Agung Podomoro Merambah Bandung
Rencananya BMM hendak mengembangkan lahan seluas 8.853 m2 di Jl. Braga 99-101, menjadi pusat perbelanjaan dan hunian dengan nama Braga City Walk (BCW). Sebelumnya, lahan itu merupakan tempat perakitan Mercy milik PT Pamorin. Proyek ini menelan investasi sekitar Rp 280 miliar. Sumber dananya, 30%-40% diperoleh dari pinjaman bank dalam negeri dan dari kantong sendiri-sendiri 15%. Sisanya akan disedot dari uang muka dan angsuran selama 15 bulan dari para calon penghuni dan tenant (penyewa) BCW.
BCW merupakan proyek properti pertama APG di luar Jakarta. Konsepnya merupakan perpaduan antara pusat komersial (ritel sebagai life style center), hotel dan apartemen. Tema arsitektur Art Deco, memadukan bangunan tak beraturan ala 1920-30-an. BCW dilengkapi open plaza bagi yang suka jalan-jalan di udara terbuka, di antara kafe dan resto sambil melihat-lihat etalase. Plaza terbuka ini luasnya sekitar 3.200 m2 dan dicanangkan menjadi jantung BCW. “Ini yang membedakan BCW dari shopping center lainnya,” kata Direktur BMM Yoyo S. Hendarsih bangga. “Jadi, di samping terletak di lokasi strategis, konsepnya juga kuat,” sambung Yoyo.
Karena letaknya di tengah-tengah, disebutkan Yoyo, open plaza tersebut menyatukan berbagai fasilitas di BCW. Tempat ini sekaligus akan digunakan sebagai pusat pertemuan budaya nasional dan internasional. Ini merupakan salah satu strategi manajemen untuk meningkatkan daya tarik BCW. Strategi lainnya, dalam hal pemilihan tenant. Manajemen BMM memilih tenant yang punya keunikan dan identitas yang diakui kalangan nasional dan internasional.
Yang pasti, proyek BCW bakal memiliki dua menara dengan 18 lantai. Ini sekaligus mendaulatnya menjadi bangunan pertama yang menjulang di Kota Kembang. Tiga lantai akan ditempati bangunan komersial dengan total luas 22 ribu m2. Lantai bawah buat pedagang eceran (50%), caf?-dining (30%) dan leisure (20%). Menurut Yoyo, semuanya ada 150 toko dengan luas masing-masing 50-200 m2. Sementara itu, untuk anchor tenant disediakan space 1.500-2.000 m2 dengan tarif sewa sebulan Rp 150-200 ribu/m2.
Hotel dan residen (serviced apartment) di BCW memiliki 134 standard room dan 58 family suite dengan 2-3 kamar tidur. Hotel bintang empat ini mirip hotel butik. Kamarnya dilengkapi kitchen set, sehingga tamu bisa masak sendiri. Maklum, yang hendak dibidik segmen keluarga. Harga sewanya? “Sekitar Rp 300 ribu/malam (satu kamar), Rp 450 ribu/malam (dua kamar), dan Rp 650 ribu (tiga kamar),” Yoyo menguraikan.
Uniknya, meski maketnya belum jadi, proyek BCW jalan terus. Malah, peletakan batu pertama telah ditetapkan dilakukan pada minggu ketiga bulan ini. Sementara itu, pamasangan tiang pancang bulan depan. Selanjutnya, bangunan komersialnya ditargetkan selesai April 2005, soft opening-nya Mei 2005. Kondotel (kondominium dan hotel)-nya diharapkan rampung pada November 2005, sekaligus soft opening. Adapun segmen yang dibidik buat apartemen dan residen, disebutkan Yoyo, adalah mereka yang memiliki nostalgia dengan Kota Bandung, terutama orang yang pernah sekolah, kerja atau punya kenangan lain di Bandung. Karena itu, setelah membeli, pemilik bisa menyewakan kembali seperti hotel. Apatermen ini menjulang 18 lantai, meliputi 130 unit hunian dengan 1-3 kamar. Per unit apartemen yang luasnya 28 m2 dengan satu kamar tidur dibanderol sekitar Rp 200 juta. Adapun yang tiga kamar, seluas 98 m2, harganya sekitar Rp 600 juta.
Manajemen BMM telah melakukan tes pasar lewat pre-marketing yang dilakukan oleh in-house (APG) dan internal marketing (BMM). Yoyo mengklaim, animo masyarakat sangat bagus buat dagangannya itu. “Sudah 30% berani membayar booking fee sebesar Rp 10 juta, padahal pre-launching baru akhir Maret nanti,? tuturnya. Dalam pemasarannya, dijelaskan Yoyo, BMM juga akan menggandeng broker properti. Targetnya, broker memberikan kontribusi penjualan (30%-40%), in-house (50%) dan internal (10%-20%). Dalam penghitungannya, penjualan kondominium akan menyumbang 25%-30% revenue BCW. Sisanya, disumbang sewa ruang ritel. Yoyo yakin, proyek ini mencapai titik impas dalam 5-8 tahun. Pendapatan yang bisa disedot lewat sewa bangunan komersial sekitar Rp 50 miliar/tahun. Untuk tahun pertama, karena masih ada cicilan yang masuk, pendapatannya sekitar Rp 125 miliar.