Permintaan Pasar Global Naik, Harga CPO Terkerek
Kondisi cuaca yang tidak menentu di beberapa negara telah memberikan sedikit keuntungan bagi pasar CPO dimana kondisi ini telah meningkatkan permintaan akan CPO di pasar global. Volume ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada Oktober 2013 tercatat meningkat sebesar 213 ribu ton (13%) menjadi 1,856 juta ton dari 1,643 juta ton bulan September. Jumlah ini melonjak 30% dibandingkan kinerja ekspor periode yang sama tahun lalu sebanyak 1.424 juta ton.
“Pasar CPO seperti mendapatkan momentum kembali di pasar global di mana permintaan mulai meningkat diiringi dengan harga yang mulai membaik seminggu terakhir ini,” ujar Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Kenaikan permintaan yang cukup signifikan dibukukan oleh negara pengimpor utama CPO dan turunannya asal Indonesia yaitu China, India dan Uni Eropa. India masih menduduki posisi tertinggi sebagai negara pengimpor dengan membukukan 488 ribu ton. Angka ini menunjukkan peningkatan 13% dari impor bulan sebelumnya yaitu 431 ribu ton. Meningkatnya permintaan di India disebabkan panen kedelai di India yang jauh lebih rendah dari perkiraan awal. Hal ini juga diikuti dengan panen bahan mentah minyak nabati lainnya.
Posisi selanjutnya diikuti oleh Uni Eropa, di mana pada bulan ini Uni Eropa mencatat kenaikan yang sangat signifikan karena impor mereka akan CPO dan turunannya meningkat lebih dari 52% dari 260 ribu ton bulan lalu menjadi 395 ribu ton Oktober ini. Anti dumping duties yang akan diberlakukan terhadap perusahaan-perusahaan pengekspor biodiesel Indonesia pada November ini diperkirakan akan berdampak negatif terhadap perdagangan CPO sebagai bahan baku biofuel di negara EU. Oleh karena itu, pada bulan Oktober importir mengambil langkah antisipasi untuk mengimpor biodiesel dan CPO sebanyak mungkin sebelum anti dumping duties efektif diberlakukan.
Sementara permintaan dari China juga tercatat meningkat secara signifikan yaitu sebesar 62% dibandingkan bulan lalu, dari 182 ribu ton menjadi 296 ribu ton. Permintaan China meningkat karena produksi minyak nabati dalam negeri yang kurang, sementara pemakaian minyak nabati sebagai bahan makanan dan biofuel meningkat di dalam negeri.
Bertolak belakang dengan ekspor ketiga negara di atas, ekspor CPO dan turunannya ke Amerika Serikat tercatat menurun 22 ribu ton (38%) dari 57 ribu ton bulan lalu menjadi 35 ribu ton Oktober ini. Penurunan permintaan disinyalir terpengaruh efek pengganda dari US Government shutdown atau tutupnya kegiatan pemerintahan sebagai sentimen negatif karena anggaran pemerintah yang tidak disetujui dewan.
Dari sisi harga, harga sepanjang Oktober bergerak dikisaran US$ 810 – 940 per metrik ton, harga rata-rata sepanjang Oktober US$ 859 per metrik ton atau meningkat 4,3% dibandingkan harga rata-rata bulan lalu US$ 824 per metrik ton. Harga CPO mulai meningkat pada minggu terakhir bulan Oktober, hal ini disebabkan cuaca buruk di Malaysia dan Indonesia, juga cuaca yang tidak menentu di Argentina, Brazil, Russia dan Mid West Amerika yang menyebabkan panen kedelai terganggu.
Pada bulan November pasar CPO global diperkirakan akan meningkat karena keadaan cuaca yang tidak mendukung di Indonesia dan Malaysia dimana diperkirakan curah hujan akan tinggi sehingga panen akan terganggu dan produksi diperkirakan akan berkurang. Hal ini diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga CPO. Harga diperkirakan akan meningkat dan ada kemungkinan bisa mencapai US$ 975 per metrik ton. Tetapi, akan diberlakukannya anti dumping duties biofuel di Uni Eropa, maka diperkirakan ekspor CPO Indonesia akan berkurang ke negara Uni Eropa tersebut. Diharapkan hal ini tidak memberikan dampak pada penurunan harga CPO.
Harga CPO pada bulan November diperkirakan bergerak dikisaran US$ 850 – US$ 950 per metrik ton. Bea keluar CPO pada bulan November ditetapkan pemerintah sebesar 9% dengan harga referensi rata – rata CPO US$ 831.50 dan Harga Patokan Ekspor US$ 757 per metrik ton. (EVA)