Strategy

Strategi Asmindo Tingkatkan Industri Rotan dan Furnitur

 Strategi Asmindo Tingkatkan Industri Rotan dan Furnitur

Pengrajin Mebel Jepara

Beberapa tahun lalu, Indonesia pernah dikenal sebagai ekportir furnitur dan rotan terbesar di dunia. Namun seiring banyaknya pemain baru dari negara ASEAN dan Cina, ditambah krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa, semakin memperparah nilai ekspor Indonesia yang melorot hingga 20% tahun lalu. Untuk menggeliatkan kembali industri kerajinan Tanah Air, Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) menyiapkan 3 strategi bisnis.

Pertama, mengubah citra industri lokal dari pengikut (follower) menjadi pionir dalam hal desain produk, maupun spesifikasi. Ambar Tjahyono, Ketua Umum Asmindo mengatakan, selama ini Indonesia masih diposisikan sebagai pengikut, padahal ketersediaan bahan bakunya sangat berlimpah. “Ambil contoh kerajinan rotan, selama ini ide, konsep, dan desain banyak diciptakan oleh orang Perancis, Belanda, Jerman dan Italia. Nah, kita harus mendorong pengusaha Indonesia agar menjadi pionir sehingga tercipta tren dan produk kita disegani “jelas Ambar kepada Ario Fajar dari SWA. Dari program tersebut, ia berharap pengusaha-pengusaha rotan sintesis (plastik) bisa beralih kembali ke rotan alam.

Kedua, melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah dan perbankan. Kerja sama dalam bentuk bantuan untuk mengikuti pameran di dalam dan luar negeri, regulasi yang pro pengusaha, hingga operasionalisasi. Misalnya, Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, dan Kementrian Koperasi dan UKM. Ia juga meminta perbankan bisa mempermudah pemberian dana kredit usaha. “Dengan pemerintahan yang stabil, sektor perbankan yang jauh lebih baik, peningkatan kredit rating nasional dan sejarah panjang budaya kayu, bersama meningkatkan kapasitas desain, yang mendorong kondisi bagi pembeli untuk membina kemitraan jangka panjang dengan produsen lokal,” katanya.

Pada tahun 2011, kinerja ekspor kerajinan menurun sekitar 20% dari US$ 2,7 miliar menjadi US$ 2,2 miliar. Namun Asmindo yakin angka itu akan bangkit kembali ke posisi US$ 2,7 miliar tahun ini, karena akan dilakukan diversifikasi tujuan ekspor ke pasar tradisional untuk mengimbangi penurunan permintan AS dan Eropa.

Strategi terakhir yang siap diluncurkan adalah menyelenggarakan pameran berkelas internasional yang membidik pembeli potensial dari Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Salah satunya adalah International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) pada tanggal 11-14 Maret 2012. Pameran ini akan menghadirkan 400 peserta dengan jumlah calon pembeli yang sudah mendaftar sekitar 4000 orang dari 115 negara. Asmindo menargetkan jumlah pengunjung bisa mencapai 5000 orang, yang berasal dari kalangan profesional, pengusaha hotel, resturant, pemukiman dan perkantoran. “Kalau mau produk-produk kita bangkit lagi, ya mesti jual ke luar bukan di dalam negeri saja. Makanya, pameran ini harus dibuat sehebat mungkin agar buyer tertarik datang langsung ke Indonesia,” ungkap Ambar yang enggan menyebut dana penyelenggaraan. “Jumlah miliaran. Itu dari kantong Asmindo sendiri,” singkatnya.

Untuk menarik calon pembeli tersebut, Asmindo akan memberikan pelayanan premium. Mulai dari penyediaan fasilitas bus dari bandara ke hotel dan pameran, hingga penginapan gratis di Hotel Borobudur bagi tamu VVIP atau mitra yang tercatat pernah melakukan pembelian di atas 50 kontainer. Dengan model pameran business to business (B to B), Asmindo optimis nilai transaksi bisa mencapai US$ 700 juta atau naik US$ 200 juta dari tahun lalu. “Yang terpenting dari penyelenggaraan ini yakni adanya repeat order setelah pameran,” tambahnya.

IFFINA kelima akan diselenggarakan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, dengan luas lahan sekitar 16.000 meter persegi. Untuk bisa melihat pameran ini, Asmindo mematok tarif sebesar US$ 10 atau Rp 100.000 per orang untuk sekali datang. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved