Misbahul Huda: Regulasi Kementerian Tidak Pro Bisnis
Pameran Paperex Indonesia 2014 digelar di Jakarta pada hari ini (2/12). Di sela-sela acara tersebut, Misbahul Huda, Chairman APKI, mengatakan, industri kertas Indonesia belum terganggu dengan semakin merebaknya bisnis di internet. Hal tersebut dikarenakan konsumsi kertas Indonesia masih separuh dari konsumsi kertas ASEAN. “Kalau bicara negara maju mungkin agak terganggu, tapi negara kita belum tentu mengganggu,” ungkapnya.
Ia mengatakan, isu paperless itu adalah ketika pemakaian kertas sudah mencapai 200 kilogram perkapita pertahun. Logikanya, lanjut Huda, konsumsi kertas Indonesia tidak akan turun. Tetapi, hal tersebut tidak didukung oleh regulasi dari kementerian, yang menurut Huda tidak pro bisnis.
“Regulasi dari Kementerian Indonesia tidak pro bisnis. Regulasi tersebut sangat tumpang tindih. Pak Jokowi mengatakan, hilangkan ego sektoral karena itu sangat penting,” ujarnya.
Contohnya adalah perlakuan kepada recycle paper yang ditetapkan untuk menjadi limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan manusia.
Huda menyesalkan adanya regulasi tersebut, karena limbah dari kertas difonis sebagai limbah beracun dan harus di inspeksi. Sebagai tindakan dari pertentangan tersebut, APKI terus menyuarakan kepada kementerian agar regulasi tersebut dicabut.
“Kita sounding terus dengan kementerian regulasi-regulasi itu akan dicabut. Kementerian mengeluarkan peraturan-peraturan yang tidak pro bisnis,” tutur Huda.
Ia berharap, industri kertas Indonesia dapat menjadi nomor tiga di dunia, yang sekarang menghuni posisi nomor enam di dunia. Sedangkan posisi teratas di tempati oleh Cina, dan diikuti oleh Jepang. Sebagai informasi, APKI mencatat pada tahun 2010 volume impor kertas sebesar 22.166 ton. Pada tahun 2013, volume tersebut naik menjadi 73.869 ton. (EVA)