Business Update

HELLOW HYBRID!

HELLOW HYBRID!

Pandemi Covid – 19 yang berkepanjangan telah mendorong kita untuk mengadopsi cara-cara baru dalam berbagai tatanan kehidupan Dua tahun pasca Covid, kita menemukan bahwa pandemi ini mulai menunjukkan trend yang lebih bersahabat. Program vaksinasi massal yang dilakukan Pemerintah ke seluruh lapisan masyarakat bahkan pada anak-anak, telah berdampak pada terkontrolnya tingkat penularan sehingga PPKM pun dapat dilonggarkan, dan perekonomian kembali menggeliat penuh antusias. Namun demikian, situasi masih belum dapat pulih seperti sedia kala, karena sang virus masih terus bermutasi dan secara produktif menelurkan varian-varian baru yang perlu terus diwaspadai. Skema New Normal, pun hadir sebagai jembatan – jawaban dari banyak organisasi dalam merespon tantangan bertransformsi secara agile pada tuntutan perubahan zaman.

Dari sisi karyawan, perbandingan pola kerja sebelum dan setelah pandemic, memang 100 derajat berbeda. Bekerja secara full dikantor (WFO) vs bekerja secara full di rumah (WFH) memiliki pro-cons masing-masing. Apapun itu, tidak ada satu metode kerja yang cocok bagi semua orang. Beberapa karyawan mungkin lebih menyukai bekerja dari rumah (WFH) – karena menyelamatkan mereka dari lelahnya terjebak kemacetan, dapat kemewahan menikmati jogging pagi atau tambahan waktu untuk keluarga. Sebagian yang lain mungkin lebih menyukai berada dalam situasi penuh di kantor (WFO) dengan banyak nya kesempatan untuk melakukan interaksi sosial. Sedangkan sebagian yang lain menginginkan fitur terbaik dari kedua pola kerja ini dan berharap adanya fleksibilitas untuk memilih kapan dan dimana mereka bekerja.

Inilah yang kemudian menimbulkan model kerja hybrid — yang mengkombinasikan WFO dan WFH. Beberapa perusahaan mulai secara serius memikirkan bagaimana mereka bisa menerapkan model kerja ini secara efektif , dan meraih keseimbangan antara WFH dan WFO. Secara konsep, hybrid model tidak hanya terkait dengan tempat secara fisik, namun juga waktu. Hyrid memungkinkan karyawan untuk bekerja dimanapun, kapanpun (Work form anywhere, any time – WFA).

Evi Silvia Salsabila HR Group Head Asia Cross Investindo

Sejumlah survey memproyeksikan sistem kerja hybrid akan menjadi trend bekerja di tahun 2022. Laporan McKinsey dalam bagan diatas menjelaskan alasan mengapa karyawan cenderung memilih preferensi ini. Survey juga menunjukkan adanya perubahan preferensi pada pra-pandemi, dimana sebelumnya hanya 30% karyawan yang memilih sistem kerja hybrid, dan pasca pandemic dimana sebanyak 52% karyawan memilih alternative fleksibel ini. Mekanisme kerja Hybrid memang memiliki beberapa keuntungan; di antaranya adalah bisa bekerja dengan fleksibel, hemat waktu dan biaya, memiliki keseimbangan kehidupan kerja, lebih produktif, lebih banyak waktu dengan keluarga, secara protocol kesehatan lebih aman, dimana terdapat upaya minimal untuk tatap muka yang pada akhirnya berpengaruh pada menurunnya tingkat stres karyawan.

Namun dibalik segala keuntungannya, ternyata mekanisme hybrid juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan oleh organisasi yang ingin menerapkan Hybrid working agar dapat terimplementasi dengan baik :

Keberhasilan Hybrid working dimulai dengan adanya budaya yang jelas dan transparan dan mendukung tujuan bisnis. Pimpinan haruslah memiliki visi, sikap yang supportif dan penuh empati. Pimpinan memberi kepercayaan pada karyawan dan memberdayakan mereka, dengan meletakkan karyawan sebagai pendorong dan pencipta lingkungan kerja baru yang lebih fleksibel. Diharapkan dengan ini, karyawan dapat lebih berdaya dalam mengatur prioritas di kehidupan pribadi mereka, sehingga dapat meningkatkan level employee well-being, engagement dan retensi mereka di Perusahaan.

2. Teknologi

Peralatan teknologi merupakan sebuah keharusan dalam hybrid setting. Seluruh karyawan harus dapat berkomunikasi, berkolaborasi , berbagi ide dan cerita dengan mudah, seperti layaknya bila mereka bekerja di kantor. Peran teknologi adalah sebagai enabler – yang membantu organisasi bertransformasi dan mampu memindahkan meeting dalam ruang dan waktu ke sebuah pengalaman digital karyawan yang dapat diakses semua orang dari manapun – di tengah alur/proses kerja mereka masing-masing.

3. ProsesPertimbangkan proses yang berbeda dengan proses yang biasa kita terapkan di situasi kerja biasa. Proses kerja terotomisasi, yang dapat diakses dari manapun, kapanpun dan oleh siapapun.

4. Komunikasi AsinkronPada dasarnya komunikasi asinkron adalah gaya berkomunikasi dimana kita berkomunikasi dnengan team tanpa berharap mereka akan merespon langsung. Anda memberi team anda semua informasi yang mereka butuhkan untuk melengkapi sebuah tugas, dan mereka akan mengerjakannya pada waktu mereka yang mereka pilih sendiri.

Karyawan dapat mengajukan pertanyaan atau memberikan update status kemudian tanpa semua orang harus terkoneksi 24/7. Anda juga dapat mendorong team untuk mengrimkan update harian saat mereka telah menyelesaikan satu hari kerja. Hal ini merupakan penyesuaian yang membantu baik para pekerja WFA maupun WFO karena membuta orang dapat bekerja tanpa gangguan dan tanpa stress / cemas karena harus terhubung setiap waktu.

Manajer menilai berdasarkan output yang dihasilkan dan mereka tidak melakukan micromanage pada prosesnya. Sehingga membantu team bekerja secara independen dan efisiesn diamana pun mereka berada.

5. Membangun komunitas virtual yang tepat untuk semua orang

Komunitas virtual membantu untuk menjembatani team WFH dan WFO, sehingga rekan kerja yang melakukan WFA tidak merasa terisolasi da masih merasa sebagai bagian dari team. Dan rekan WFO tidak merasa rekan WFA mereka mendapatkan perlakuan istimewa.

Akhirnya, dengan berbagai upaya yang dilakukan secara terstruktur dan holistik, kita dapat berharap penerapan system kerja hybrid dapat menjadi sebuah opsi yang memenuhi kebutuhan karyawan dan Perusahaan, meningkatkan level employee engagement yang meningkatkan produktivitas kinerja dan capaian Perusahaan secara keseluruhan. Semoga.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved