Indra Sosrodjojo: Perusahaan TI Harus Mampu Memantau Pergeseran Pasar
Dalam dunia bisnis sering sekali terjadi pergeseran pasar, di mana suatu produk atau merk yang sudah terkenal dan banyak dipakai, dalam waktu singkat hanya tinggal kenangan saja. Pergeseran pasar seperti ini juga terjadi pada industri teknologi informasi (TI).
Banyak produk TI mengalami pertumbuhan pesat namun dalam waktu sekejap pun menghilang. Hal ini terjadi karena pesatnya perkembangan teknologi sehingga menghasilkan teknologi baru yang mampu menggeser teknologi yang sudah ada sebelumnya.
Banyak kasus pergeseran pasar yang terjadi di industri TI, seperti LOTUS 123 yang sangat terkenal tiba tiba hilang, Merek ponsel Nokia yang cukup terkenal sudah bergeser ke Blackberry, dan saat ini nasib Blackberry pun sudah terancam dengan Samsung atau IPhone.
Pergeseran pasar yang sangat cepat serta cenderung sulit untuk diprediksi dapat menyebabkan suatu produk ditinggalkan oleh konsumennya dan beralih ke produk lain yang dianggap dapat mengakomodasi kebutuhan mereka.
Hal ini merupakan tantangan bagi perusahaan TI, khususnya perusahaan pemula atau start up untuk masuk, bertahan, dan terus berkembang di tengah gejolak persaingan bisnis yang cenderung telah didominasi pemain lama, serta bagaimana cara mereka mengantisipasi pergeseran pasar yang terjadi akibat persaingan bisnis tersebut.
“Fenomena diatas dapat dijelaskan dengan menggunakan teorinya Prof. Clayton M. Christensen tentang Disruptive Innovation. Teori ini menyatakan bahwa sebuah inovasi dapat mendorong serta menciptakan sebuah pasar dan nilai atau standar baru yang mampu menggeser teknologi yang sudah ada sebelumnya. Sehingga perusahaan-perusahaan TI terutama piranti lunak dituntut terus berinovasi demi memberikan efisiensi proses dalam produk yang ditawarkan,” ujar CEO Andal Software, Indra Sosrodjojo, di Jakarta, Senin (3/6).
Menurut tokoh software Indonesia ada tiga kelompok pelanggan, yakni non consumer yakni pelanggan yang tidak menggunakan produk sama sekali atau menggunakan produk dengan terpaksa. Kemudian undershot yaitu pelanggan yang menggunakan produk dengan banyak limitasi yang dimiliki oleh produk tersebut, dan pelanggan ini mau membeli dengan harga yang lebih mahal bila ada produk yang lebih baik. Terakhir adalah overshot, pelanggan yang merasa tidak merasakan nilainya untuk membayar lebih barang yang performance nya lebih baik.
“Untuk dapat mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar di tengah persaingan bisnis yang ketat, setiap perusahaan harus mewaspadai terjadinya ketiga kelompok pelanggan itu dan harus punya strategi mengambil pasar di tiga kelompok tadi,” katanya.
Pertanyaan yang menarik kemudian adalah bila ada perusahaan yang berkembang pesat kemudian perusahaan sejenis yang mengikuti, mengapa banyak dari perusahaan sejenis lainnya tidak dapat mengikuti gerak cepat dari perusahaan yang berkembang pesat ? Apa yang membuat berbeda?
“Menurut Prof. Clayton dalam satu perusahaan ada tiga faktor yang dapat mengukur kekuatan dan kelemahan, ketiga faktor tersebut adalah sumber daya, proses, dan nilai dari perusahaan tersebut,” tambah Indra. (EVA)