Deddy Corbuzier Merealisasikan Ide Maksimal 2x24 Jam
Keberanian serta orisinalitas ide membuat Deddy Corbuzier sukses di tiga kuadran: mentalis, host, serta ahli nutrisi diet. Bagaimana ia menggali dan mengejawantahkan idenya untuk terus memberi kejutan pada masyarakat?
Boleh jadi, di akhir dasawarsa 1990-an, dunia sulap dikejutkan dengan sebutan mentalist. Adalah Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sundjojo pencetusnya. “Dulu hanya ada sulap dan ilusi. Nah, saya ciptakan mentalis. What the hell dengan mentalis,” ujar pemilik nama panggung Deddy Corbuzier ini. Penciptaan julukan tersebut mampu menarik perhatian penonton.
Terbukti, sejak kali pertama kemunculannya di televisi, Deddy membetot perhatian penonton. Dari bintang tamu, ia menjadi main show-nya acara Impresario 008 di tahun 1998. Deddy lantas bikin acara Mentalist In Action di TV. Kesuksesan itu terus berlanjut hingga dia berhasil menginisiasi acara The Master bersama RCTI. Program tersebut diklaim pernah mendapat share 70%. Artinya 70% pemilik TV di Indonesia menonton acara The Master.
Setelah namanya melambung di dunia sulap, Deddy terjun menjadi host. Dia mengampu acara Hitam-Putih yang tayang di Trans7. Di kuadran ini pun Deddy cukup menuai kesuksesan. Acara yang dibawakannya pernah mendapat share 12%, sebelum pindah jam tayang.
Pada satu episode Hitam Putih, Deddy membuka baju dan memamerkan tubuh kekarnya. Kontan penonton terkejut. Ternyata Deddy mau menunjukkan keberhasilan metode diet gubahannya. Obsessive Corbuzier Diet (OCD) namanya. Dan, lagi-lagi terobosan Deddy sukses. Buku OCD telah diunduh 12 juta orang. Sementara website www.readyforfit.comwww.readyforfit.com punya 100 ribu unique visitors tiap harinya. Dan, tiap minggu Deddy disibukkan dengan seminar OCD di berbagai kota besar di Indonesia.
“Saya tipe orang yang suka meriset sesuatu. Suka membaca. Dan suka mencoba hal baru,” ujar Deddy ihwal mula kreatifitasnya. Ide-ide tersebut ia ciptakan dengan lebih dulu melakukan riset. Tatkala memutuskan terjun di dunia sulap, ia pun melihat tabiat dunia sulap. Deddy, yang menekuni sulap sejak kecil, melihat ada kesalahan dalam dunia sulap tanah air. Dia mempelajari musabab sulap tak bisa menjadi bisnis. “Problemnya, sulap individual, ego, envy, sendiri. Pesulap melakukan segalanya sendirian. Padahal, kasarannya, perek saja punya mami. Pelacur punya manajer. Itu satu persoalan,” katanya.
Yang lebih ironis, pesulap menganggap hanya bersaing dengan semama pesulap. “Padahal saingan mereka itu ya entertainer. Bukan cuma pesulap,” ujar Deddy di sela-sela syuting Hitam Putih. Yang diinginkan penonton adalah seni pertunjukan, bukan semata sulap. “Dari situ saya ciptakan karakter. Entah karakter dibenci atau disukai. At list they remember,” kata Deddy yang semasa kecil belajar sulap hingga 9 jam tiap hari.
Deddy lantas membuat manajemen sulap sendiri. Boleh jadi, di tahun 1998, Deddy merupakan satu-satunya magician yang memiliki PT sendiri. Di dalamnya terdiri dari pemusik, konsultan, kru, hingga manajer. Bahkan, Deddy mengaku tak pernah membuat dan mendesain alat sulap sendiri. “Saya hanya pelaku seninya. Saya cari orang-orang yang pintar membuat alat sulap, saya bayar dan saya yang memainkan. Selesai,” ujarnya.
“Kita bisa individual ketika menciptakan ide. Kalau untuk menjalankan harus butuh orang lain,” kata dia merujuk cara menjalankan ide ciptaannya. Memang, proses kreatif Deddy sangatlah individual. Untuk menciptakan sebuah ide, Deddy butuh keheningan dan kesendirian. “Saya tidak suka kalau di rumah ada orang. Saya baru bisa berpikir ketika anak sudah tidur. That’s a time untuk saya berpikir dan bekerja. Tidak bisa terganggu dengan musik dan suara orang. Basic-nya hening,” jelas dia.
Ketika muncul ide, Deddy langsung mewujudkan ide tersebut. “Dalam 2 x 24 jam harus diwujudkan, karena kalau tidak, ide yang mulanya bagus akan terlihat bodoh. Kalau menunda, yang ada kita malah memunculkan antitesa dari ide tersebut,” jelas dia.
Setelah ide dirasa cukup matang, Deddy tidak lantas melempar ke masyarakat. “Pertama kita harus ciptakan believe ke masyarakat atau target market,” ujar dia. Seperti ketika membuat acara The Master. Untuk mendapat gelar master dia musti mengalahkan beberapa master seperti Utut Adianto, Abdel Brata dan master-master lain di bidangnya.
“Begitu juga dengan OCD. Saya praktekkan di tubuh saya sendiri,” kata dia. Deddy ingin membuktikan bahwa teori (idenya) benar-benar bekerja. Setidaknya ditubuhnya sendiri. “Tai kucing ahli nutrisi bicara panjang lebar kalau badannya jelek,” kata dia. Setelah OCD terbukti bekerja ditubuhnya, Deddy mencari influencer: rekan selebritas. “Saya bisa, teman-teman bisa. Berarti saya sudah punya pancingnya,” ujar dia. Baru setelah itu OCD dilempar ke masyarakat.
Untuk merebut hati masyarakat, Deddy punya strategi sendiri. Dia menggratiskan buku OCD. “Kalau suruh beli buku akan susah. Tapi semua orang ingin kurus, punya badan bagus, dan semua orang tidak pengen bayar. So, let give what they want,” ujarnya.
Alhasil e-book OCD digratiskan. Dengan begitu, secara tak langsung Deddy sudah menciptakan pengikut dan komunitas OCD. “Nah, dari situ kita bisa ambil berbagai keuntungan,” katanya. Terbukti, tiap minggu seminar OCD di berbagai kota besar Indonesia selalu dipadati pengunjung. Minimal 150 orang tiap seminar. Belum lagi dari website www.readyforfit.comwww.readyforfit.com.
Deddy mengaku mendapat passive income minimal Rp 2 juta/hari dari iklan Google. “Karena per hari website itu dikunjungi 100 ribu unique visitor,” ujar dia.
Lalu, apakah ide kreatif Deddy selalu berhasil? Tidak. Deddy tak menampik kenyataan ini, meski enggan menyebut idenya yang gagal. “Saya punya prinsip atau teori keranjang sampah,” kata dia. Analoginya, bila keranjang sampah penuh, ketika dilempar ke tembok, pasti ada sampah yang menempel di tembok. “Jadi, harus memiliki ide terus menerus dan diaplikasikan. Dari sepuluh ide, pasti satu jadi keeping point. Pasti,” tegasnya.
“Saya menjalankan ide tentang sesuatu yang pernah ada, tetapi orang tidak pernah tahu,” ujar dia. Misalnya, OCD yang sekarang heboh di masyarakat. OCD dipandang kontroversial oleh ahli nutrisi, dokter, serta kalangan binaragawan. “Yang mereka lupa, teori OCD ini sudah lama. Intermittent fasting itu di Amerika sudah ada. Bahkan jaman nabi sudah diajarkan puasa,” ujarnya.
Nah, Deddy menganggap hal tersebut sebagai peluang untuk menghasilkan sesuatu. “Pada prinsipnya, semua bisa dibisniskan. Entah itu tai kebo atau apa pun. Tinggal bagaimana menjalankannya,” cetusnya. Dan, terakhir Deddy memberi kunci sukses untuk melahirkan fenomena. “Create the idea, apply the idea ke kita dulu, bikin komunitas and you think how to monetize the idea,” pungkas sarjana Psikologi Universitas Atma Jaya, Jakarta ini. (***)