Management Strategy

BPR Harus Mampu Tingkatkan Perekonomian Indonesia

BPR Harus Mampu Tingkatkan Perekonomian Indonesia

Menjelang perdagangan bebas ASEAN (AFTA) tahun 2015 serta diikuti liberalisasi sektor perbankan pada tahun 2020, membuat persaingan antarnegara ASEAN semakin ketat. Kondisi tersebut membuat Bank Perkereditan Rakyat (BPR) sebagai jasa keuangan di sektor mikro harus meningkatkan kontribusinya untuk mengembangkan perekonomian masyarakat kelas menengah bawah.

BPR2

Fahmy Akbar Idries, Ketua Bidang Organisasi dan Anggota Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), mengatakan bahwa terbukanya pasar mendorong bank konvensional di Indonesia berekspansi ke luar negeri. “Ini membuat masyarakat di daerah terpencil tidak terangkul. Inilah kesempatan BPR untuk mengembangkan usahanya,” papar Fahmy. Ditambahkannya, sebanyak 70 persen penduduk Indonesia masih belum tersentuh dunia perbankan.

Untuk mengembangkan usahanya, BPR mencoba mengganti nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat. Menurut Fahmy, pergantian nama dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa BPR bukan sekadar jasa keuangan yang hanya menyalurkan kredit. “Survei Bank Indonesia terbaru menyebutkan kalau pengajuan kredit larinya ke BPR. Ingin nabung tahunya ya bank umun,” kara Fahmy yang juga menjabat Managing Director di PD BPR Bank Pasar Kulon Progo.

Namun pergantian nama tersebut ditambahkan Fahmy tidak bisa terealisasi dalam waktu dekat. Ia katakan saat ini pembahasan nama tersebut masih terhambat di DPR RI. “Sepertinya tahun depan tidak bisa terwujud, karena terpinggirkan oleh urusan Pemilu 2014. Padahal, pergantian nama tersebut mampu mengubah citra BPR bukan sebagai penyalur kredit saja,” keluhnya.

Menurut Fahmy, solusi untuk mengembangkan BPR dapat dilakukan lewat kerja sama dengan bank umum. “Ketentuan bank umum harus menyalurkan minimal 20 persen kredit kepada UMKM pada 2018, membuat BPR mati kutu karena kalah bersaing. Padahal UMKM adalah nasabah terbanyak BPR. Jadi, kami harus kerja sama dengan bank umum supaya menyalurkan kreditnya melalui kami. Sehingga bank umum bukan dijadikan sebagai saingan tetapi mitra lewat linked project,” tambah Fahmy.

Fahmy menambahkan solusi tersebut masih belum ada kejelasan. Menurutnya, bank umum masih belum memercayai BPR dalam penyaluran kredit tersebut. “Kedua belah pihak harus bersinergi. BPR juga harus membenahi jadi manajemen yang baik sehingga dapat dipercaya,” ucap Fahmy.

Fahmy juga menyayangkan tidak berjalannya kebijakan Bank Indonesia yang mengatur bank umum menjadi pengayom BPR. “Masalahnya adalah psikis. Masih ada ketakutan dari bank umum nanti nasabahnya diambil oleh BPR,” ujar Fahmy.(EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved