Management Strategy

Sigit Pramono Besut Jazz Gunung Untuk Promosikan Bromo

Sigit Pramono Besut Jazz Gunung Untuk Promosikan Bromo

Siapa yang tidak tahu Bromo, Destinasi yang dikenal sebagai Icon Wisata Jawa Timur. Meski secara fisik tidak terlalu besar dibandingkan pegunungan lain, Gunung Bromo memiliki pesona sendiri di kalangan wisatawan. Bahkan saat ini, Bromo menjadi destinasi unggulan untuk pariwisata Indonesia.

Hingga saat ini, Bromo dibranding sebagai tempat melihat matahari terbit paling indah di dunia. Namun siapa sangka, ini tidak berjalan efektif. Banyak sekali wisatawan yang datang ke Bromo hanya untuk melihat matahari terbit dan tidak tinggal dalam waktu lama. Akibatnya, perputaran ekonomi untuk daerah wisata tidak bisa dilakukan secara optimal. Hal ini membuat Sigit Pramono, Mantan Komisaris BNI yang hingga saat ini masih aktif di Ikatan Bankir Indonesia (IBI) prihatin dengan kondisi tersebut.

sigit2

“Saya sering melakukan pemotretan landscape di Bromo. Untuk Bromo yang luar biasa indahnya, saya merasa ada salah pengelolaan. Kesalahan yang terjadi salah satunya adalah branding dari Gunung Bromo sendiri. Celakanya, kesalahannya meluas. Hampir semua pemangku kepentingan berperan melakukan kesalahan. Bromo dijual sebagai tempat melihat matahari terbit,” ungkap Sigit.

Akibatnya wisatawan sore datang, menginap di hotel, dibangunkan, jalan ke penanjakan, dan melihat matahari terbit. Memang tidak salah, karena matahari terbit Bromo itu memang indah. Namun ketika sudah menikmati itu, tamu tidak lama tinggal di Bromo. Artinya tetesan ekonominya kecil. Yang dapat rejeki hanya beberapa orang saja. Padahal prinsip dalam memgelola wisata harus membuat tamu tinggal lebih lama dan spend uang lebih banyak.

Berawal dari keprihatinan tersebut muncul gagasan Sigit untuk menciptakan hal baru yang membuat pengunjung Bromo tidak hanya datang untuk melihat matahari terbit Ia pun terpanggil untuk membantu melakukan rebranding untuk kawasan wisata Bromo.

Sigit memulai dengan membuka galeri foto. Di sini ditampilkan sisi lain Bromo yang menarik untuk di eksplorasi. Selain galeri foto, ia juga menggagas Jazz Gunung. Berbeda dengan konsep jazz pada umumnya, Jazz Gunung ini dapat dikatakan cukup unik.

Selain konsepnya adalah Jazz etnik, para penikmat Jazz Gunung bisa menikmati musik dengan konsep outdoor dan back to the nature. Pada awal menggagas Jazz Gunung, ia menggandeng seniman Djaduk Feriyanto dan Butet Kertarajasa untuk berkolaborasi dan berlangsung hingga saat ini.

Untuk menarik minat penonton, pada tahun pertama, Sigit memberikan kesempatan menonton secara cuma cuma. pada saat itu, ia mengundang koleganya untuk bersama menikmati musik Jazz. selain itu, Sigit memanfaatkan jaringan Djaduk dan Butet untuk mempromosikan Jazz Gunung ini.Alhasil, peminat Jazz Gunung semakin lama semakin bertambah.

“Mulai tahun kedua, penyelenggaraan Jazz Gunung berbayar. Hingga tahun ke-3 peminatnya banyak tinggal dua malam. Kapasitas hanya 1.800 penonton per malamnya.Agar tidak bosan, Tiap tahun Djaduk selalu memberikan konsep baru. sedangkan Butet lebih ke arah komunikasi dan publikasi.

Gayung bersambut. Adanya Jazz Gunung selam kurang lebih 8 tahun membawa manfaat ekonomi tersendiri bagi masyarakat sekitar Bromo. Banyak wisatawan yang memilih untuk tinggal lebih lama dan melakukan eksplorasi terhadap Bromo pasca adanya acara ini. Mulai dari hotel, penginapan, hingga home stay, Persewaan Jeep, hingga pedagang asongan merasakan manfaatnya.

Menyelenggarakan Jazz Gunung memang membutuhkan effort yang luar biasa. Selain harus berhadapan dengan kondisi alam yang tidak menentu, diperlukan pula mobilitas tinggi untuk penyelenggaraan event tahunan ini. Apalagi Sigit mengklaim Jazz Gunung ini merupakan event yang tidak sepenuhnya komersial. Upaya untuk menanamkan kecintaan pada lingkungan di kalangan penonton Jazz gunung menjadi tantangan tersendiri.

“Tantangannya tentu saja mobilisasi yang harus tinggi. Belum lagi dari segi sponsor ada yang melihat audience hanya sebagai penonton. Jumlah penonton 1.800 sedikit bagi mereka. Kalau sponsor kalkulasinya bisnis murni susah ajak ke sana. Saya tujuannya mau promosikan wisata di negeri ini. Apalagi Bromo masuk 10 destinasi diunggulkan. Mudah mudahan dengan adanya Jazz Gunung ini banyak yang berminat untuk mengunjung Bromo. Jadi jangan dilihat secara komersial, tapi ada misi lingkungan dan konservasi Bromo sendiri,” tutur Sigit.

Sigit mengklaim, menonton Jazz Gunung akan menghasilkan pengalaman hebat. Bagi masyarakat Indonesia yang hidup di wilayah tropis, sensasi saat menonton bagaikan menikmati jazz di negara empat musim. Belum lagi ketika mereka dihadapkan oleh berbagai fenomena alam yang terjadi di Bromo. Ini menjadi daya tarik tersendiri.

“Menonton Jazz di ruangan terbuka merupakan sesuatu luar biasa. Masyarakat Indonesia menyaksikan jazz di hawa dingin. Itu asik sekali, sama seperti menonton di negara empat musim. Saat ini bagi Mereka nonton jazz gunung itu merupakan bagian gaya hidup .Bayangkan saya, bagaimana sensasinya pada saat menonton tiba tiba kabut turun, jadi antara artis dan penonton tidak saling melihat. Hanya bunyi bunyian saja. Ini kan pengalaman yang luar biasa dan mahal harganya,” ujar Sigit.

Jika dilihat dari sisi komersial, pendapatan dari pengadaan Jazz gunung ini dapat dibilang tidak terlalu menjanjikan. Meski Demikian, Sigit terus melakukan upaya demi menaikkan kondisi ekonomi tujuan wisata Indonesia, khususnya Bromo.

Oleh sebab itu, ia tidak takut jika konsep Jazz Gunung diikuti oleh beberapa orang yang menurutnya lebih mampu daripada dirinya. Selama ini, Sigit Melihat pengelolaan wisata selalu dibebankan pada pemerintah.Ada baiknya jika seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi dalam membangun wisata daerah.

Ke depannya, Sigit juga akan mengadakan Festival Jazz Gunung serupa dengan tema yang lebih eksklusif di daerah Gunung Ijen. Tidak menutup kemungkinan juga digelar di tempat lain.

“Saya tidak punya ambisi muluk untuk Jazz Gunung nanti. Bagi saya, membuat orang senang dan pengembangan wisata tertentu sudah cukup. Saya mau menghimbau masyarakat untuk meniru konsep ini untuk destinasi lainnya. Karena menurut saya, pengelolaan pariwisata bukan hanya tugas dari pemerintah. Sebagai anggota masyarakat, kita harus bantu pemerintah dengan solusi,”dia menegaskan, (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved