Ibu-ibu Perkasa di Usia Setengah Baya
?
Ketika seorang wanita anggota legislatif mengaku muak dengan tabiat rekan-rekannya dan memilih mundur dari kancah politik beberapa waktu silam, banyak orang yang mengacungkan jempol. Dialah Ade Indira Damayanti Sugondo, President Commissioner PT Andrawina Prajasarana (AP). Wanita kelahiran Bandung, 9 Pebruari 1951 ini memilih kembali ke habitatnya: dunia usaha yang digeluti beberapa tahun sebelumnya. ?Dalam dunia politik banyak hal yang aneh bagi saya,? ujar Indira tentang alasannya mundur dari gelanggang politik. ?Sekarang saya sedang membenahi perusahaan,? lanjutnya.
?
Bekerja telah dilakoni Indira sejak muda. Namun baru tahun 1985, mantan pramugari Mandala ini mulai mengembangkan bisnis sendiri, katering, atas bantuan kerabatnya, Arifin Panigoro, pemilik Grup Medco. Tahun pertama, ia hanya meladeni sekitar 250 karyawan Medco. Kini usahanya makin besar dan luas jangkauannya: dari katering pekerja kantoran hingga pekerja lepas pantai. Tidak mengherankan, tingkat perputaran modalnya kini Rp 33 miliar/tahun. “Sekarang kami mulai ekspansi pasar ke airport dan rumah sakit,” ujar Indira bangga.
?
Bagi Indira, sibuk di usia menjelang senja tidak menjadi masalah. ?Saya memang senang punya banyak kegiatan,? ungkapnya. Menurut dia, meskipun dari dulu ia sibuk berbisnis, perkembangan putra-putrinya, Namara Surtikanti (25 tahun), Narindra Kukila (23 tahun), Awalokiteswara (21 tahun), dan Kirda Satya Ramadhan (11 tahun), tetap ia ikuti. Di sekolah putra bungsunya, misalnya, Indira aktif. ?Saya selalu menyempatkan hadir jika anak saya minta. Malah saya jadi panitia segala di sekolah,” ujarnya lantang. “Dari dulu saya aktif di sekolah anak-anak,? lanjutnya.
?
Selain bergiat di bisnis, Indira juga mengikuti sejumlah kegiatan sosial. Sejak 1991, ia menjadi Ketua Koperasi PT Medco, juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan lain yang terkait dengan partai pilihannya dulu, PDI-Perjuangan. Selain itu, ia masih meluangkan waktunya untuk melukis dan berkumpul dengan teman-temannya. “Saya malah pusing kalau hanya tinggal di rumah,? Indira mengaku terus terang.
?
Menurut dia, pada prinsipnya, bisnis yang dilakoninya adalah untuk mencari kesibukan. Tugas utamanya, mendidik dan membesarkan anak. Indira mengakui, tidak mudah mendidik anak zaman sekarang. Godaan pergaulan bebas dan narkoba mengancam setiap remaja. ?Saya bersyukur keempat anak saya tidak ada yang neko-neko,? ujar ibu vokalis band ternama Cokelat ini. ?Ayahnya anak-anak mengancam, bila ada salah satu anak terjerumus ke narkoba, mereka harus siap dibuang dari keluarga,? ceritanya. Rupanya ancaman itu manjur. “Anak-anak saya pemusik. Dunia yang rentan sekali dengan narkoba,? ujarnya sambil menambahkan, ia pernah merasa khawatir. ?Tapi alhamdulillah, sampai sekarang mereka menjalani kehidupan normal dan justru menjauhi publikasi,? tambah Indira lega.
?
Kini, Indira berhasil membukukan total kekayaan Rp 9,6 miliar dan US$ 218,85. Selanjutnya, ia akan melakukan restrukturisasi bisnis: dari penerapan manajemen tradisional ke manajemen modern. “Sudah saatnya kami melakukan peremajaan setelah 18 tahun berdiri. Harus ada kaderisasi dan manajemen harus berubah lebih modern,” ujarnya. Maklum, bisnis katering semakin kompetitif. Jika tak cepat-cepat melakukan pembenahan, akan terlindas.
?
Menurutnya, tidak ada hal fenomenal yang bisa dijadikan ukuran kesuksesan dirinya mengelola bisnis katering. Setidaknya, dengan pertumbuhan 5%-7% per tahun sudah cukup meningkatkan pendapatan. Dengan omset Rp 33 milliar, diakui Indira, keuntungan bersih mencapai 8%. Sehingga, AP yang sebelumnya anak perusahaan Medco, kini bisa mandiri dan melepaskan diri dari perusahaan minyak dan gas itu.
?
Kesederhanaan bisnis juga terpancar di wajah Millyana Rani (55 tahun), pemilik resto waralaba Bebek Bali sekaligus Direktur Utama PT Sarwagata Keluarga Sarana (SKS), perusahaan event organizer. Ibu setengah baya ini mengaku tergerak berbisnis karena mendampingi anak sulungnya, Omar Shafari (29 tahun), membesarkan Resto, Caf? dan Galeri Bebek Bali tahun 1997. Omar yang lulusan sekolah bisnis di New York, Amerika Serikat, mendapat wewenang mengelola Bebek Bali di Batam.
?
Riwayat terjunnya Milly di dunia bisnis bisa dibilang tidak sengaja. Sebelum berbisnis sendiri, ia bekerja di lembaga sosial yang beranggotakan para ibu pejabat negara. Setelah 36 tahun berkarya, ia didorong memasuki dunia bisnis. Ia merasa memiliki banyak peluang untuk berbisnis.
?
Tak sulit bagi wanita Batak-Jawa ini membangun jaringan. Pasalnya, di lembaga sosial tersebut ia mendapat banyak teman dari kalangan atas dan ibu-ibu pejabat. Pun dalam mengelola bisnis, Milly didampingi sejumlah tenaga profesional dan konsultan. Misalnya, Amir Karamoy, pakar waralaba. Tak segan-segan ia belajar waralaba resto dari Amir.
?
Tak hanya di bisnis resto, Milly juga memiliki bisnis event organizer, SKS. Di bisnis EO ini, ia tak banyak terjun secara operasional. Ia memberi wewenang kepada sejumlah tenaga muda untuk mengelolanya. Maklum, meski tak lagi muda, ia punya seabrek kegiatan di lembaga sosial tadi. Selebihnya, ia prioritaskan tenaganya untuk keluarga dan resto Bebek Bali. “Sabtu-Minggu tetap saya sempatkan untuk tinggal di rumah,” ujar Milly yang mengaku, saat ini ia tinggal berdua dengan suami, karena Omar ada di Batam dan adiknya, Meizar Taruna (24 tahun) bersekolah di Universitas Curtain, AS, mengambil bidang teknologi informasi.
?
Dalam kurun 8 tahun terakhir boleh jadi bisnis resto Milly berkembang. Kini ia memiliki empat cabang di dalam negeri: Bebek Bali Taman Ria Senayan, Lippo Cikarang, Batam dan Medan. Yang terakhir akan dibuka di Medan dalam waktu dekat. Sementara bisnis waralabanya akan bergulir hingga ke mancanegara, seperti Thailand dan Malaysia.
?
Bsnis EO-nya pun terus tumbuh. Tak sedikit event promo yang ditangani SKS. Di antaranya, peluncuran produk IM3, A Mild, Matahari Department Store dan Petronas Malaysia. SKS juga terlibat dalam bidang manajemen artis. Antara lain, memegang managemen Bimbo dan Erwin Parengkuan. “Dalam waktu dekat kami mau buat layar lebar,” tutur wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang ke-55 tahun ini.
?
Pengusaha wanita yang langsung menonjol bisnisnya, tidak lain Nunun Daradjatun. Bagi istri perwira polisi ini, bisnis bukan hal baru baginya. Sejak kecil, Nunun sudah dikenalkan dengan dunia usaha karena ayahnya seorang pengusaha. ?Dulu, orang tua saya terjun ke bidang agrobisnis,? ujar Nunun yang mengaku banyak belajar dari sang ayah.
?
Tahun 1980-an, Nunun mendapat tawaran menekuni bidang telekomunikasi. Kebetulan peluang menjadi mitra Telkom ketika itu terbuka lebar. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia pun menjadi investor pertama di perusahaan telekomunikasi itu. Apalagi, saat itu ketiga anaknya (Adri, Tuza dan Nana Daradjatun) mulai beranjak besar.
?
Tahun 1988, dengan modal sekitar Rp 80 milliar, Nunun mendirikan PT Wahana Esa Sambadha yang kini diganti menjadi PT Wesco, sebagai holding company Grup Wahana. Grup ini membidangi telekomunikasi -? terakhir, menanam investasi untuk jaringan Telepon Flexi wilayah Karawang, Jawa Barat. Kemudian, ada bidang aeronautika — industri pesawat tanpa awak, mini mill equipment and process serta pengelolaan crude palm oil (CPO).
?
Ayahnya selalu mengajarkan, kunci agar berhasil dalam bisnis adalah konsisten. “Saya tidak pernah ikut-ikutan ke bisnis yang lain. Saya konsisten di bidang telekomunikasi dan agroindustri,” ujar Nunun. Namun diakuinya, ia tak seperti pebisnis lain yang mengalami jatuh-bangun. Usahanya bergerak pelan tapi terus naik. “Saya hampir tidak menemui kendala seperti yang dialami orang lain. Terinjak kerikil tajam, jatuh-bangun, dan sebagainya,” kata wanita langsing ini.
?
Selama ini Nunun tak bekerja sendirian. Ia memiliki tim profesional yang menjalankan motor perusahaan. Maklum, anak-anak dan suami tercinta masih menjadi prioritas baginya. Karena itu, untuk urusan operasional perusahaan, ia lebih banyak memberi wewenang kepada para profesional muda di kantornya. Pun, ia cukup terbantu dengan perkembangan TI saat ini. “Ada sarana komunikasi yang efektif sehingga saya bisa menjalankan bisnis tanpa harus full time di kantor,” katanya.
?
Beberapa hal yang jadi prinsipnya ia jalani secara konsekuen. Seperti, bekerja dengan kepercayaan dan profesional. Lalu, tidak single fighter. Maksudnya, ia merekrut sejumlah profesional yang ahli di bidangnya. Kemudian, terus menciptakan lapangan kerja dan menjalankan amanah.
?
Di usianya yang kini berkepala lima, Nunun menyadari, harus ada regenerasi dalam perusahaan. Pelan tapi pasti, ia mulai mengarahkan anak-anaknya untuk meneruskan bisnisnya. Tuza, misalnya. Selepas studi S-1 dan S-2 di AS, kini ia dilibatkan dalam perusahaan.
?
Alhasil, bisnisnya terus tumbuh meski bergerak perlahan. Ia mengaku malu dengan limpahan kebahagiaan yang diberikan Tuhan. Di satu sisi, ia memiliki suami yang berhasil dalam pekerjaannya. Di sisi lain, tak sia-sia ia menyekolahkan ketiga anaknya ke Negeri Paman Sam dan membawa gelar Bachelor of Art dan Master Bachelor of Art di usia yang terbilang muda.
?
Di tengah kesibukan mengurus keluarga dan perusahaaan, tahun 1995 Nunun kembali dianugerahi bayi mungil yang kini duduk di bangku SD. Namanya, Azara Daradjatun. Kehadiran Azara cukup menuntut perhatiannya di rumah. Tak pelak, banyak waktu ia curahkan di rumah, berkumpul bersama suami dan anak-anak. Tak jarang, Nunun bercengkerama bersama keluarga. “Saya buat kamar yang besar-besar, soalnya kami sering kumpul bercanda di tempat tidur.?
?
Meskipun rumah tangga jadi prioritas, kinerja perusahaan Nunun setelah 15 tahun lebih tergolong oke. Kini, ia memiliki sekitar 3 ribu karyawan di seluruh Indonesia dan satu perusahaan telekomunikasi di Malaysia.
?
Di bidang agrobisnis, Nunun memiliki usaha perkebunan kelapa sawit di Riau seluas 22 ribu hektare dan dua pabrik CPO. Selain itu, ia juga memiliki dua yayasan, yakni Yayasan Buku Bangsa (YBB) dan Yayasan Nurfarida. YBB telah menerbitkan Majalah Telset dan tiga buku.
?
Majalah Telset merupakan wujud sumbangsih Nunun untuk dunia telekomunikasi. Tujuannya, memberi informasi seputar dunia telematika. Karena ia berharap Telset bisa bermanfaat bagi semua orang, gaya bertuturnya dibuat sederhana. Oplah Telset kini 30 ribu eksemplar. Sayang, pembacanya agak meleset dari perkiraan. Konsep awal yang ia tawarkan adalah majalah gaya hidup, tetapi mayoritas pembaca justru orang-orang yang mafhum dunia telekomunikasi. “Jadi, komunitas pembacanya tidak jauh beda dengan majalah atau tabloid seluler lain,” kata Nunun. Adapun buku terbitan YBB, yang teranyar adalah Di Gerbang Perkawinan dan Inspirasi Mode yang dibuat bersama Samuel Wattimena.
?
?