Strategy

Perikanan Nusantara Minta Privilege dari Pemerintah

Perikanan Nusantara Minta Privilege dari Pemerintah

PT Perikanan Nusantara (Persero) meminta keistimewaan (privilege) dari pemerintah berupa peran lebih besar dalam pengelolaan sektor perikanan di Tanah Air. Dengan harapan, pemanfaatan sektor perikanan akan lebih optimal. Potensi sumber daya ekonomi kelautan dan perikanan (KP) Indonesia mencapai US$ 1,2 triliun, setara dengan Rp 14.400 triliun atau sekitar 7 kali APBN 2015. Namun, hingga kini pemanfaatan potensinya masih kurang dari 10%. Belum majunya sektor perikanan Indonesia karena pemerintah tidak adanya kebijakan mengelola sumber daya ikan (SDI) secara maksimal.

“Kalau swasta, belum tentu hasil tangkapannya untuk negara. Saat ini, Perinus wajib memberi kontribusi 20-30% dari penerimaan. Kontribusi pertumbuhan produksi ikan nasional rata-rata 6-9% per tahun dan seluruh aktivitas Perinus bisa dikontrol oleh pemerintah dan DPR,” ujar Direktur Utama Perinus Persero Abdussalam Konstituanto.

Menurut dia, optimalisasi pemanfaatan SDI masih lemah karena pencurian ikan (illegal fishing) masih marak di Tanah Air. Idealnya BUMN perikanan diberi peran untuk mengelola wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573 & 718 sebagai operator. Berdasarkan pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan Indonesia, WPP 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Pulau Nusakambangan. Sementara, WPP 718 meliputi perairan Samudera Pasifik.

PT Perikanan Nusantara (Persero) minta peran lebih besar dalam pemanfaatan sumber daya ikan nasional. (Foto: IST)

PT Perikanan Nusantara (Persero) minta peran lebih besar dalam pemanfaatan sumber daya ikan nasional. (Foto: IST)

Selain itu, stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) ditempatkan di cabang-cabang Perinus Persero yang mudah diakses nelayan. Dalam pelarangan alih muatan di atas laut (transhipment), harus ada pengecualian untuk BUMN. Perusahaan pelat merah seharusnya dibolehkan melakukan transhipment karena BUMN mudah dikontrol dan tidak mungkin menjual secara ilegal. “Artinya, ikan tidak mungkin dibawa ke darat untuk diolah. Saat ini, perseroan kekurangan pasokan ikan khususnya dalam collecting ikan,” kata dia.

Kebijakan pelarangan transhipment tidak bisa dipukul rata karena BUMN belum memiliki banyak kapal tangkap. Saat ini, total kapal tangkap BUMN hanya 21 unit, itu pun yang beroperasi 17 kapal. Hasil tangkapan nelayan pun harus ada kepastian, caranya dengan melakukan kemitraan dengan BUMN. “Perlu penguatan produksi nasional yang terkontrol. Pemberantasan illegal fishing dan pelarangan transhipment harus didukung 100%, tapi persoalannya setelah itu apa yang akan dilakukan pemerintah, pemerintah harus memberi peran kepada BUMN perikanan,” kata dia.

Dukungan lain bisa berupa bantuan sarana tangkap dan pengumpul, pengolahan, pemasaran, dan pengembangan teknologi perikanan, dalam rangka kemitraan dengan nelayan dan sistem logistik ikan nasional. Dukungan itu diharapkan bisa mengatasi inefisiensi dalam produksi, yang berdampak pada mutu ikan belum mampu memenuhi selera pasar internasional. Perinus Persero adalah hasil penggabungan empat BUMN perikanan, yaitu PT Usaha Mina (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samudra Besar (Persero), dan PT Perikani (Persero) mengacu pada PP No 21 Tahun 1998 mengenai penggabungan BUMN perikanan ke dalam PT Usaha Mina (Persero).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved