makanan yang diinginkan. Hasil belanjaan di Kemchicks pun bisa dibawa pulang atau dimakan di tempat yang sengaja di-set up seperti resto.
Mencermati gerakan ini, maka muncul pertanyaan: berubahkah Bob?
Kehadiran Kemchicks Pacific Place, menurut Bob, bukan karena dirinya merasa dikepung pesaing. Kini, dikatakannya, jumlah ekspat yang menetap di Indonesia, khususnya di Jakarta Selatan, makin banyak. Artinya, bisa ditafsirkan bahwa ia bergerak karena sasaran juga terus bertambah banyak.
Well…, suka ataupun tidak, terlihat dari luar, Bob memang terlihat telah keluar dari pakem bahwa Kemchicks hanyalah satu. Apakah ia telah berubah karena persaingan seiring dengan dinamika pasar, faktanya, penambahan gerai di Pacific Place juga akan diikuti perombakan gerai Kemchicks di Kemang Raya, baik interior maupun eksteriornya. Kelengkapan barang pun diperbaiki, khususnya yang sangat dibutuhkan ekspat yang tidak dijual di supermarket biasa. Barang-barang tersebut secara khusus diimpor dari beberapa negara. “Ya, sudah saatnya Kemchicks Kemang berdandan cantik kembali,†ungkap Bob yang menolak menyebutkan nilai investasi proses refurbishment gerai di Kemang ini.
Perkara berdandan ini memang penting karena bisa membuat pelanggan yang loyal tetap datang. M. Radhi A. Razak, pelanggan yang dijumpai ketika sedang berbelanja di Kemchicks, mengatakan, ia berbelanja sini karena dekat dengan rumahnya di kawasan Prapanca. Razak yang bekerja di Kedutaan Besar Malaysia untuk Indonesia ini sering berbelanja di Kemchicks karena kental dengan suasana Asia. â€ÂBanyak produk impor Asia yang biasa saya temui dan kenal di supermarket di Kuala Lumpur, Malaysia,†tutur pria asal negeri jiran ini. Di supermarket lain, masih kata Razak, produk impor yang dijual kebanyakan untuk orang-orang Eropa.
Menggunakan kacamata manajemen, langkah Bob me-leverage Kemchicks lewat ekspansi merupakan hal yang wajar, terlebih seperti diakuinya di atas, selama dua tahun terakhir pendapatan Kemchicks cenderung datar. Di atas kertas, amat berbahaya membiarkan Kemchicks sendirian dalam kepungan pesaing. Melebarkan sayap tentunya berpotensi meraih pelanggan lebih banyak. Namun, bagaimana dengan prospek gerai di Pacific Place? Tepatkah membuat kebijakan ini?
Pengamat ritel dari Aprindo, Sugianto Wibawa, menuturkan, Di Kawasan Bisnis Pusat Sudirman (SCBD), Kemchikcs akan berhadapan dengan Grand Lucky yang mengambil alih Clubstore. Kebetulan, pemilik Grand Lucky adalah pemilik toko Lucky di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta, spesialis berjualan barang-barang impor dan buah. Toko Lucky ini kental dengan suasana oriental (Chinese). Grand Lucky pun akan menjual barang impor seperti yang ditawarkan toko Lucky. Baik Grand Lucky maupun toko Lucky menyasar kalangan ekspat. Produk yang ditawarkan adalah produk yang biasa dikonsumsi orang-orang asing, seperti susu dalam kemasan besar, keju dan buah-buahan yang jarang tumbuh di Indonesia. Dalam pengamatan Sugianto, kehadiran Grand Lucky bisa dianggap sebagai pesaing baru Kemchicks yang juga menyasar kaum ekspat.
Sugianto menilai, Kemchicks dulu dan sekarang sangat berbeda. â€ÂSebelum 1995, Kemchicks ramai pengunjungnya. Sekarang tidak seramai dulu lagi. Jujur saja, saat ini Ranch Market lebih kelihatan geregetnya,†tuturnya mengomentari. Dilihat dari jumlah gerainya pun, Ranch Market lebih banyak. Jumlah gerai Ranch Market di kawasan Jakarta Selatan yang tidak jauh dari gerai Kemchicks di Kemang, ada tiga: di Mampang, Dharmawangsa Square dan Pondok Indah. Mau tak mau keberadaan Kemchicks terjepit di antara Ranch Market Mampang dan Pondok Indah.
Sejauh ini Sugianto melihat Kemchicks kental dengan suasana Western, Japanese dan Korean. Pertanyaannya, bagaimana konsep yang akan diterapkan di Pacific Place? â€ÂKalau konsep yang dipilih hanya meng-copy paste dari Kemchicks Kemang, saya pikir mengapa harus membuka gerai di sebuah mal? Kenapa tidak buka gerai sendiri saja?†ujarnya balik bertanya.
Menurutnya, pengunjung mal adalah orang yang datang tanpa tujuan berbelanja kebutuhan rumah tangga, tetapi jalan-jalan (windows shoping). Jika komunitas yang disasar Kemchicks Pacific Place kelak sama dengan komunitas Kemchicks Kemang, Sugianto meragukan keberhasilannya. Pasalnya, â€ÂApa iya orang bule mau berbelanja di gerai yang bergabung dengan mal?†ungkapnya ragu. Asal tahu saja, ekspat yang datang ke Kemchicks atau Ranch Market benar-benar bertujuan berbelanja kebutuhan rumah tangga. Datang, berbelanja, lalu pulang. Kebetulan, Kemchicks Kemang berada dalam komunitas ekspat yang demikian.
Bila Kemchicks membuka gerainya secara independen alias tidak bergabung dalam mal, atau sekalipun buka gerai di mal tetapi yang sudah terbukti keramaian pengunjungnya, seperti Citos, Sugianto akan melihatnya berbeda. â€ÂSaya cenderung mengatakan kesuksesan Kemchicks di mal sangat tergantung pada tingkat keramaian mal. Kalau malnya sepi, akan susah bagi peritel yang bersangkutan. Berapa lama peritel mampu membayar sewa terus-menerus sementara penjualannya sepi?†tuturnya sanksi. Dengan demikian, ia menandaskan, berhasil-tidaknya Kemchicks di Pacific Place sangat tergantung pada konsep malnya.
Seandainya Pacific Place tetap bertahan sebagai mal A+, adakah jaminan dengan membuka gerai Guci, Bally, atau Louis Vutton bakal mendatangkan pengunjung yang lebih banyak?
Menurut Sugianto, seseorang yang datang membeli produk mahal bukanlah orang yang membeli barang secara impuls. Pembeli produk mahal akan berbelanja di gerai karena memang sudah diniatkan dari rumah. Lagi pula, belum tentu dalam sebulan ia berkali-kali berbelanja di gerai-gerai mahal.
Sekalipun logis, analisis di atas hanya di atas kertas. Masa depan Kemchicks akan bergantung pada strategi Bob dan duet Suzy-Hutomo menyisati hal-hal tersebut. Tantangan mereka adalah bagaimana membuat Kemchicks tetap â€Âunik, beda dan selalu istimewaâ€Â, seperti dikatakan Bob.
Persoalannya, sang pesaing tak tinggal diam. Ranch Market juga ingin terus melakukan diferensiasi. Contohnya, menggelar pameran produk makanan dan minuman dari Italia dan Australia. Pameran ini akan menarik minat para komunitas Italia di Jakarta: yang bekerja di kedutaan, lembaga-lembaga Italia, sekolah, dan sebagainya. Selain itu, Ritel ini juga cukup tematik. Ranch Market Kebon Jeruk, umpamanya, kental dengan produk oriental atau Chinese. Sementara Ranch Market di Jakarta Selatan, yang mengepung Kemchicks, lebih didominasi western product.
Reportase: Tutut Handayani dan Andry Mahyudi/Riset: Sarah Ratna