Trends Economic Issues

Kebijakan Jangka Pendek untuk Mendukung Pertumbuhan Berkelanjutan Pascapandemi

Kebijakan Jangka Pendek untuk Mendukung Pertumbuhan Berkelanjutan Pascapandemi
AIFED 2022 (Foto: Kemenkeu)

Pandemi Covid-19 yang menimbulkan tiga krisis di sektor kesehatan, ekonomi, dan kemanusiaan membutuhkan respons kebijakan yang disusun dengan koordinasi kuat antara pemerintah pusat dan daerah, melalui kebijakan yang responsif dan antisipatif.

Pembahasan The 11th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di hari kedua mengupas tentang koordinasi dan respon kebijakan daerah untuk keluar dari krisis pandemi, kerangka pembangunan ekonomi hijau, serta manajemen kebijakan ekonomi makro, dengan mengambil pelajaran dari kebijakan selama pandemi. Topik-topik tersebut memiliki posisi strategis baik dalam perspektif kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang untuk memastikan pemulihan dan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Keberhasilan Indonesia dalam penanganan pandemi tidak hanya bersumber dari kecepatan dan ketepatan respon menghadapi pandemi di tingkat nasional, tetapi juga merupakan hasil kerja keras dan sinergi masyarakat, pimpinan, dan tokoh daerah yang terjun langsung dalam upaya menghadapi krisis. Strategi pengendalian pandemi dilakukan dengan mengurangi tingkat penularan melalui penerapan protokol kesehatan dan pemantauan tingkat penyebaran kasus, mencegah kasus berat dan kematian melalui vaksinasi dan pengobatan, serta terus melakukan komunikasi public secara transparan.

Di tingkat daerah, berbagai inovasi dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat dari pandemi dan dampaknya. Beberapa inovasi tersebut diantaranya penerapan e-RTS (Rumah Tangga Sasaran Elektronik) di Gorontalo, penerapan digitalisasi UMKM di Kalimantan Selatan, serta optimalisasi penggunaan aplikasi JAKI sebagai one stop service dan portal komunikasi publik di DKI Jakarta.

Di tingkat desa, Desa Suka Makmur, Kalimantan Tengah menjadi contoh baik penanganan pandemi, dengan memberdayakan elemen masyarakat lintas gender seperti Karang Taruna, tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan komunitas berbasis keagamaan. Kolaborasi tersebut dilakukan dalam implementasi pembatasan kegiatan masyarakat, percepatan vaksinasi, penyaluran bantuan sosial, dan penyaluran Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

“Kunci kesuksesan Desa Suka Makmur adalah pemberdayaan masyarakat. Ketika suatu masyarakat yakin kepada pemerintahnya, pasti program-progam akan dilaksanakan dan didukung dengan maksimal,” jelas Muhammad Toha, Kepala Desa Suka Makmur.

Di masa depan, pemerintah daerah perlu terus memperkuat respons kebijakan menghadapi ancaman krisis dengan mendorong kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah, memperkuat koordinasi pusat daerah, serta mendorong kolaborasi dengan pihak-pihak non-pemerintah.

Selanjutnya, sesi diskusi terkait kerangka ekonomi hijau berpusat pada kerangka kebijakan, mekanisme insentif, dan instrumen lainnya untuk mendukung pembangunan rendah karbon, serta pembangunan dan pembiayaan yang berkelanjutan. Saat ini, lebih dari 130 negara sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi melalui Net Zero Emission dan Carbon Neutrality, termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk mendorong ekonomi hijau, seperti misalnya energi baru terbarukan yang diproyeksi akan menghasilkan lebih dari 60% pembangkit energi pada tahun 2060. Terdapat peluang besar peningkatan nilai tambah sumber daya alam nikel di dalam negeri menjadi baterai, mengingat Indonesia adalah negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.

Reformasi fiskal perlu terus diperkuat untuk mempertajam prioritas dalam mendukung pengembangan ekonomi hijau. “Reformasi fiskal untuk mendukung ekonomi hijau perlu didukung dengan kebijakan sektoral, termasuk dari sisi regulasi dan tata kelola, serta kebijakan pendukung lainnya untuk mencapai pertumbuhan rendah karbon.” jelas Habib Rab, Lead Economist World Bank. Selain itu, reformasi sektor keuangan, investasi, dan perdagangan juga dapat berkontribusi positif dalam upaya transformasi ekonomi hijau. Penguatan kerangka strategi mitigasi perubahan iklim juga dapat dilakukan dengan pendekatan tiga pilar, yaitu: perbaikan harga, penguatan dukungan ekonomi hijau, dan transisi yang berkeadilan.

Terakhir, dalam pembahasan mengenai manajemen kebijakan ekonomi makro, Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara, Assistant Treasurer and Minister for Financial Services, Australian Government Stephen Jones MP, dan Chief Economist East-Asia Pacific World Bank Aaditya Mattoo menggarisbawahi pentingnya mempersiapkan kebijakan yang fleksibel, dengan memperkuat ketersediaan data, akuntabilitas, serta disiplin fiskal, terutama untuk menghadapi tantangan krisis di masa depan.

Secara spesifik, kebijakan fiskal dapat bekerja efektif jika terdapat ruang fiskal yang memadai. “Di saat yang sama, Pemerintah juga menyadari bahwa reformasi struktural harus terus dilanjutkan. Berbagai upaya reformasi terus dilanjutkan melalui implementasi UU Cipta Kerja, reformasi perpajakan, reformasi kebijakan transfer ke daerah dan reformasi pada sektor keuangan,” jelas Wamenkeu Suahasil dikutip dari keterangan tertulis, 8/12/2022.

Dalam pidato penutupnya, Nufransa Wira Sakti, Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, Kemenkeu mengapresiasi berbagai diskusi dan masukan selama penyelenggaraan AIFED ke-11, yang sangat berharga untuk meningkatkan pemahaman dan memperkuat kapasitas perumusan kebijakan dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved