Strategy

Langkah Hoshinoya Bali Hadapi Tren Baru Pariwisata PascaCovid-19

Pariwisata Bali kembali menggeliat setelah dihantam badai pandemi pada periode 2020 hingga 2021 lalu. Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4,58 juta pada periode Januari hingga November 2022. Sementara wisatawan domestik mencapai 703 juta per Oktober 2022. Di tahun ini, Kemenparekraf menargetkan 3,5 juta hingga 7,4 juta wisatawan mancanegara datang ke Indonesia dan 1,4 miliar pergerakan wisatawan domestik.

Takaaki Yasuda, General Manager Hoshinoya Bali optimistis dengan kondisi tersebut. Sebab, naiknya jumlah wisatawan ke Bali akan memrngaruhi kinerja Hoshinoya Bali di tahun ini. Dia menceritakan Hoshinoya Bali sempat tutup selama setahun akibat ditutupnya pintu masuk bagi warga negara asing.

“Sejak beroperasi pada 2017 hingga 2020, tamu kami adalah warga negara Jepang dan Taiwan. Kami bersandar pada konsumen loyal yang telah akrab dengan brand kami disana,” kata dia kepada SWA Online di Bali beberapa waktu lalu. Penutupan tersebut membuat Hoshinoya Bali harus mengubah strategi bisnis mereka dari yang tadinya mengandalkan repeater guest menjadi terbuka untuk wisatawan internasional dan domestik.

Ada dua langkah yang dilakukan Hoshinoya Bali untuk mensukseskan strategi tersebut pertama melakukan digital marketing dan melakukan inovasi lewat aktivitas yang ditawarkan. Di tahun 2021, Hoshinoya Bali memutuskan untuk melakukan digital marketing dengan mengaktifkan platform Instagram mereka. Selain itu, pihaknya juga mulai berkolaborasi dengan influencer untuk memperluas jangkauannya.

“Antusiasmenya luar biasa. Ternyata responsnya bagus. Kita dapat bisnis dari wisatawan domestik. Setelah internasional dibuka, banyak tamu internasional yang datang ke Hoshinoya Bali. Ini semua the power of Instagram,” kata Lucia Dhenok, Public Relations Hoshinoya Bali menambahkan. Dia menyebutkan digital marketing menjadi hal penting yang harus dilakukan.

Karena dalam 5 – 10 tahun kebelakang, konsumen sudah banyak menghabiskan waktu mereka di media sosial, khususnya Instagram. “Saya bisa katakan ini merupakan perubahan besar di marketing sector,” ujarnya. Perubahan strategi pemasaran tersebut membuat perusahaan harus merekrut spesialis digital marketing dari Jepang untuk mendongkrak kinerja mereka.

Tidak berhenti disitu saja, digital mindset yang menjadi poin penting di era ini juga diturunkan perusahaan ke seluruh karyawan dan staf secara gradual melalui pelatihan. Yasuda menambahkan, sejatinya Hoshinoya Bali tidak membutuhkan transformasi digital secara besar-besaran kecuali pada area pemasaran mereka. Karena menurutnya konsep yang ditawarkan adalah kehidupan slow living dan digital detox.

“Ini bisa dilihat dari bagaimana kami tidak menyediakan TV dan jam dan lebih menekankan pada alam yang berimbas pada ketenangan batin mereka,” ujarnya. Perubahan market bisnis dari yang hanya ditargetkan untuk market Jepang dan Taiwan menjadi market Internasional membuat layanan Hoshinoya Bali juga ikut berubah mengikuti selera pasar.

Misalnya saja dengan mengakomodasi kegiatan yang bersinggungan langsung dengan kegiatan sehari-hari masyarakat desa di Bali, sebut saja Batik Saya, Banjar Tour dengan berkeliling ke desa-desa sekitar, kelas tari Bali, Ubud Rice Field Walk, dan membuat Canang Sari atau kerajinan tangan Bali. Aktivitas kebudayaan bali sehari-sehari dan konsep slow living yang ditawarkan itu diharapkan bisa menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

Saat ini, Lucia menambahkan, komposisi tamu yang datang didominasi oleh wisatawan internasional 70 persen dan domestik 30 persen. “Kebanyakan yang datang kesini adalah honeymooners dan keluarga dengan anak-anak mereka yang berusia remaja,” kata dia menutup pembicaraan.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved