Inovasi Monsanto untuk Pertanian Berkelanjutan
Perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, Monsanto Indonesia, sudah siap untuk memproduksi benih jagung transgenik. Benih ini dipandang sebagai salah satu langkah mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, yang bisa membantu meningkatkan produksi jagung.
“Sekarang ini, kami dalam tahap mendapatkan data yang harus kami submit untuk tahan keamanan lingkungan. (Untuk) pangan dan pakan sudah, tinggal lingkungan,” terang Herry Kristanto, Corporate Affairs Lead Monsanto Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/5/2013).
Monsanto Indonesia mengatakan, perusahaan sudah siap untuk memproduksi benih jagung transgenik. Herry menyebutkan, ada tiga jenis produk yang sudah diajukan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin agar bisa dipasarkan dari Komisi Keamanan Hayati.
“Jadi, sebetulnya ada tiga. Di lapangan ada jagung yang tahan herbisida saja, sama tahan hama penggerek saja, dan ketiga tahan dua-duanya, namanya stack. Jadi, dalam satu tanaman dia akan tahan terhadap pestisida dan tahan terhadap serangan hama penggerek,” Herry menjelaskan.
Sekarang ini, produk rekayasa genetika ini sudah mendapatkan sertifikat keamanan pangan dan pakan. Tinggal sertifikat keamanan lingkungan yang belum. Perusahaan berharap, hal itu bisa didapatkan dalam waktu yang tidak lama. “Kalau tebu tahan kekeringan diharapkan kan tahun depan ya. Ya, kami maunya setelah tebu. Nggak lama dari tebu,” lanjut Herry.
Kenapa produk biotek ini penting? Karena, terang dia, produk ini bisa membantu meningkatkan produksi jagung nasional. Ia mengatakan, rata-rata produksi jagung di Indonesia saat ini adalah 4,95 ton per hektar. Kalau, teknologi transgenik sudah bisa diadopsi, produksi jagung diharapkan bisa melonjak secara signifikan menjadi 7,5 ton per hektar.
Untuk bisa mencapai harapan tersebut, produk biotek ini tentu harus digunakan oleh banyak petani jagung. Menurut dia, perlu waktu bagi petani untuk bisa mengadopsi teknologi ini. Dia menjelaskan, “Pasti kan pertama pengenalan dulu, melalui DeKlab Learning Center yang kami miliki. Kami undang sebanyak mungkin petani, setelah dia melihat, lalu mencoba dulu. Ya, produksi nggak banyak untuk awal, mungkin untuk seluruh Indonesia katakan 100 ton. Itu pun mungkin nggak dijual, untuk trial use satu musim lah.”
Dia pun bilang, ada sekitar 1 juta hektar lahan jagung yang diperkirakan sudah siap memakai produk biotek ini. Bila satu hektar dimiliki oleh satu petani, maka ada satu juta petani yang menggunakan produk tersebut. “Ini akan mengurangi ketergantungan kita akan impor jagung,” tegas dia.
Bukan hanya itu, produk rekayasa genetika ini nantinya juga akan diekspor. Ia menyebutkan, Filipina adalah negara yang membutuhkan produk ini. “Potensial market di Filipina, yakni captive market yang bisa diambil sekitar 16 ribu ton,” kata dia.
Sebagai informasi, Monsanto Indonesia telah mempunyai fasilitas manufaktur di Mojokerto dengan kapasitas 13.500 ton. Perusahaaan pun bekerja sama dengan sekitar 30 ribu petani benih jagung di lebih 7 ribu hektar lahan penanaman. “Kalau saat ini ekspor benih sekitar 30 persen dari produksi, yakni 3-4 ribu ton per tahun,” ungkap dia, di mana produk yang diekspor adalah jagung hibrida ke Vietnam dan Thailand. (EVA)