Marketing Management Strategy

BPJS Serap 30% Penjualan Obat Merck

BPJS Serap 30% Penjualan Obat Merck

Kehadiran BPJS tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat, tetapi juga berbagai industri yang bergerak di bidang kesehatan. Salah satunya adalah Merck yang baru saja membukukan laba sekitar Rp 187 milia. Menurut Bambang Nurcahyo, Direktur PT Merck Tbk, pada tahun 2014 hingga 2015, BPJS menyerap 30% dari total penjualan perusahaan farmasi asing tersebut.

Bambang Nurcahyo, Direktur PT Merck Tbk, (sebelah kiri)

(Kiri) Bambang Nurcahyo, Direktur PT Merck Tbk.

Di tahun yang sama, penjualan bisnis obat resep (biopharma) Merck meningkat hingga 14.5% di atas peningkatan pasar yang berkisar antara 8-9%. Salah satunya adalah meningkatnya penjualan Erbitux, yaitu produk onkologi untuk penderita kanker. Produk ini dapat diakses melalui BPJS Kesehatan, sehingga penjualannya bisa meningkat.

Oleh karena itu, ditahun di 2016, mereka pun berencana untuk melanjutkan kerja sama dengan pemerintah terkait dengan BPJS. Selain itu, perusahaan asal Jerman ini, juga berencana untuk bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, dan ekspansi ke rumah sakit yang lebih kecil. Mereka juga ingin bisa memperbesar kerja sama melalui public private partnership.

Perusahaan yang masuk ke Indonesia sejak tahun 1970 ini, juga mampu meningkatkan penjualan obat dijual bebas sebesar 16%. Mereka pun mampu mencapai posisi ketiga perusahaa multinasional yang memproduksi obat dijual bebas. Beberapa produk andalan mereka sepertu Neurobion, Sangobion, Illiadin, diyakini akan terus memimpin di masing-masing kategori.

Tak heran bila tahun ini, Merck pun akan mengeluarkan dua varian produk baru daru Sangobion Vita-Tonic dan Sangobion Fit sebagai dua produk andalan. Bagi Bambang, penguatan di berbagai lini yang sudah ada cukup penting dan akan menjadi fokus utama di tahun 2016.

Perusahaan yang mampu mencetak penjualan Rp 983 miliar di tahun 2015, ini mengakui adanya penurunan penjualan akibat diberhentikannya beberapa produk ekspor mereka. “Beberapa waktu lalu implementasi peraturan Menteri Perdagangan baru saja diberlakukan, dimana importasi yang tidak komplementer dengan bisnis yang ada di Indonesia tidak boleh melakukan impor,” jelasnya.

Merck sendiri bergerak di bidang industri obat, sementara impor yang dilakukan adalah produk chemical yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan produk mereka. Namun, pihaknya tetap optimis dengan penjualan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah sedang dibangunnya pabrik Merck terbaru di Indonesia.

Pabrik ini diyakini akan mampu menambah kapasitas produksi tablet dan kapsul sebesar 35%. Sayangnya, manajemen Merck menolak menyebutkan nilai investasi dan total kapasitas produksi pabrik tersebut. Pada tahun 2015, perusahaan dengan total asset Rp 642 miliar ini mampu mencapai volume produksi 15% di atas target.

Ada 560 juta tablet dan kapsul yang diproduksi di tahun tersebut dan telah mampu mempertahankan efisiensi biaya produksi hingga 10% di bawah target. Sebanyak 66% penjualan difokuskan untuk pasar lokal sementara 34% merupakan kontribusi dari pasar ekspor. Bambang optimis untuk menambahkan tujuan ekspor baru yaitu Panama dan Yunani. Mereka juga akan memproses tujuan ekspor baru seperti Timur Tengah. Baginya meski beberapa ekspor ada yang dihentikan, bukan berarti semuanya berakhir.

Tahun 2016, Bambang menargetkan penjualan Merck mencapai double digit. Kami sedang investasi di pabrik baru, jadi belum berani buka angka,” dia berkilah. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved