Sajian Utama

Menyiapkan Amunisi untuk Menubruk Peluang

Oleh Admin
Menyiapkan Amunisi untuk Menubruk Peluang

Berbagai indikator perekonomian dan politik menunjukkan bahwa tahun 2011 bisa dijadikan momentum bagi kebangkitan bisnis di Indonesia. Apa yang dilakukan para pelaku bisnis pada 2011 akan sangat berpengaruh pada kinerja bisnis tahun-tahun berikutnya. Bagaimanakah kesiapan para pemimpin bisnis untuk memanfaatkan momentum yang dahsyat ini? Berikut penuturan para CEO dari perusahaan-perusahaan top.

Zulkifli Zaini, Dirut Bank Mandiri:

Lanjutkan Transformasi Budaya

Kami melihat tahun 2011 sebagai kelanjutan 2010. Tahun lalu pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 6%, terjadi peningkatan sektor konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Kami melihat itu sebagai pertumbuhan yang positif di Indonesia, padahal di Eropa dan Amerika Serikat masih belum pulih. Kami ingin menangkap peluang itu sebaik-baiknya dan tumbuh bersama Indonesia.

Saat ini kami menghadapi tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal adalah bagaimana kami terus melakukan transformasi di Mandiri. Periode 2005-10 kami telah merevitalisasi budaya perusahaan. Dari segi layanan, kami ini bank pelat merah, di mana pegawainya dulu dipersepsikan lebih banyak pasif, service culture lemah, sehingga kami tertantang terus memperbaiki diri. Namun, layanan saja tidak cukup, karena layanan itu sebenarnya bertujuan mendapatkan sales. Jadi, kami bakal memperkuat sales culture: SDM menjadi tenaga kerja yang aktif, berada di pasar mencari nasabah, dan dalam waktu-waktu tertentu juga mengambil alih nasabah bank lain. Juga, meningkatkan praktik good corporate governance karena dulu pegawai Mandiri dipersepsikan menerima hadiah dari nasabah. Untuk itu, aspek TIPCE (Trust, Integrity, Professionalisme, Customer Focus, Excellence) perlu ditingkatkan.

Transformasi itu tidak cukup. Maka, pada periode 2010-14 kami ingin lakukan lagi yang terkait dengan transformasi budaya, yaitu bagaimana meningkatkan service culture, sales culture, dan transformasi bisnis. Kami lakukan penguatan dari sisi organisasi ataupun proses bisnis itu di tiga area utama. Pertama, terkait wholesale transaction lantaran hampir semua perusahaan besar adalah nasabah Mandiri. Kedua, memperkuat retail transaction. Kami belum dikenal sebagai bank yang memfasilitasi nasabah perorangan atau pedagang untuk bertransaksi. Jadi, tahun 2010-14, kami lakukan tranformasi bisnis yang kedua terkait retail payment. Ketiga, kami ingin juga dikenal sebagai bank yang cukup baik dari sisi retail financing, seperti nasabah mikro, nasabah kecil, consumer finance, KPR, kartu kredit, plus kredit tanpa agunan.

Tantangan eksternal adalah pasar perbankan di Indonesia sangat terbuka. Bank asing diperbolehkan memiliki saham sampai 99%, sehingga kompetisi makin ketat lantaran asing dengan mudahnya dapat membuka cabang atau memiliki anak perusahaan di sini.

Banyak inisiatif strategi yang akan kami lakukan pada 2010-14. Kami akan terus menambah jumlah cabang yang sekarang sudah ada 1.300 kantor dan meningkatkan jumlah gerai ATM yang kini mencapai 5.500. Rencananya, jumlah cabang ditambah 60 kantor plus 100 gerai mikro (hanya sales). Juga, bakal memperkuat SMS banking, Internet banking, call center, commercial banking center dan business banking center. Tidak ketinggalan, kami pun akan menambah kantor yang terkait dengan consumer loan untuk menyalurkan KPR di seluruh Indonesia. Tentunya, rencana itu harus didukung oleh sistem teknologi informasi (TI) yang kuat dan kami akan investasi TI sebesar US$ 50-60 juta per tahun guna meningkatkan pelayanan nasabah.

Perlu diketahui, hingga kini transaksi di Mandiri telah mencapai lebih dari 2,5 juta transaksi per hari, baik di cabang (15%) maupun electronic channel (85%). Jadi, tanpa TI yang kuat, bank tidak bisa berkompetisi, karena peran e-channel jauh lebih kuat ketimbang kantor cabang yang tradisional.

Di belakang performa Mandiri adalah peran SDM. Kami butuh penambahan SDM yang cukup besar di waktu-waktu mendatang. Saat ini jumlah karyawan sekitar 25 ribu orang.

Sejauh ini kinerja Mandiri cukup baik. Per September 2010, pertumbuhan kredit year on year 23% dan tahun 2011 ditargetkan 20%-22%. Komposisi kredit kami 15% mikro dan konsumer, sedangkan 85% kredit korporasi dan komersial. Lalu, tingkat kredit bermasalah (NPL) di bawah 0,7% dan tahun depan kami akan jaga terus di bawah 1%. Kami juga menjaga cost efficiency ratio agar selalu di bawah 45% dan syukurlah per September 2010 masih di bawah 40%. Perolehan dana pihak ketiga tahun 2011 kami harapkan naik 15%. Laba periode Januari-September 2010 tercatat Rp 6,4 triliun atau naik 38%. Jumlah itu cukup signifikan karena bank-bank nasional lain tidak tumbuh sebesar itu.

Eva Martha Rahayu/Kristiana Anissa

Sarwoto Atmosutarno, Dirut Telkomsel:

“Operator Harus Mentransformasi Bisnis”

Berbicara bisnis telekomunikasi tahun depan, apakah bisa sukses dan sustain? Itu akan tergantung pada bagaimana para pemimpinnya mentransformasi bisnisnya. Sebab, tahun depan kami perkirakan jumlah pelanggan yang berbasis SIM card akan menyamai, bahkan melebihi, jumlah penduduk. Dengan kata lain, penetrasi pasarnya sudah lebih dari 100%. Akibatnya, itu akan menekan profit dan pendapatan, karena pasar sudah dalam kondisi jenuh, saturation.

Jika pasar dalam kondisi jenuh, kami harus mencari bisnis baru (new business) lain yang bisa mengompensasi tekanan revenue, pangsa pasar dan profitabilitas. Ada beberapa yang berhasil secara signifikan mengatasi soal profitabilitas itu. Namun, penderitaannya terhadap tekanan pasar ini sama. Pasalnya, di Indonesia, selain penetrasinya akan melebihi 100%, pemain di industri ini pun sudah terlalu banyak: lebih dari 11 perusahaan. Cina saja yang penduduknya 1 miliar, jumlah operatornya tidak sebanyak di Indonesia. Ini menjadi tugas regulator bagaimana mengatasinya. Jangan sampai pasar dibiarkan. Buktinya, perang harga terjadi lagi. Di industri Internet pun sudah mulai ada perang harga. Dari sisi industri, ini berbahaya.

Karena itu, perusahaan telekomunikasi sudah saatnya melakukan transformasi bisnis, yakni menuju bisnis data dan Internet. Jika pada bisnis data dan Internet terjadi perang harga juga, industri telekomunikasi akan berat sekali.

Ketika industri dalam kondisi jenuh dan jumlah operator terlalu banyak, ada tiga tahap konsolidasi yang perlu dilakukan. Pertama, konsolidasi jaringan (infrastruktur). Contohnya, dengan tower sharing atau bandwidth sharing. Kedua, konsolidasi di bidang services, karena platform-platform value added service bisa dibuat bersama. Misalnya, ring back tone (RBT) atau musik, cukup Telkomsel yang punya, sementara operator-operator lain ikut saja. Dengan begitu, mereka tidak perlu mengeluarkan capital expenditure. Ini konsolidasi juga, sehingga industri ini efisien. Tidak perlu duplikasi, dan akan menekan cost. Ketiga, konsolidasi dalam hal entitasnya, dengan merger atau akuisisi. Contohnya, belakangan ada wacana merger Flexi – Esia dan Smart – Mobile 8.

Maka, sejak tahun lalu Telkomsel sudah mempersiapkan masuk ke bisnis baru, yaitu bisnis data dan Internet. Sejauh ini, kami lihat dari sisi result, pertumbuhan bisnis baru hampir 84% setahun. Persentase kontribusi bisnis baru terhadap total bisnis meningkat. Tahun lalu persentasenya 7%, tahun ini sudah 13%. Ini menunjukkan Telkomsel sudah mentransformasi bisnis dengan benar, karena telah meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Di negara maju seperti Jepang, kontribusi bisnis baru terhadap total revenue ini sudah lebih dari 50%. Semua pemain telekomunikasi akan mengarah ke sana. Tahun depan, Telkomsel menargetkan persentase bisnis baru ini akan mendekati 20%.

Untuk masuk ke bisnis baru ini, banyak yang harus disiapkan. Dari sisi infrastruktur, kami akan menggelar broadband secara lebih luas. Broadband Telkomsel sudah siap di 25 kota. Tahun depan akan dikembangkan hingga 40 kota. Itu penting sekali. Dari sisi sistem support, Telkomsel membangun billing system dan CRM yang lebih canggih. Telkomsel juga membangun data warehouse yang memiliki kapasitas lebih dari 2 pentabyte. Ini untuk mempersiapkan target pelanggan kami yang akan lebih dari 100 juta pada tahun depan. Sekarang pelanggan Telkomsel telah mencapai 95 juta.

Selain itu, kami juga akan membangun platform yang lebih kuat. Saat ini di Telkomsel sudah ada beberapa platform, seperti Music Platform, Application Platform, Mobile Commerce Platform (mobile payment, contactless, T-Cash, dan sebagainya), dan Mobile Advertising Platform. Itu persiapan-persiapan kami untuk menjalankan bisnis baru dengan lebih baik.

Di era new business, yang menonjol adalah kemitraan dan kolaborasi. Dalam era seperti itu, pemimpin maupun SDM harus open minded dan berpikir win-win. Sekarang, tidak bisa lagi mau menang sendiri. Sebab, bisnis baru tidak bisa dikerjakan sendiri. Operator harus mengundang mitra.

Agenda prioritas saya ke depan adalah, pertama, Telkomsel harus me-rebound bisnis ini. Itu harus kami kembalikan: pertumbuhan revenue, pangsa pasar dan profitabilitas. Kedua, menjadikannya sebagai high performance organization. Kami coba mengingatkan, ini lho ada bisnis baru, ada ilmu baru, yaitu IP broadband. Tahun depan, kami punya program: lebih dari 50% orang di Telkomsel harus ready broadband juga. Bukan saja kota-kotanya yang ready broadband. Karena Telkomsel sebagai planner dan controller, SDM-nya harus mengerti broadband itu apa dan karakternya seperti apa. Sebab, berbeda sekali dengan bisnis lalu yang terdiri dari calling dan SMS.

Tantangannya sebenarnya pada regulasi soal frekuensi yang perlu ditata kembali. Karena, frekuensi yang sekarang menyebabkan tidak semua operator siap menuju broadband. Misalnya, frekuensi hanya 5-10 megabyte, itu tidak mencukupi. Dari sisi itu, bisa diselesaikan dengan konsolidasi. Mengenai soal BHP frekuensi dan interkoneksi, saya asumsikan selesai.

Tantangan lainnya, bagaimana pemerintah menyikapi perang harga yang tak terkendali. Pemerintah harus memberi jaminan kompetisi dan kepastian return on investment. Saat ini, dari 11 operator, kompetisinya hanya dinikmati 3-4 operator.

Jadi, meskipun saturation, bisnis ini tidak akan mati. Selama kita berhasil mentransformasi bisnis ke bisnis baru, tidak akan bermasalah. Saya pun masih yakin Telkomsel akan terus nomor satu, bahkan hingga lima tahun ke depan. Pangsa pasar kami 50% tetap terjaga. Telkomsel memiliki volume bisnis US$ 5 miliar. Profit kami lebih besar daripada bank BUMN terbesar dan kami pembayar pajak terbesar.(*)

Herning Banirestu & A. Mohammad B.S.

Yudiawan Tansari, CEO Batavia Air:

“Saya Bidik 7 Juta”

Dalam hitungan saya, pertumbuhan penumpang pesawat tahun 2010 meningkat 10%. Daya beli domestik membaik dan stabil, tetapi ada sedikit gangguan, yakni letusan Gunung Merapi dan beberapa bencana alam lain sehingga banyak orang menunda bepergian. Tahun 2011?

Melihat ekonomi global, tingkat kepercayaan investor dan tren bursa saham yang cukup baik, pertumbuhan penumpang minimal juga akan 10%. Dan, saya optimistis itu tercapai. Apalagi, belum ada pemilu sehingga kondisi politik dalam negeri tidak memanas. Saya belum melihat hambatan berarti di tahun ini.

Tahun lalu Batavia Air punya pangsa pasar 16% dari total penumpang nasional sekitar 40 juta orang. Tahun ini, secara nasional jumlah penumpang mencapai 44 juta orang. Dengan pertambahan sebesar itu, Batavia menargetkan bisa mengangkut sedikitnya 7 juta penumpang dengan rata-rata harga per tiket US$ 50/jam atau sekitar Rp 450 ribu/jam.

Prioritas utama Batavia Air tetap konsisten menjaga safety. Itu nomor satu. Kemudian, dari sisi layanan, kami tidak lagi menggunakan Boeing 737-200. Saat ini kami mengoperasikan 37 pesawat, terdiri dari Airbus A-330 (dua unit), A-320 (lima), A-319 (dua), Boeing 737-300 (20), sisanya 737-400. Tahun ini akan datang enam pesawat A-320. Sedikitnya kami membenamkan investasi US$ 10 juta untuk pesawat.

Pesawat baru di tahun ini akan dialokasikan untuk rute baru dan memperkuat existing route. Sejumlah rute luar negeri sudah kami layani, misalnya Singapura-Pontianak, Singapura–Semarang, Jakarta-Guangzhou-Jakarta, Pontianak-Kuching (Malaysia), dan Jakarta-Jedah (lima kali seminggu). Tahun 2011, kami merencanakan terbang Jakarta-Hong Kong-Jakarta, Denpasar-Timor Leste. Sisanya akan memperkuat rute domestik, khususnya Indonesia Timur seperti Makassar, Sorong, Manokwari, Jayapura dan Merauke untuk mewujudkan mimpi saya: terbang dari Sabang-Merauke.

Tahun lalu, Batavia belum bisa ikut tender angkutan haji reguler. Namun pada 2011, kami akan diikutsertakan dalam tender. Alasan masuk ke angkutan haji, awalnya saya ditanya Departemen Perhubungan apakah bersedia terbang dengan widebody ke Arab Saudi. Sebagai pejuang, saya harus bilang “ya”. Tahun lalu, kami dinilai masih belum meyakinkan. Semoga tahun ini kami lolos.

Dalam hal SDM, saya terus memperbarui dengan memberikan berbagai pelatihan sehingga semakin profesional. Tantangan terbesar tetap di pilot. Untuk pengembangan SDM, khususnya pilot A-330, mereka dilatih di Kuala Lumpur, karena Batavia belum memiliki simulator Airbus A-330. Namun untuk kru lainnya, ada fasilitasnya karena kami telah memiliki pusat pelatihan. Soal fasilitas pelatihan, kami telah memiliki simulator A–320. Ada tiga simulator, meskipun bukan yang baru. Investasi untuk tiga simulator itu sekitar US$ 15 juta.

Kembali ke layanan. Dari sisi pemasaran, saat ini bisa membeli tiket secara online, jadi bisa dilakukan melalui Internet dan kartu kredit. Oh ya, kami juga ada agenda besar yang sedang dipersiapkan: IPO pada 2013. Jadi, tunggu tanggal mainnya. Kami akan terbang setinggi mungkin.

Sudarmadi/Darandono

Jean Christophe Letellier

(Presdir L’Oreal Indonesia):

16 Juta Pelanggan Baru

L’Oreal akan genjot investasi untuk memenangi pasar Indonesia. Data ratusan juta dolar pun dikucurkan.

Kami sangat positif melihat perkembangan Indonesia. Di sini, pasar produk kecantikan tumbuh double digit dalam lima tahun terakhir. Setiap tahun pertumbuhan pasarnya mencapai 12%. Di antara negara-negara berkembang seperti India, Brasil dan Cina, bisa dikatakan pasar Indonesia merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat.

Dengan fakta seperti itu, L’Oreal internasional melihat Indonesia sebagai pasar potensial. Dari sisi volume, kami menargetkan tumbuh lebih dari 30%. Kami juga menargetkan menyerap 16 juta pelanggan baru.

Untuk memenangi pasar, kami mendesain harga yang lebih terjangkau oleh konsumen. Contohnya, sampo L’Oreal Paris. Sebelumnya hanya ada ukuran besar seharga Rp 60 ribu. Kini kami memperbaruinya dengan ukuran lebih kecil, dibanderol Rp 19 ribuan dan yang terkecil Rp 6 ribu.

Kendati demikian, kami tetap akan mempertahankan harga merek tertentu, seperti merek premium. Seperti diketahui, selama ini kami mempunyai tiga divisi merek: premium, pasar menengah, dan pasar yang lebih rendah. L’Oreal tetap mempertahankan harga merek premium yang sudah ada seperti Lancome krim (Rp 3 juta). Hal yang sama kami lakukan pada merek lainnya seperti Maybelline dan Garnier.

Guna menjangkau lebih banyak konsumen, komunikasi produk yang kami lakukan akan menggunakan potensi lokal yang sesuai dengan pasar. Hal itu ditunjukkan dengan memilih duta lokal. Jika sebelumnya L’Oreal hanya menggunakan artis Gong Li, sejak Juni 2010 kami memakai model Indonesia: L’Oreal Men memilih Nicholas Saputra, L’Oreal Paris menggunakan Dian Sastrowardojo. Sementara Garnier dan Maybelline kami gunakan Laudya Chyntia Bella dan Sherina.

Seiring perkembangan teknologi, kami berusaha memaksimalkan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Lebih dari 100 sekolah kami datangi untuk edukasi produk. Kami juga mendatangi pasar tradisional. Di sana ada banyak toko kosmetik. Mereka pun perlu kami edukasi karena garda depan L’Oreal.

Semua langkah ini tentunya ditopang oleh pusat. Tahun 2010, L’Oreal internasional menginvestasikan US$ 50 juta untuk pembangunan pabrik dengan kapasitas produksi 500 juta unit/tahun. Hanya produk hair care dan skin care yang diproduksi di sini. Kalau dikalkulasi, kami akan menginvestasikan hingga US$ 100 juta di tahun 2011. Selain fasilitas produksi, dana investasi itu digunakan untuk riset dan pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan kulit orang Indonesia.

Tidak hanya produk yang kami kembangkan. SDM Indonesia kami tumbuhkembangkan pula. 7% dari payroll didedikasikan untuk pelatihan karyawan setiap tahunnya. Di L’Oreal, kami memang memberikan kesempatan bagi semua manajer untuk berkembang.

Sudarmadi/Rias Andriati

Johanes Mardjuki

(CEO PT Summarecon Agung Tbk.):

Akan Ekspansi dan Akuisisi Perusahaan Lain

Hingga akhir 2010, kami optimistis Summarecon Agung bisa membukukan omset Rp 1,3-1,5 triliun dengan laba Rp 200-230 miliar atau tumbuh 15%. Sesungguhnya penjualan kami pada 2010 luar biasa, yaitu di atas Rp 2,1 triliun untuk seluruh proyek dari Bekasi, Kelapa Gading dan Serpong. Namun, tidak semuanya bisa dibukukan di tahun 2011. Alasannya, handover memakan waktu 18 bulan.

Kinerja ini dikontribusikan dari bisnis pengembangan properti (jual rumah dan kaveling), dan pengembangan investasi. Tahun 2010, komposisi antara kontribusi pengembangan properti dan pengembangan investasi adalah 60%:40%.

Tahun 2011, selain di tiga lokasi utama kami – Kelapa Gading, Serpong dan Bekasi – Summarecon akan ekspansi ke wilayah Jakarta Selatan dan Bandung Timur dengan cara mengakuisisi perusahaan properti senilai Rp 150-200 miliar yang memiliki lahan 60 ha dan akan diperluas hingga 150-200 ha.

Untuk rencana di Bekasi, kami mempersiapkan pembangunan fly over, yang saat ini sedang dalam proses tender. Kami berharap awal tahun depan sudah bisa memulai proyek ini dan menunjuk kontraktornya. Diperkirakan proyek ini akan selesai dalam 15-18 bulan.

Selain itu, (di Bekasi) kami juga akan meluncurkan beberapa klaster (perumahan) baru. Hingga akhir Desember 2010 saja kami sudah melakukan peluncuran tiga klaster, yang sold out hanya dalam hitungan jam dengan total 750 unit terjual. Harga jual awal Rp 500-800 juta/unit. Kecuali di klaster 3 harganya Rp 700 juta hingga di atas Rp 1 miliar/unit. Kami pun mempersiapkan pembangunan Summarecon Mall Bekasi dengan luas lahan sekitar 60 ribu m2 yang diperkirakan akan menelan investasi Rp 500 miliar.

Untuk agenda di Serpong, tahun 2011 kami akan menambah 6 klaster dengan total rumah 1.000 unit. Selain itu, kami mengembangkan Summarecon Mall Serpong, dari tahap satu seluas 43 ribu m2, menjadi 93 ribu m2, dengan investasi sekitar Rp 400 miliar.

Total capital expenditure (capex) kami pada 2011 sekitar Rp 1,5 triliun. Sumber pendanaan berasal dari rights issue, penerbitan bonds, pinjaman beberapa bank, serta dana internal sebesar 30%. Penggunaannya, untuk pengembangan mal (Rp 900 miliar), pembangunan fly over (Rp 200 miliar), dan sisanya untuk mengambil lahan baru di Bandung dan Jakarta (sekitar Rp 400 miliar). Adapun untuk penambahan ruang hotel dibutuhkan investasi sekitar Rp 50 miliar.

Kami sangat optimistis, di 2011 pertumbuhan ekonomi kita akan lebih baik daripada 2010. Selain itu, daya beli masyarakat meningkat, inflasi terkendali, dan suku bunga KPR bisa diharapkan single digit.

Tentu ada tantangannya. Bagi kami, tantangan bisnis pada 2011 adalah masalah kepastian hukum, terutama menyangkut surat tanah. Selain itu ada masalah infrastruktur, di mana kemacetan dan ruas jalan belum memadai. Jadi, infrastruktur harus digarap lebih serius lagi untuk mendorong percepatan ekonomi.

Tantangan berikutnya soal suplai listrik. Kami pernah kesulitan menyuplai listrik ke mal-mal kami, sehingga kami menggunakan genset gas dengan investasi cukup besar. Namun sekarang untuk membangun Summarecon Mall Serpong tahap dua, suplai gas tidak bisa dilakukan dan harus kembali ke listrik lagi.

Bisnis properti juga punya kendala dari sisi lahan. Karena itulah, Summarecon membentuk tim khusus pembebasan lahan.

Adapun kendala dalam SDM, yakni tidak mudahnya mendapat SDM yang siap pakai. Karena itu kami membuat program bagi fresh graduate semisal officer development program. Bagi karyawan lama akan dibuat pelatihan yang intensif agar ilmu mereka terus diperbarui.

Secara organisasi, kami rasa tidak akan terjadi perubahan besar karena semuanya sudah berjalan dengan bagus. Untuk kaderisasi, prinsipnya kelebihan sedikit karyawan tidak apa-apa asalkan kami bisa memiliki bibit yang banyak. Sebab, persaingan sangat ketat dan bajak-membajak masih sangat tinggi.

Namun, kami justru senang dengan persaingan . Itulah yang membuat bisnis ini tumbuh, karena ada sparring partner untuk terus berinovasi. Bahkan kadang dari pesaing kami bisa belajar. Contohnya di Serpong, pesaing kami adalah gajah seperti BSD, Alam Sutera, Melati Mas, dan Lippo. Kalau kami tidak do the best, konsumen akan memilih developer lain.

Yuyun Manopol & Darandono

Mukiat Sutikno

(Direktur Pengelola General Motors Indonesia):

Siapkan Indonesia Jadi Basis Produksi

Tantangan pasar otomotif ada pada masalah regulasi. Rencana pemerintah hendak memberlakukan pembatasan BBM bisa menjadi ancaman bagi industri otomotif. Belum lagi pemberlakuan pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor. Dampak kebijakan ini tidak seasonal. Ini akan memengaruhi penjualan otomotif pada 2011. Saya menyayangkan adanya regulasi ini. Sebab, selain ancaman lesunya penjualan otomotif, juga belum terciptanya sarana transportasi massal yang nyaman.

Sementara itu, globalisasi dan penyebaran Internet juga menjadi tantangan tersendiri. Sebab, perkembangan informasi sangat pesat. Apa pun yang kita ketahui 5-10 tahun yang lalu, sudah semacam old newspaper. Sebagai seorang CEO, yang paling utama adalah bagaimana bisa meng-update dirinya sendiri. Jangan terpaku pada apa yang efektif dijalankan 5-10 tahun yang lalu. Kadang-kadang hal itu sudah ketinggalan zaman. Selain itu, perlu juga mendengar pasar. Dengan begitu kami bisa meng-align semua tim dengan apa yang diinginkan pasar.

Begitu pula halnya dengan SDM di perusahaan, saya perlu meng-upgrade beberapa hal. Tidak saja kemampuan, tetapi juga kualitas tim. Karena, at the end of the day, kualitas mereka yang akan memberikan karakter tertentu dari merek Chevrolet. Yang jelas, kami tidak akan melakukan perombakan organisasi di tim yang saya pimpin. Saat ini tim kami sudah sangat kompak.

Pada 2011, kami akan terus menambah produk baru di Indonesia. Bahkan General Motors Indonesia akan membuat basis produksi di Tanah Air yang sekarang masih dalam tahap finalisasi. Kami juga akan menambah 10 gerai baru lagi pada 2011. Tahun 2010 kami sudah menambah 40 gerai. Sementara mengenai target, kami masih menunggu (arahan) dari kantor pusat. Nanti, di awal Januari baru bisa kami rilis.

Yuyun Manopol & Sigit A. Nugroho

William Kuan

(Direktur VP Senior/Pejabat CEO

PT Prudential Life Assurance):

Terus Kembangkan People Management

Bisnis asuransi merupakan bisnis yang sangat kompleks dan terus berubah. Merupakan tanggung jawab saya untuk memberikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan menguntungkan bagi perusahaan dan semua stakeholder, termasuk nasabah, tenaga pemasaran dan staf kami.

People management merupakan kunci kepemimpinan. Yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di industri asuransi termasuk menghadapi tahun 2011 adalah memiliki sumber daya manusia (SDM) dengan talenta yang terbaik dan bekerja dengan SDM terbaik di Prudential. Memotivasi dan memberikan kepercayaan kepada staf saya, juga merupakan tanggung jawab saya pada perusahaan.

SDM merupakan elemen yang sangat penting untuk mengatasi tantangan yang ada di bisnis asuransi. SDM yang kami miliki harus merupakan orang-orang yang profesional, memiliki integritas dan keahlian teknis yang sangat tinggi dalam bisnis, serta mampu melakukan manajemen perubahan yang membuat mereka dapat tumbuh dan berkembang dalam kompetisi yang sangat ketat di industri asuransi.

Mengenai struktur organisasi merupakan sesuatu yang sifatnya dinamis dan terus berkembang. Sejauh ini, perusahaan belum melihat perlu adanya perubahan/penataan organisasi yang sangat signifikan. Prudential Indonesia saat ini telah memiliki tim yang sangat solid dari dewan direksi dan tim manajemen senior dengan dukungan kuat seluruh lini staf di perusahaan. Keberhasilan yang telah kami lewati di tahun-tahun sebelumnya juga tidak terlepas dari faktor kuatnya tim yang kami miliki di dalam perusahaan.

Sebagai perusahaan yang mendengarkan dan memahami, Prudential Indonesia memiliki komitmen jangka panjang untuk memberikan solusi keuangan bagi masyarakat luas berdasarkan kebutuhan mereka, dan mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Dengan rekam jejak yang sudah terbukti dari sisi kinerja bisnis perusahaan dan investasi yang telah dilakukan dalam pengembangan staf, tenaga pemasaran, dan infrastruktur selama ini, Prudential Indonesia akan terus fokus menjaga kondisi kesehatan keuangan perusahaan di level yang kuat, agar dapat terus berkontribusi dalam pertumbuhan industri asuransi jiwa di Indonesia.

Prudential Indonesia juga menjunjung tinggi kepercayaan dari para nasabah yang sudah menyerahkan sebagian kebutuhan perencanaan keuangannya kepada perusahaan. Inovasi dalam produk ataupun layanan bagi nasabah menjadi suatu kemutlakan bagi kami.

Selain itu, sosialisasi dan edukasi pentingnya memiliki asuransi selalu menjadi perhatian kami. Inisiatif-inisiatif dalam hal ini merupakan prioritas bagi kami, termasuk mendukung ragam program dari pihak regulator dan asosiasi, sejalan dengan program internal kami.

Prudential Indonesia juga akan terus memberikan kembali pada lingkungan di mana kami berbisnis dengan cara melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang selama ini kami arahkan untuk anak-anak, kesehatan dan pendidikan.

Prudential Indonesia akan terus berupaya melihat beragam peluang yang ada dalam menumbuhkan bisnis kami. Fokus kami tetap pada kebutuhan nasabah dan bagaimana terus memberikan pelayanan yang terbaik di kelasnya bagi nasabah yang telah memercayakan perencanaan keuangannya pada perusahaan. Intinya, kami akan terus berupaya menumbuhkan bisnis kami secara progresif, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun kami dengan sangat menyesal tidak dapat memberikan gambaran detail mengenai rencana atau strategi ke depan, karena Grup Prudential terdaftar di bursa saham New York (New York Stock Exchange), London (London Stock Exchange), Hong Kong dan Singapura. Kami harus mematuhi peraturan masing-masing bursa yang sangat ketat bagi perusahaan yang sudah terdaftar. Ini termasuk ketentuan tidak mengumumkan strategi dan proyeksi data keuangan apa pun sebelum data tersebut disampaikan lebih dulu ke bursa.

Dede Suryadi dan Herning Banirestu

Kim Weon Dae, Presdir LG Electronics Indonesia:

Fokus pada Tiga Produk

Pasar elektronik Indonesia akan terus membesar, persaingan pun sangat ketat. Sekarang tergantung pada bagaimana kami berusaha bertahan di tengah kompetisi ini, dengan menyediakan kebutuhan konsumen dan melayani mereka.

LG menargetkan kenaikan penjualan sekitar 30% setiap tahun. Ada tiga kategori yang menjadi fokus kami di 2011: televisi, ponsel dan peralatan rumahtangga. Kami akan meluncurkan smart TV, network TV dan kategori blue ray. Kemudian ada smartphone, dengan kebaruan pada sisi hardware dan software. Prioritas pasar yang digarap tetap sama: menengah-atas, menengah dan menengah-bawah. Kami akan membangun 1-2 merek unggulan.

Untuk meraih target tersebut, sejumlah langkah dilakukan. Dari sisi produk, pengembangan dan inovasi terbaik menjadi tumpuan. Untuk fasilitas produksi, LG ingin berinvestasi di Indonesia untuk menambah fasilitas. Saat ini kami punya dua pabrik di Indonesia, di Cibitung dan Tangerang. Investasi akan terus dilakukan karena Indonesia mampu mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 6% tiap tahun dan ekonomi stabil selama tiga tahun belakangan.

Kemudian, dari sisi jaringan pelayanan, LG akan menambah jaringan dan jumlah karyawan penjualan, pemasaran dan pelayanan. Rencana pengembangan cabang akan berkisar 20% dari jumlah cabang sekarang yang sudah mencapai 21 cabang di seluruh Indonesia.

Menyadari SDM menjadi faktor penting di balik langkah-langkah tersebut, LG tak henti melakukan program-program pengembangan karyawan. Kami ingin membangun SDM yang sesuai dengan kebutuhan bisnis, khususnya dari sisi manufaktur dan pemasaran. Sekarang, learning center sudah disiapkan. Sejumlah orang juga dikirim ke Korea Selatan guna mempelajari teknologi terkini dan menambah ilmu pemasaran. Banyak juga yang dilibatkan dalam proyek-proyek LG di mancanegara. Pokoknya, kami sangat berorientasi kepada people.

Terkait perkembangan LG, selama 20 tahun berada di Indonesia, kami berterima kasih karena pemerintah telah banyak memberi dukungan. Kalau boleh, kami berharap di tahun ini dan mendatang pemerintah semakin memberikan dukungan kepada pelaku bisnis dalam hal infrastruktur dan lingkungan bisnis yang kondusif agar kami bisa membantu masyarakat hidup lebih baik lagi. Kami berharap pemerintah bisa membuka lagi kesempatan agar lebih banyak lagi investasi asing yang masuk.

Kendati pertumbuhan bisnis sangat penting, kami juga semakin peduli terhadap isu lingkungan. Kami tidak melulu memberi perhatian pada pangsa pasar dan profit, tetapi juga berkontribusi kepada masyarakat lewat berbagai kampanye seperti LG Level Green Campaign dan LG Level Children Campaign. Itu sesuai dengan slogan tema kami: LG, Life is Good.

Di 2011 ini, kami akan tetap menjaga tradisi perusahaan sebagai pemain nomor satu. Tradisi ini bukan saja melulu mengenai pangsa pasar dan orientasi profit, tetapi juga ingin menjadi national brand di Indonesia.

Sudarmadi/ Yurivito Kris Nugroho

Sudhamek AWS, CEO Garudafood:

Tahun Ekspansi dan Akuisisi

Setiap pergantian tahun selalu menjanjikan tantangan baru yang menarik dihadapi. Di tahun 2011, tantangan yang kami hadapi relatif sama dengan tahun sebelumnya, yaitu masalah kompetisi yang pasti akan semakin tajam karena harga bahan baku yang masih fluktuatif serta masalah sumber daya manusia yang akan semakin menantang, terutama bagaimana mempertahankan karyawan agar tetap inovatif dan kreatif.

Bagi kami, berbagai tantangan itu harus dan pasti bisa dihadapi. Dalam bisnis, bukan soal bahaya atau tidak. Semua akan mampu diatasi jika eksekusinya bagus dan benar. Intinya, bagaimana merancang bisnis dengan baik berdasarkan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi makroekonomi di Tanah Air.

Dalam hal ini, yang penting bukan hanya meningkatkan kemampuan, melainkan juga mengembangkan kompetensi. Kompetensi itu berasal dari core competence dan basic competence. Dengan basic competence diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah dasar dan dengan core competence diharapkan dapat mengantisipasi masalah ke depan.

Untuk itu, memang dibutuhkan seorang pemimpin perusahaan yang memiliki kemampuan merumuskan strategi dan mewujudkannya dalam tingkatan operasi. Strategi yang disusun harus mencakup berbagai aspek, baik internal maupun eksternal, mikro ataupun makro, dan mampu menerjemahkannya menjadi eksekusi. Intinya, ada empat hal yang penting dan harus berkembang dinamis dalam perusahaan, yakni sistem, infrastruktur, strategi dan people (SDM).

Berbicara mengenai SDM, sebaiknya perusahaan mengukur karyawan dalam dua dimensi. Pertama, kinerja, dimensi jangka pendek. Dan kedua adalah value, dimensi jangka panjang. Untuk melengkapi dimensi itu, yang harus dibangun adalah skill, knowledge dan attitude.

Adapun mengenai strategi, menurut saya, tergantung pada masing-masing perusahaan. Bagi Garudafood, strategi yang dianut akan tumbuh dalam dua jalur secara berkesinambungan, yakni tumbuh secara organik dan anorganik. Tahun ini, kami masih akan memprioritaskan tumbuh secara organik, yakni tumbuh dengan bisnis yang sekarang ada, tetapi juga mulai mempertimbangkan pertumbuhan anorganik dengan cara akuisisi atau merger.

Prinsip kerja inilah yang kami terapkan untuk mencapai visi 2015. Kami ingin tumbuh menjadi perusahaan besar. Karena itu, pilihannya harus menggunakan dua jalur tersebut. Untuk itu, pada 2011, kami akan mengakuisisi beberapa perusahaan yang membidangi makanan dan minuman, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaan yang akan kami akuisisi bukan yang berkinerja buruk, melainkan harus yang bagus. Itulah cara mencapai pertumbuhan yang cepat.

Tahun 2011, kami akan lebih serius menggarap bisnis ekspansi Garudafood. Saat ini kami sudah mulai merintis bisnis di bidang perkebunan kelapa sawit. Diharapkan tahun depan lahan kelapa sawit kami sudah mencapai 10.000 hektare.

Walaupun agresif meningkatkan kinerja perusahaan, kami juga tetap akan terus membangun budaya perusahaan yang solid dan andal. Bagi kami, menumbuhkan budaya perusahaan itu mutlak penting bagi perusahaan yang maju. Sebab, membangun budaya perusahaan tidak bisa hanya sekejap dan ada dengan sendirinya. Dibutuhkan desain yang matang dan waktu lama, hingga 5-6 tahun.

Dalam hal budaya perusahaan ini, Garudafood terus menekankan inovasi dan kreativitas di dalam karakter karyawan. Hal itu perlu dilakukan agar terbentuk paradigma inovatif dan kreatif di dalam diri karyawan. Tidak semua karyawan saat masuk (mulai kerja) punya karakter seperti itu, dan karenanya perlu diseragamkan dengan sistem yang sudah dimiliki perusahaan.

Secara umum, kami tetap mematok standar pertumbuhan di atas 20%-25%. Pertumbuhan angka penjualan kami harapkan dapat mendongkrak pangsa pasar yang memang harus terus ditingkatkan

Taufik Hidayat dan Yurivito Kris Nugroho

Suhartono

(Presdir PT Federal International Finance):

Targetkan Pembiayaan Rp 20 Triliun

Pada awalnya PT Federal International Finance (FIF) didirikan hanya untuk mendukung pabrik Honda, tetapi karena kami punya passion untuk menjadi yang terbaik, maka kinerja kami terus meningkat. Sebagai gambaran, sebelumnya kami cuma untung Rp 25 miliar, bahkan pernah minus ketika krismon, tetapi tahun 2010 kami tutup dengan laba Rp 1,2 triliun. Dengan passion itu semua detail bisnis pembiayaan kami pelajari.

Tahun 2011, kami menargetkan pembiayaan kredit Rp 20 triliun. Target pembiayaan sebesar itu, terdiri atas kredit motor baru mencapai 82%, pembiayaan kredit motor bekas 10%, dan sisanya pembiayaan kredit barang elektronik 8%.

Untuk mencapai target tersebut, kami siap dengan strategi khusus. Pertama, peningkatan kreativitas. Artinya, bagaimana agar seluruh karyawan memiliki sikap yang positif atau yakin bahwa bekerja di FIF itu menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Jadi, kami akan meningkatkan motivasi dan proses internal agar karyawan tetap happy.

Kedua, kami ingin memperkuat sistem karena bisnis kami fokusnya pasar ritel. Ketiga, kami akan meningkatkan pelatihan bagi semua karyawan bahwa FIF harus memiliki pareto bekerja. Mengapa? Perusahaan yang akan maju itu 80% memang harus memikirkan bisnis dan 20% harus memiliki Corporate Social Responsibility.

Sementara itu, tantangan bisnis yang kami hadapi adalah persaingan ketat industri multifinance. Untuk menyiasati hal itu, kuncinya adalah kreativitas. Salah satunya, kreativitas mental. Setiap karyawan diberi pelatihan sedemikian rupa agar dia memiliki kreativitas tinggi. Maka, di setiap kantor wilayah dan kantor pusat FIF, kami buat winning team. Karyawan dalam tim ini diberi waktu dua hari setiap bulan, pergi ke suatu tempat mencari ide-ide baru.

FIF juga berusaha mempermudah para pelanggannya dalam hal mengajukan aplikasi kredit dengan adanya program Mobile Network Application System (MONAS). Para tenaga account officer FIF dibekali BlackBerry yang menggunakan aplikasi MONAS untuk melayani nasabah. Selain itu, kami pun membuat sistem pelayanan terpadu berupa one stop service, satu pelanggan dilayani oleh seorang karyawan saja, sehingga mereka tidak perlu ke kasir yang berbeda untuk urusan yang berlainan. Tak ketinggalan, kami juga membuat komunitas baik untuk karyawan maupun pelanggan seperti fotografi, sepeda, dan sebagainya.

Tahun depan kami akan ekspansi. Rencananya tahun 2010-2012 FIF menambah 109 cabang. Ada tiga tipe kantor cabang (kancab) kami. Pertama, kios, yaitu kantor kecil pusat informasi yang menerima collection. Jika tahun 2010 kami punya empat kios, tahun 2011 akan ditambah 20 kios lagi. Kedua, kantor representatif, yaitu satu ruko dengan 10 karyawan berlokasi di kecamatan. Ketiga, kancab berlokasi di ibu kota provinsi. Tahun 2011 FIF hendak membangun tiga kancab di Papua, Ambon dan Aceh.

Selain jumlah kancab yang ditingkatkan, tahun 2011 FIF juga hendak menambah karyawan baru untuk memperkuat pasukan yang saat ini 12.900 pegawai. Tahun depan kami targetkan jumlah karyawan mencapai 14 ribu orang.

Tentu saja rencana ekspansi tahun 2011 membutuhkan modal besar. Makanya kami sudah anggarkan belanja modal (capital expenditure) tahun 2011 dalam jumlah yang memadai. Contoh, untuk buka satu cabang butuh biaya Rp 2 miliar, sehingga kalau akan buka 50 cabang dibutuhkan dana sekitar 100 miliar. Itu belum termasuk investasi teknologi informasi yang nilainya sekitar Rp 2 miliar per tahun.

Eva Martha Rahayu & Kristiana Anissa


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved