Pembayaran Pajak UKM Kini Bisa Lewat ATM
Selain pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB), kini pembayaran Pajak Penghasilan (Pph) untuk usaha dengan omset di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dapat dilakukan melalui mesin anjungan Tunai mandiri (ATM). Kebijakan ini telah ditetapkan sejak awal November lalu oleh Direktur Jendral Pajak, Fuad Rahmany.
Kebijakan ini dinilai Fuad dapat memudahkan para pengusaha usaha kecil menengah (UKM) dapat membayar pajak tanpa perlu mendatangi kantor pajak. Selain itu, Fuad mengatakan dengan layanan ini dapat menciptakan kesadaran masyarakat pentingnya untuk membayar pajak.
Sementara, empat bank yang melayani pembayaran pajak ini adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI) 46, BCA dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Persyaratan untuk melakukan pembayaran pajak melalui ATM ini, badan usaha atau perseorangan harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan rekening salah satu dari keempat bank tersebut.
Chatib Basri, Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengatakan dengan adanya layanan ini orang yang dikenakan wajib pajak akan lebih dimudahkan dalam pembayaran pajak. Chatib menambahkan para pengusaha yang melakukan pembayaran pajak nantinya akan mendapat kemudahan dalam perizinan usaha. “Dengan cara ini para wajib pajak dengan pengelola pajak dapat menciptakan saling kepercayaan. Jika kepercayaannya dibangun, maka berdampak pada penerimaan pajak,” kata Chatib.
Senada dengan Chatib, Ketua Asosiasi Pengusah Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan layanan ini memberikan kemudahan kepada pengusaha dalam membayar pajak sehingga berdampak pada pembangunan negara. “Marilah para pengusaha menjadi warga negara yang baik dengan membayar pajak. Dengan membayar pajak, kita bekerja pun menjadi tenang. Para pengelola pajak juga seharusnya meningkatkan pelayanannya,” ujar Sofjan.
Layanan pembayaran pajak melalui mesin ATM ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 tentang pembayaran PPh 1% dari omset tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun yang telah disahkan Juni 2013 lalu.
Dalam PP tersebut dijelaskan badan usaha atau perorangan dengan peredaran bruto atau omset tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun atas transaksi yang bukan dari pekerjaan bebas atau profesi. Lalu, atas transaksi yang bukan diterima atau diperoleh dari luar negeri. Kemudian, usaha yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sendiri. Dan, usaha yang tidak dikecualikan sebagai objek pajak. (EVA)