Optimisme Intan Abdams Membangun Kejayaan Jaringan Inna Hotel
Kondisi hotel-hotel dalam jaringan Grand Inna Hotel sempat terpuruk.Apa yang dilakukan Intan untuk membenahinya?
Intan Abdams Katoppo akhirnya bisa sedikit lega. Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (HIN) itu mengatakan, pada perhelatan APEC awal Oktober lalu di Bali, HIN dapat menyediakan sejumlah kamar untuk tamu-tamu peserta APEC, melalui Inaya Putri Bali Nusa Dua. Yang disediakan adalah hotel yang benar-benar baru. Sebenarnya, “Hotel ini sudah berdiri sejak 30 tahun lalu. Namun sejak April tahun lalu semua bangunan hotel dibongkar, dan pada Desember mulai dibangun hotel yang baru. Topping of sudah dilakukan pada Juni 2013,” ujar Intan. ”Khusus untuk APEC, kami menyediakan 55 kamar yang siap huni.”
Bagi HIN, pembangunan kembali Inaya Putri Bali merupakan salah satu upaya dari grand strategy-nya untuk mengangkat pamor jaringan hotel milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) itu dapat sejajar atau mengungguli grup-grup hotel yang beroperasi di Indonesia. Saat ini, dengan memiliki jaringan 12 hotel – dengan jumlah kamar sekitar 2.300 — yang tersebar di berbagai kota utama di Indonesia, jaringan Grand Inna Hotel milik HIN ini memang berpotensi besar menjadi pemain hotel papan atas yang disegani, dapat memberikan pelayanan yang unik, dan menguntungkan.
Hanya saja, kinerja dan kondisi sejumlah hotel HIN memang belum bisa dikatakan baik. Bahkan, ketika memutuskan mengangkat Intan sebagai Direktur Utama HIN sekitar dua tahun lalu, Dahlan Iskan, Menteri BUMN, mengatakan bahwa hotel-hotel dalam jaringan HIN, khususnya yang di Bali, kondisinya buruk dibandingkan hotel-hotel pesaingnya.
Sejak diangkat sebagai orang nomor satu HIN pada akhir 2011, Intan memang langsung tancap gas.Bersama timnya, dia waktu itu segera mengidentifkasikan masalah dan tantangan yang dihadapi. “Tantangan yang kami hadapi rasanya hampir sama dengan beberapa perusahaan BUMN lainnya,” ujar Intan. Ini, antara lain, selalu dikarenakan visi bisnis yang kurang tajam, rendahnya kinerja karena ketidakmampuan membuat strategi merebut pangsa pasar, tidak terbentuknya budaya melayani dan menjual, produk yang tidak memiliki diferensiasi atau uniqueseliing pointyg menonjol, serta kelangkaan ketersediaan tenaga kerja yang mumpuni.
Dengan demikian, lanjut Intan, tantangannya adalah membangun fondasi yang kokoh, building block jangka panjang, seraya juga membuat strategi quick win. “Semua harus kami lakukan bersamaan.” Untuk itu, mereka antara lain telah rampung membuat strategi perencanaan 5 tahun, dan juga membuat visi dan misi yang lebih tajam. Mereka juga membagi 12 hotelnya menjadi 3 kelompok dengan positioning yang berbeda, yaitu hotel showcase, resort hotel dancity hotel.
Kemudian, mereka juga melakukan revitalisasi di hampir semua 12 hotel mereka. “Major renovation sudah kami lakukan dihotel-hotel show casekami, seperti Grand Inna Kuta, Inaya Putri Bali,dan menyusul di Inna Grand Bali Beach Sanur,” papar Intan.
Untuk Grand Inna Kuta, misalnya. Hotel ini, papar Intan, berada dipusat episentrum-nya Kuta, Bali, bersebelahan dengan landmark Kuta seperti Hardrock Hotel, Beachwalk Mall, Kuta Square, Discovery Mall, Water Bom Recreational Center, dan hanya 10 menit dari bandara. “Serta memiliki akses ke pantai langsung dengan pasir putih dan suasana sunset pantai Kuta yg terkenal itu,” tutur Intan. “Rasanya tidak ada tempat laindi Bali yang bisa mendapatkan Kuta experience seperti itu.” Untuk itu, strategi mereka adalah membuat sebanyak mungkin orang bisa menikmati pengalaman unik tersebut.Berbagai fasilitas penunjang seperti kafe, bar, resto, viewing deck roof top telah mereka siapkan agar lebih banyak orang yang betah datang dan tinggal disana.
Di kelompok hotel yang lain, city hotel, HIN juga sudah membuka Inna Muara Padang sejak tahun lalu, dengan kapasitas 168 kamar baru, dengan fasilitas convex yang bisa digunakan untuk 2000 orang. Selain itu, mereka juga melakukan renovasi di Inna Simpang Surabaya, dan Inna Samudera Beach Pelabuhan Ratu, yang kini sudah menjelma menjadi Mice & Family Resort Hotel.
Strategi lainyang strategis adalah melakukan rebranding untuk rejuvenasi atau meremajakan merek hotel-hotel mereka. Untuk luxury brand, digunakan merek Inaya; bintang 4: Grand Inna; bingtang 3: Inna; dan bintang 2: Inna Eight.
Bagian yang tersulit dalam program transformasi ini menurut Intan adalah revitalisasi sumber daya manusia. “Tantangan terbesar kami adalah mengubah budaya kerja dan kompentensi karyawan, yang relatif sudah berumur dansudah bekerja rata-rata lebih dari 20 tahun”.Berbagai upaya mulai dari melakukan program motivasi “500 days of changes” dan “change or die” telah mereka jalankan. Selain itu, merekajuga sudah membuat talent pool untuk menyiapkan the future leaders, serta melakukan prekerutan tenaga-tenaga profesional dari luar.
Dengan kekuatan brand yang dimiliki, HIN mulai tahun ini juga akanmengembangkan diri dengan membuka jasa sebagai hotel operator management. Dengan strategi ini — mengelola propertimilik orang lain – mereka menargetkan dalam 5 tahun ke depan dapat mengelola 25 hotel. “Tahun ini kami sudah menandatangani perjanjian dengan tiga hotel di daerah Selorejo Malang, Lampung dan Cirebon, serta menyusul di Pakanbaru. Dengan strategi ini mudah-mudahan revenue fee base kami bisa menambah total revenue HIN,” kata Intan optimistis.
Penambahan jasa baru sebagai operator hotel itu akan membuat lini bisnis HIN menjadi tiga kelompok besar: hotel management, property management, dan other business related.Lini bisnis ketiga ini sebenarnya merupakan spin offdari usaha-usaha mereka yang sudah ada seperti laundry, restaurant and catering services, spa dan MICE.
Dalam program transformasi dan mewujudkan berbagai program dan sasaran di atas, salah satu tantangan terbesar HIN adalah people. “Perbaikan service culture menjadi obesi kami yang tidak henti-hentinya kami pikirkan dan upayakan,” ujar Intan. Saat ini, misalnya, mereka mulai membentuk unit khusus service quality dan melakukan pembuatan standarisasi pelayanan dengan dukungan mantan instruktur dari Singapore Airlines. “Kalau saya boleh jujur, upaya ini masih belum maksimal. Banyak PR yang harus kami kerjakan. Tapi kami optimistis, karyawan Inna pasti bisa naik kelas dan memiliki kultur melayani dengan standar internasional dalam 1-2 tahun mendatang”.