Corporate Action Strategy

Strategi BRI Genjot Dana Murah untuk Dorong Penyaluran KUR

Direktur Utama Bank BRI, Sunarso.
Direktur Utama Bank BRI, Sunarso.

Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya dianggap resisten terhadap krisis, kini menjadi sektor yang paling terdampak. Bidang usaha ini kini menjadi prioritas dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena dianggap dapat memberikan stimulus kepada perputaran ekonomi nasional secara keseluruhan.

Dalam program ini, empat bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp 30 triliun. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI akan menggunakan dana tersebut guna mendukung ekspansi kredit sektor UMKM.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, memaparkan bahwa BRI akan menggunakan dana senilai Rp 122,50 triliun untuk ekspansi kredit UMKM enam bulan ke depan, dengan komposisi segmen mikro sebesar 88,87 persen atau senilai Rp 108,80 triliun. Ekspansi kredit ini akan difokuskan pada sektor non-perdagangan senilai Rp 71,32 triliun atau 58,21 persen.

Direktur Utama Bank BRI, Sunarso, optimistis bantuan pemerintah tersebut akan menjadi stimulus ekonomi selama pandemi. Dari sejumlah dana tersebut, pemerintah memberikan BRI sebesar Rp 10 triliun dengan syarat khusus. “BRI terima Rp 10 triliun tetapi dalam tiga bulan wajib memberikan kredit sebanyak tiga kali terhitung akhir Juli sebesar Rp 30 triliun,” jelas Sunarso.

Untuk penyaluran sebesar Rp 30 triliun, BRI akan memberi tambahan Rp 20 triliun dari dana pihak ketiga (DPK) bank untuk disalurkan menjadi kredit kepada masyarakat. Meskipun terdampak pandemi, namun segmen UMKM dinilai masih memiliki demand yang tinggi. BRI menetapkan segmen UMKM mikro, yaitu di sektor pangan dan distribusinya karena sektor ini masih sangat dibutuhkan di tengah krisis.

Bank berkode emiten BBRI ini terus bergerak untuk menggenjot current account saving account (CASA) atau dana murah dari masyarakat untuk dapat memenuhi target penyaluran kredit Rp 30 triliun. Terdapat dua strategi untuk menggenjot dana murah. Pertama, wholesale CASA mencakup dana murah dari korporasi dan institusi dengan memperkuat produk cash management dan trade finance.

Sumber dana murah dari ritel dikembangkan melalui pembayaran ritel, seperti Brimo atau aplikasi berbasis digital untuk mempermudah bertransaksi digital. Sedangkan untuk dana murah di segmen mikro, selama ini bank menyasar dana murah mikro di pasar basah.

“(Untuk dana murah mikro) kita bikin e-wallet basisnya digital. Mengembangkan hal itu tidak cukup mengembangkan produknya, tetapi edukasi masyarakatnya untuk bertransaksi secara cashless,” kata Sunarso.

Dalam menggenjot sektor UMKM, BRI telah berhasil menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 56 triliun kepada dua juta nasabah pada semester I 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 59,3 persen di antaranya disalurkan ke sektor produksi. Angka ini setara dengan 47 persen dari target penyaluran KUR oleh pemerintah kepada BRI di 2020 sebesar Rp 120,2 Triliun.

Tidak hanya menyalurkan, BRI juga melakukan program pemulihan sektor UMKM yang terdampak Covid-19 berupa restrukturisasi. Pada 13 Maret, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Merelaksasi ketentuan tentang Penetapan kolektabilitas kredit, yang semula berdasarkan tiga pilar (status pembayaran, kondisi keuangan, dan prospek usaha) kemudian diperbolehkan oleh OJK menetapkan kolektibilitas kredit berdasarkan satu pilar (status pembayaran).

“Artinya meskipun kondisi keuangan buruk, prospek usaha belum jelas, asal bayar saja sudah dikategorikan lancar,” kata Sunarso.

Kemudian dikeluarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 6 Tahun 2020, diikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2020 mengenai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin untuk Kredit/Pembiayaan UMKM dalam rangka mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Dalam peraturan-peraturan tersebut, subsidi bunga berlaku selama enam bulan, dengan rincian untuk nilai kredit hingga Rp 500 juta diberikan subsidi bunga enam persen selama tiga bulan, kemudian tiga bulan berikutnya subsidi menjadi tiga persen. Sedangkan kredit di atas Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar, akan diberikan subsidi tiga persen selama tiga bulan pertama. Dalam tiga bulan berikutnya, debitur akan diberikan subsidi sebesar dua persen.

Sebelum peraturan ini, BRI telah melakukan kebijakan restrukturisasi selama 12 bulan. Kemudian, ketika peraturan- peraturan itu keluar, BRI mengubah kebijakan tersebut. Sunarso menjelaskan, dalam hal ini debitur yang direstrukturisasi lebih dari enam bulan, tidak akan mendapat subisidi bunga.

Ia memaparkan, total bunga KUR yang terealisasi 2020, yakni sebesar 16 persen. Dari besaran bunga itu, bank mengasuransikan ke asuransi kredit dan membayar preminya sebesar 1,7 persen, sehingga nett yang diterima bank sebesar 14,25 persen. Dari suku bunga 16 persen, berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, bunga kredit akan disubsidi pemerintah sebesar 10 persen, dan enam persennya ditanggung oleh nasabah.

“Bagi nasabah KUR yang terdampak Covid-19 ada subsidi tambahan enam persen selama tiga bulan, sehingga selama tiga bulan tidak perlu bayar bunga karena 16 persen dibayari oleh negara. Lalu tiga bulan berikutnya hanya membayar satu persen karena subsidi tambahannya turun menjadi tiga persen, ditambah subsidi normal 10 persen, maka 13 persen, karena bunga 16 persen, maka nasabah hanya membayar yang tiga persen,” jelas Sunarso.

Kendati begitu, realisasi penyaluran KUR secara keseluruhan dinilai oleh pemerintah masih rendah, sehingga pemerintah pada Kamis (13/8) kembali mengeluarkan relaksasi untuk nasabah KUR dengan memperpanjang waktu pemberian tambahan subsidi bunga hingga Desember. Besaran subsidi bunga yang diberikan juga ditambah dari semula tiga persen, menjadi enam persen.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk memberikan dorongan terhadap dunia usaha. “Khususnya UMKM yang terdampak pandemi Covid-19,” tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (13/8).

Sumber: Republika.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved