Trends Economic Issues

Wacana Beda Tarif KRL, Akademisi Sebut Pengguna Transportasi Umum Wajib Dapat Subsidi

Akademisi menilai setiap pengguna transportasi umum wajib menerima subsidi, karena sudah membantu pemerintah untuk mereduksi terjadinya kemacetan dan polusi. (KRL Commuter)

Kementerian Perhubungan tengah mengkaji perbedaan tarif KRL Commuter Jabodetabek untuk penumpang yang kaya dan miskin. Kemenhub ingin, orang yang kaya membayar KRL lebih mahal. Wacana kebijakan ini menuai pro dan kontra di masyarakat dan mendapat sorotan dari akademisi transportasi.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai, sejatinya subsidi transportasi umum diberikan kepada warga yang dalam mobilitas kesehariannya menggunakan transportasi umum untuk bekerja. Dapat dibedakan atau tidak tergantung kemauan politik pemerintahnya dan ketersediaan anggaran yang ada.

Diketahui alokasi Dana Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) Tahun Anggaran 2023 diprioritaskan untuk KRL dan KA Ekonomi Jarak Dekat. Ini karena kereta api-kereta api tersebut yang digunakan sebagian besar warga beraktivitas sehari-hari, sehingga diharapkan semakin banyak warga yang menggunakan kereta yang pada akhirnya mengurangi beban jalan raya.

Data PT Kereta Api Indonesia (KAI) kontrak PSO untuk KRL Jabodetabek tahun 2022 sebesar Rp 1,8 triliun dan menurun di tahun 2023, yakni Rp 1,6 triliun. Demikian pula total PSO tahun 2022 sebesar Rp 2,8 triliun, turun di tahun 2023 menjadi Rp 2,5 triliun. Sebanyak 64 persen dari nilai total PSO Perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

Menurut Djoko, pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada KRL atau kereta api, sementara masih mengesampingkan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile). Saat ini, ongkos ke stasiun dan ke tempat tujuan lebih mahal daripada ongkos naik KRL.

“Ongkos murah naik KRL Jabodetabek, akan tetapi bisa jadi lebih mahal biaya perjalanan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan,” ujar Djoko kepada SWA Online, Rabu (4/1/2023).

Lebih kanjut Djoko menjelaskan survei Balitbang Perhubungan tahun 2013, ketika ditetapkan tarif KRL Jabodetabek satu harga dan murah, total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna KRL Jabodetabek masih 32 persen dari pendapatan bulanan. Saat itu layanan transportasi last mail belum sebaik sekarang yang sudah ada Jak Lingko dan bus. Namun layanan transportasi first mile belum banyak perubahan dan cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya.

“Belum ada perbaikan yang berarti, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Kota Tangerang. Ciptakanlah transportasi umum seperti di Bogor dan Tangerang untuk di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan,” katanya.

Djoko mengingatkan agar jangan hanya fokus pada tarif KRL Jabodetabek, namun bagaimana merancang ongkos transportasi warga bisa kurang dari 10 persen dari pendapatan bulanan. Perancis dan Singapura sudah bisa menekan hingga 3 persen, sedangkan China 7 persen.

“Angkutan feeder dari kawasan perumahan di Kawasan Bodetabek menuju stasiun KRL Jabodetabek dapat menggunakan kendaraan umum listrik. Bisa kendaraan umum baru atau kendaraan umum yang ada dikonversi, diprioritaskan untuk mendapat program insentif kendaraan listrik,” kata Djoko menyarankan.

Djoko menilai, kebijakan insentif kendaraan listrik untuk perorangan yang akan diluncurkan Kementerian Perindustrian cukup mengusik hati nurani para pengguna jasa transportasi umum, khususnya pengguna KRL Jabodetabek. Di tengah upaya memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, kebijakan ini kontra produktif, jika diberikan pada sejumlah pembelian mobil listrik dan sepeda motor listrik, dampaknya akan menambah kemacetan dan angka kecelakaan lalu lintas.

“Subsidi tepat sasaran harus terus diupayakan dalam rangka memberikan rasa keadilan bagi pengguna transportasi umum. Setiap pengguna transportasi umum wajib menerima subsidi, karena sudah membantu pemerintah untuk mereduksi terjadinya kemacetan, menurunkan tingkat polusi udara, dan turut mengurangi angka kecelakaan,” ucap Djoko menutup penjelasannya.

Rincian Kontrak PSO tahun 2022 dan tahun 2023. (PT KAI)

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved