Sajian Utama

Belajarlah sampai ke Negeri Tiongkok!

Belajarlah sampai ke Negeri Tiongkok!

Ketika bertemu saya di acara pembukaan MarkPlus Conference 2011 pada 16 Desember 2010, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Pak Chairul Tanjung mengaku diminta Presiden SBY mempelajari cara Tiongkok membangun perekonomiannya. Beliau juga mengatakan pada saya pada waktu rapat penjurian Marketer of the Year dua minggu sebelumnya bahwa situasi geopolitik dunia sudah berubah.

“G-20 sudah mengerucut jadi G-2, yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok,” kata Pak Chairul. Itu pengamatan beliau sesudah ikut dalam rombongan Presiden ke Konferensi G-20 di Seoul, Korea Selatan, tahun lalu. Pejabat Bank Indonesia dari kantor Tokyo yang juga ada di Seoul waktu itu juga membenarkan hal tersebut ketika bertemu saya seusai seminar “Marketing 3.0” di Kantor Pusat Japan Marketing Association, Roppongi.

Bahkan, banyak pengamat internasional yang menyimpulkan bahwa AS tidak bisa memengaruhi negara-negara lain di G-20 untuk menekan Tiongkok. Pemerintah Hu Jintao dan Wen Jiabiao tidak mau melepas nilai tukar renminbi dan mengurangi defisit perdagangan AS begitu saja. Mereka bahkan berkilah bahwa renminbi sudah pernah diperkuat terhadap US$, tetapi defisit perdagangan AS malah membesar.

Sementara cadangan devisa Tiongkok jadi US$ 2,6 triliun, AS malah “mencetak uang” lewat Quantitative Easing 2 sebesar US$ 600 milliar. Kenyataannya, pasca-krisis 2008 AS makin jadi negara pengutang terbesar di dunia dan surat utangnya paling banyak dibeli Tiongkok!

Ironis, kan?

AS memang masih nomor satu di dunia untuk total Produk Domestik Bruto sebesar hampir US$ 15 triliun dan Tiongkok baru saja jadi nomor dua dengan total PDB lebih dari US$ 5,5 triliun. Namun, sudah jelas, posisi tawar AS terhadap Tiongkok jadi semakin lemah. Jepang yang baru terlewati Tiongkok sekarang berada di posisi ketiga, dan Jerman pada posisi keempat.

Dalam menyiapkan White Paper “Marketing in Indonesia 2011: Entering the Golden Bridge of Indonesia”, Tim MarkPlus menemukan sesuatu yang menarik. Selama dekade pertama di milenium ketiga ini, negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, Cina), terutama Tiongkok, mencuat ke atas, khususnya selama Pelita ke-11 Tiongkok pada 2006-10.

Setelah melampaui total PDB Jerman di tahun 2007, Tiongkok mencapai PDB per kapita US$ 3.000 di tahun 2008 bersamaan dengan Olimpiade Beijing yang dianggap terhebat di Era Modern. Konsumen yang berjumlah 1,3 miliar makin percaya diri dan menggeliat! Mereka mencari produk dan jasa yang lebih lifestyle-oriented. Di tahun 2009, Tiongkok sudah jadi pasar mobil terbesar di dunia melampaui AS. Juga, jadi eksportir terbesar di dunia melampaui Jerman dengan membanjiri seluruh dunia dengan produk-produknya yang harganya kompetitif dan kualitasnya makin membaik. Sekarang PDB per kapita sudah berada di sekitar US$ 4.000, sehingga bisa jadi kekuatan ekonomi Tiongkok nomor dua di dunia. Pertumbuhan gila-gilaan terjadi di Tiongkok dalam dekade 2000-10.

Apa yang terjadi di AS?

Di tahun 2000, terjadi dotcom bubble yang “burst”, dan yang dahsyat adalah peristiwa 11 September 2001. Kasus Enron dan lain-lain terkuak di tahun 2004, bahkan Barrack Obama terpaksa menutup Lehman Brothers pada 15 September 2008. Jatuhnya Lehman ini, buat kami di MarkPlus Inc., lebih dahsyat daripada robohnya WTC. Karena, di situlah terlihat bahwa brand yang kuat tidak ada gunanya kalau tidak berkarakter. Pada penghujung tahun 2010, AS dihantam lagi oleh kasus Wikileaks. Walaupun Obama sudah mengganti George W. Bush, AS memang makin merosot saja di dekade 2000-10.

Nah, bagaimana Indonesia di dekade yang baru lewat ini? Tidak jelek, bahkan terlihat bagus dibanding negara tetangga di ASEAN. Sejak Pemerintahan SBY-JK mulai di tahun 2004 sampai SBY-Boediono di tahun 2009, politik relatif stabil. Walaupun TV One dan Metro TV ramai debat politiknya, Indonesia tidak seperti Thailand, Malaysia dan Filipina yang gonjang-ganjing. Otonomi daerah yang dimulai dengan pilkada pertama di tahun 2005 dan Pesta Blogger Nasional pertama di tahun 2007 menandakan bahwa Indonesia Baru yang “horisontal” sudah dimulai. Walaupun tidak menyelenggarakan Pesta Olah Raga besar, kita punya Chris John yang jadi Super Champion versi WBA di tahun 2009!

Lumayan, kan?

Apalagi di akhir 2010, kita bangga akan timnas sepak bola Indonesia di AFF dan PDB per kapita sudah “masuk” US$ 3.000. Indonesia juga berhasil mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya di tengah krisis AS dan Eropa di 2008. Dengan demikian, selama dekade pertama Indonesia punya rekam jejak mirip Tiongkok ketimbang AS. Karena itu, tidak salah kalau Presiden SBY kemudian meminta pada Ketua KEN untuk “belajar” dari Tiongkok.

Jembatan Emas Indonesia

Melihat refleksi selama satu dekade tersebut, maka kami percaya bahwa pada 2011 Indonesia mulai memasuki jembatan emas atau the golden bridge. Kondisi Indonesia pada saat ini sudah 3C, yaitu connected, credible dan creative. Itu terbukti antara lain dari semakin aktifnya 45 juta netizen Indonesia, pengakuan akan status investment grade dari Japan Credit Rating, serta makin menguatnya nasionalisme yang mencegah separatisme dan terorisme.

Memasuki “mulut jembatan emas” di tahun 2011 dalam situasi seperti itu berarti semua perusahaan harus menyiapkan organisasinya jadi lebih kompetitif. Sebab, The Golden Bridge of Indonesia itu akan berlangsung hingga 2015 di mana ASEAN Economic Community (AEC) sudah berjalan. Teorinya, pada saat itu arus orang, barang dan uang akan bebas keluar-masuk di wilayah ASEAN. Pasar 700 juta orang ASEAN ini akan sangat menarik bagi Asia Timur, APEC ataupun wilyah lain yang lagi stagnan atau sudah mulai jenuh. Karena itu, perusahaan-perusahaan Indonesia hanya punya waktu lima tahun untuk membangun strategi 3S-nya, yaitu survival, success dan sustainability.

Kami juga terus-menerus mempertajam sembilan elemen pemasaran yang fundamental.

Segmentation, targeting, positioning, differentiation, marketing mix, selling, brand, service dan process bisa dipakai untuk menangkal kejutan makro yang bisa saja terjadi di milenium ketiga ini. Namun, hal itu tidaklah cukup untuk succeed dan sustain sampai di mulut jembatan yang lain pada 2015. Ada sembilan hal lagi yang harus dilakukan mulai tahun 2011 secara konsisten sampai 2015.

Pertama, Anda harus mengerti YWN sub-culture supaya akhirnya bisa mempunyai YWN network. Kedua, Anda harus bersiap untuk digital interactivity agar nantinya bisa memiliki platform digital. Ketiga, Anda mesti mempromosikan urban lifestyle untuk membangun urban home quarters di seluruh Indonesia.

Keempat, sebaiknya Anda menggunakan konten dan konteks lokal agar bisa dianggap mempunyai local authenticity di 2015. Kelima, mulailah mempertimbangkan channel mobility sehingga channel accessibility Anda terjamin nantinya jika Anda menargetkan konsumen yang terus bergerak. Keenam, tawarkan affordable luxury bagi konsumen kelas menengah baru sehingga Anda bisa mulai membangun penawaran yang lebih bertingkat nantinya untuk seluruh segmen konsumen.

Ketujuh, Anda harus membangun identity personification alias membangun karakter merek Anda supaya bisa mempunyai trusted identity ketika bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain yang bertempur di ASEAN. Kedelapan, lakukan proactive engagement menggantikan pelayanan konsumen yang lebih reaktif. Ini diperlukan untuk membangun intimate relationship. Kesembilan, gunakan shared resources antar-unit bisnis di dalam perusahaan atau bersama pesaing Anda. Semuanya demi membangun integrated organization yang lebih efisien dalam hal biaya.

Semuanya itu adalah aplikasi dari konsep New Wave Marketing yang horisontal karena Indonesia memang sudah seperti itu kondisinya. Nah, kalau strategi 3S itu dijalankan dengan benar, saya berharap bahwa kita jadi perusahaan yang respected, responsible dan punya reputation (3R).

Kami sangat yakin, tanpa status 3R itu, perusahaan apa pun tidak akan bisa menang bersaing di era AEC! Ujung-ujungnya itulah yang diajarkan Confucius di Tiongkok lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Jadilah orang yang dihormati, bertanggung jawab, dan punya reputasi.

Papa saya almarhum selalu meminta saya mengikuti Confucius. Bagi saya, Confucius bukanlah nabi, melainkan pembelajar dan pengajar, karakter ketika para raja di Tiongkok berebut tanah, kekayaan dan kekuasaan dengan menghalalkan semua cara.

Jadi, tidak ada yang bertentangan antara Internet dan human spirit. Semakin dunia jadi transparan, semakin Anda dituntut mengutamakan karakter. Kalau tidak, Anda akan menyusul Lehman Brothers. Itulah semangat Al-Amin atau bisa dipercaya dari Nabi Muhammad yang ternyata sangat relevan pada saat ini.

Saya sempat mengunjungi Qufu, kota kecil tempat makam Confucius. Di situ saya melihat kuburan Confucius berdampingan dengan kuburan muridnya. Konon, muridnya itu tetap menunggu Confucius yang meninggal di situ sampai 11 tahun karena saking kagumnya pada apa yang diajarkan Confucius.

Jadi?

Ingat nasihat Nabi Muhammad, “Belajarlah sampai ke negeri Tiongkok!”

*) Penulis adalah pakar pemasaran, pendiri MarkPlus Inc.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved