Business Research

Biaya Masa Pensiun Tinggi, Jangan Bersandar pada Tabungan!

Oleh Admin
Biaya Masa Pensiun Tinggi, Jangan Bersandar pada Tabungan!

Terus meningkatnya biaya hidup, khususnya di masa pensiun, seyogyanya mendorong masyarakat yang masih bekerja secara aktif untuk mempersiapkan diri. Menyisihkan dana untuk membiayai hidup di masa pensiun sejak dini merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan. Dana yang disisihkan harus ditempatkan pada produk investasi yang tepat.

Perusahaan yang bergerak di bidang finansial, Manulife, mempunyai sebuah indeks yang disebut Indeks Sentimen Investor Manulife (MISI). Indeks itu dihasilkan melalui survei yang dilakukan perusahaan setiap kuartal untuk melihat pandangan investor di sejumlah negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia, mengenai perilaku mereka terhadap kelas aset utama dan hal lainnya terkait itu. Di Indonesia, ada 500 responden yang diwawancarai dengan cara tatap muka. Respondennya adalah investor kelas menengah ke atas, dengan umur 25 tahun ke atas yang menjadi pengambil keputusan utama dalam keuangan di rumah tangga dan saat ini sudah mempunyai produk investasi.

“Yang kami lihat adalah pendekatan yang semakin bijak terhadap masa pensiun di Indonesia,” ujar Nur Hasan Kurniawan, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dalam paparan hasil survei untuk kuartal IV 2013, di Jakarta, Selasa (11/2/2014). manulife Biaya hidup, khususnya di masa pensiun, terus meningkat. Misalnya saja, biaya perawatan kesehatan per kapita meningkat tiga kali selama tahun 2004-2011. Apalagi belakangan ini kondisi perekonomian Indonesia diwarnai oleh tingginya inflasi dan suku bunga, serta melemahnya nilai tukar rupiah, sehingga membuat biaya hidup di masa pensiun pun membengkak.

Kondisi ini tampaknya sudah disadari masyarakat. Sehingga dalam survei yang dilakukan Manulife, sebanyak 75 persen investor berpikiran untuk terus bekerja sampai usia rata-rata 68 tahun. Ada kenaikan persentase dibandingkan kuartal III 2013 yang tercatat sebesar 68 persen.

Bekerja lebih lama dianggap menjadi pilihan yang lebih baik ketimbang menyusahkan anggota keluarga lainnya. Dengan bekerja, mereka berkeyakinan bahwa otak dan tubuh pun tetap sehat. “Ini adalah temuan yang menarik, karena paling tidak masyarakat Indonesia sudah berpikir mengenai pensiun,” sebut Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, yang juga turut hadir dalam paparan terkait MISI.

Atau bisa saja tidak bekerja, kalau masyarakat telah melakukan perencanaan dengan baik selama masih aktif bekerja. Karena bekerja di masa tua itu dihadapkan pada faktor penghambat, seperti kesehatan dan lowongan kerja yang cukup sulit untuk masyarakat yang sudah berumur. Tetapi temuan survei Manulife adalah lebih dari separuh investor belum merencanakan masa pensiunnya. Responden menyebutkan, mereka harus bergantung pada tabungan masa pensiun selama 16 tahun. Akan tetapi, berdasarkan asumsi pengeluaran selama masa pensiun, tabungan mereka diperkirakan hanya akan mencukupi rata-rata 9 tahun. Artinya, ada selisih sebanyak 7 tahun.

Nur mengatakan, “Dari segi prioritas tabungan, perencanaan masa pensiun menempati urutan ketiga setelah membayar pendidikan anak-anak mereka dan memulai bisnis sendiri.” Kucuran dana ke pendidikan anak-anak dan bisnis sendiri dipandang sebagai suatu investasi. Padahal, kata dia, investasi tersebut kemungkinan tidak memberikan pendapatan yang dibutuhkan di masa pensiun. “Untuk itu, mereka harus mencari pilihan lain, seperti pendapatan tetap, yang menghasilkan pengembalian yang aman, handal, dan stabil,” ujarnya.

Ditegaskan pihak Manulife bahwa masyarakat jangan mengandalkan tabungan untuk membiayai masa pensiun. “Dengan laju inflasi yang tinggi di Indonesia, tabungan uang tunai itu bisa habis dalam waktu singkat,” terang Putut Andanawarih, Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.

“Dengan angka inflasi 8 persen, setiap Rp 1 juta uang tunai yang dipegang, Anda membuang Rp 7 ribu setiap bulannya,” lanjut dia. Sebagai solusi, masyarakat harus menginvestasikan dananya ke produk investasi yang tepat. Dari survei sendiri ditemukan bahwa properti semakin dilirik sebagai sarana investasi. Begitu juga halnya dengan saham. “Responden menyukai saham dan reksa dana karena kondisi pasar yang mulai membaik,” tegas Putut. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved