Management Strategy

Cegah Software Ilegal, DJKI Gelar Edukasi di Bandara

Direktur Penyidik dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (DJKI) Salmon Pardede (tengah) saat menjelaskan edukasi software bajakan di depan awak media (foto: Syukron Ali/SWA)

Direktur Penyidik dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (DJKI) Salmon Pardede (tengah) saat menjelaskan edukasi software bajakan di depan awak media (foto: Syukron Ali/SWA)

Di Indonesia, peredaran barang-barang ilegal dan bajakan makin marak saja. Apalagi dalam catatan lembaga pengawasan asal negeri Paman Sam, United States Trade Representative (USTR), Indonesia masuk dalam peringkat ke 4 negara terbanyak pelanggaran barang-barang bajakan atau ilegal.

Selain itu, Direktur Penyidik dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (DJKI) Salmon Pardede, menjelaskan sepanjang kurun waktu 2014 hingga Juni 2016, sudah ada 33 kasus yang terdiri dari kasus hak cipta, merek dan paten.

“Dari kasus dan pelanggaran yang ada tersebut, negara mengalami kerugian total sebanyak Rp 65,1 triliun. Itu baru dari kasus software bajakan, belum masuk ke ranah kasus yang lainnya,” jelas Salom pada awak media di Bandara International Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang (9/6).

Salom menambahkan, pemalsuan merek dan sengketa merek menjadi daftar mayoritas pelanggaran yang ditangani. Sebagian sudah dilakukan tindakan represif di lapangan, sebagian menunggu BAP saksi, dan keterangan ahli.

Untuk itu, guna mengurangi pelanggaran serta menumbuhkan kesadaran kepada para konsumen, DJKI menggelar edukasi dan sosialisasi hak cipta software computer di Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Kegiatan tersebut dilakukan sehubungan dengan perlindungan karya-karya yang dilindungi Hak Ciptanya seperti antara lain peranti lunak (software), film, musik, buku dan lain-lain. Dalam kegiatan ini, materi edukasi juga dititikberatkan kepada perlindungan hak cipta software dan bentuk-bentuk pelanggarannya.

Kegiatan pemeriksaan secara suka rela terhadap barang-barang ini dilakukan di area Terminal 1 dan 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta, yang juga pernah dilakukan pada tanggal 23 September 2013 dan 19 Maret 2014.

Salom menilai, tingginya pelanggaran barang ilegal tersebut disebabkan karena faktor ekonomi. Mendapat keuntungan lewat penjualan barang ilegal dinilai lebih cepat dan mudah. Peredarannya pun dinilai Salom sudah seperti narkoba. Karena itu, pihak DJKI terus upayakan sosialisasi dan edukasi ke berbagai elemen masyarakat.

Tidak hanya mengedukasi kepada calon penumpang pesawat di bandara untuk berhati-hati membeli produk bajakan, di sekolah hingga pedagang pun terus disosialisasikan untuk tidak menggunakan produk bajakan. Jika tidak disosialisasikan, menurut Salom selain negara akan mengalami kerugian para kreator dan inovator tidak mau berkarya lagi.

“Sejak 2013 kami telah bekerja sama dengan pihak Bareskrim Mabes Polri, PT Angkasa Pura, Masyarakat Indonesia Anti Pemalusan (MIAP), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pihak-pihak terkait lainnya melakukan sosialisasi, edukasi, hingga tindakan represif terhadap peredaran barang palsu dan bajakan,” jelas Salom.

Ia mencontohkan hasil kinerjanya selama ini. Salah satunya pada tahun 2014, DJKI menyita barang palsu berupa VCD, DVD dan software bajakan sebnayak 14 truk dari Glodok Plaza. Beberapa minggu lalu pihak DJKI telah memasang lagi spanduk di Glodok, yang sudah ditetapkan sebagai notorius market.

Selain Glodok Plaza, DJKI juga melakukan sosalisasi ke ITC Manga Dua dan melakukan himbauan ke pemilik mall di Lippo Karawaci untuk mencegah peredaran barang palsu dan bajakan.

Sebagai informasi tambahan, perlindungan terhadap kekayaan intelektual, khususnya hak cipta program komputer tercantum dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melalui Undang-Undang Hak Cipta tersebut disebutkan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan dikenakan denda hingga Rp 1 miliar. Serta disebutkan pula bahwa setiap orang yang melakukan unsur dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4 miliar. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved