Business Update

Strategi BPJS Kesehatan Tanamkan Budaya Organisasi dalam Ekosistem JKN

Strategi BPJS Kesehatan Tanamkan Budaya Organisasi dalam Ekosistem JKN

Memasuki sembilan tahun perjalanan BPJS Kesehatan mengemban amanah penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), telah ba­nyak perkembangan, keberhasilan, serta dinamika perubahan yang terjadi. Hingga saat ini, strategi penyesuaian di berbagai lini yang mengacu pada tata nilai organisasi terus dilakukan BPJS Kesehatan untuk mewujudkan cita-cita negara dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.

Andi Afdal, Direktur SDM dan Umum

Berdasarkan data BPJS Kesehatan per 1 Oktober 2022, jumlah peserta JKN telah mencapai 246 juta orang atau 91,06% penduduk Indonesia. Adapun dari segi fasilitasnya, yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan seba­nyak 4.202 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (rumah sakit, klinik utama, apotek, optik) dan 23.518 fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik utama, rumah sakit kelas D, dokter praktik perorangan, dokter gigi).

Layanan BPJS Kesehatan juga didukung oleh 696 ribu kanal pembayaran. Sebanyak 243 ribu badan usaha pun telah mendaftarkan pegawainya se­bagai peserta JKN.

Patut dicatat bahwa program JKN kini telah menjadi salah satu program asuransi sosial dengan jumlah peserta terbesar di dunia. Tingkat pemanfaatan layanannya pada 2021 rata-rata 1,1 juta per hari, atau setara dengan 392,9 juta pemanfaatan per tahun, dengan total biaya sebesar Rp 90,33 triliun.

Untuk menyelenggarakan program JKN dengan ekosistem yang begitu besar dan kompleks, BPJS Kesehatan didukung oleh 9.473 pegawai, yang disebut Duta BPJS Kesehatan. Dari jumlah pegawai tersebut, 87% merupakan pegawai generasi milenial. Jika jumlah pegawai tersebut dibandingkan dengan jumlah peserta saat ini, rasionya 1 : 25.875.

Menurut Andi Afdal, Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan, ada tiga kunci utama yang mendorong keberhasilan BPJS Kesehatan sampai hari ini, yakni organisasi (organization), SDM (people), dan budaya (culture). “Aspek budaya perusahaan menjadi faktor yang paling powerful bagi BPJS Kesehatan, sekaligus paling challenging untuk diimplementasikan,” kata kandidat Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia ini.

Aspek organisasi menjadi kunci pertama, yang output-nya adalah terciptanya organisasi yang agile, mampu ber­adaptasi, dan tahan banting terhadap setiap tuntutan perubahan. BPJS Ke­sehatan melihat aspek organisasi ini mulai dari yang lingkup makro dan strategis hingga lingkup mikro yang terkait dengan operasional sehari-hari.

Menurut Afdal, strategi yang dijalankan BPJS Kesehatan yaitu berusaha memastikan bahwa semua regulasi dan kebijakan yang disusun selaras dengan tujuan organisasi. Tujuan organisasi yang tercantum di dalam visi dan misi organisasi tersebut harus diatur dalam serangkaian mekanisme kerja dan pro­ses bisnis yang jelas, serta harus dapat diakomodasi dalam struktur organisasi yang ramping tapi kaya fungsi dan menjaga keselarasan proses bisnis. “Strategi tersebut mengedepankan efektivitas namun tetap dinamis,” ujarnya.

Kunci kedua, aspek SDM (people). Strategi manajemen SDM BPJS Kesehatan berfokus pada dua hal, yakni menciptakan talent terbaik dan memberikan employee experience yang positif.

Afdal mengatakan, BPJS Kesehatan juga berusaha menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan bermakna bagi pegawai. Melalui program JKN-KIS, sudah banyak sekali peserta yang terbantu dan mendapatkan pela­yanan kesehatan yang layak. Karena itu, pegawainya meyakini slogan “Melayani de­ngan Hati, Mengabdi untuk Negeri” pada saat bekerja.

Dulu sebelum ada program JKN-KIS, kata Afdal, orang yang sedang merasa sakit pun akan berpikir berkali-kali untuk datang ke rumah sakit karena faktor keterbatasan biaya. Saat ini, bahkan untuk sakit yang membutuhkan biaya pengobatan yang besar sekalipun, cuci darah rutin misalnya, peserta program JKN-KIS tidak merasa khawatir lagi.

“Hal inilah yang menjadi dasar dan semangat bagi Duta BPJS Kesehatan dalam mengabdikan dirinya saat bekerja, sehingga setiap tantangan yang ada akan mereka hadapi dengan penuh semangat,” ungkap Afdal. “Bekerja di BPJS Kesehatan itu sangat meaningful,” tambah pria kelahiran 1973 ini.

Kunci ketiga, aspek budaya (culture). Fondasi budaya organisasi BPJS Ke­sehatan dibutuhkan untuk menopang bangunan organisasi dalam melakukan tugas pengabdiannya kepada masyarakat. Menurut Afdal, proses perumusan budaya organisasi di BPJS Kesehatan telah lama dijalankan, bahkan ketika masih bernama PT Askes (Persero).

Contoh yang paling menonjol adalah nilai Integritas yang sudah mendarah-daging di lingkungan BPJS Kesehatan. “Integritas telah menjadi DNA yang tidak mungkin lepas dari budaya orga­nisasi kami,” Afdal menandaskan.

Menurutnya, pimpinan —termasuk semua pejabat struktural— menjadi role model penerapan nilai tersebut. Orang yang terlibat dengan masalah Integritas, walaupun dinilai kecil, dianggap “selesai”.

“Value ini harus menjadi budaya organisasi yang hidup dalam keseharian Duta BPJS Kesehatan mengingat penye­lenggaraan program JKN melibatkan berbagai stakeholder kunci dan ekspektasi customer yang selalu meningkat,” kata Afdal.

BPJS Kesehatan menetapkan empat nilai utama yang menjadi shared values bagi seluruh Duta BPJS Kesehatan. Yaitu, Integritas, Kolaborasi, Pelayanan Prima, dan Inovatif. Keempat nilai ini disebut “INISIATIF”.

Andi Afdal, Direktur SDM dan Umum

Menurut Afdal, upaya menjadikan nilai-nilai INISIATIF sebagai budaya organisasi yang diyakini dan diamalkan oleh seluruh Duta BPJS Kesehatan dilakukan dengan cara-cara baru yang mengedepankan prinsip keterlibatan seluruh pegawai. Cara-cara menarik dipilih untuk menghilangkan rasa ke­terpaksaan sekaligus mendorong ada­nya partisipasi aktif dari seluruh pegawai.

Sosialisasinya pun tak lagi konvensional, sebatas menggunakan forum-forum pegawai. BPJS Kesehatan memanfaatkan berbagai platform media sosial (terutama YouTube, Instagram, dan TikTok) serta berbagai bentuk sarana internalisasi (video, poster, story telling, dll.)

Lembaga ini juga mengembangkan aplikasi digital, seperti aplikasi Intan (Internalisasi Tata Nilai) dan aplikasi Mantap (Media Internal BPJS Kesehatan). Selain itu, juga melaksanakan ke­giatan internalisasi budaya secara atraktif dan kekinian, seperti ICE (INISIATIF Culture Event) dan INSPIRING (INISIATIF Implementation for Our Living).

Selain melakukan berbagai upaya internalisasi budaya organisasi, BPJS Kesehatan pun mengevaluasinya. Menggunakan metodologi dan tools yang sama dengan yang digunakan oleh 91 BUMN di Indonesia, yaitu Organization Culture Health Index (OCHI), nilai kesehatan budaya organisasi BPJS Kesehatan pada 2021 mencapai 72,6% atau berada pada level “Cukup Sehat”. Angka ini, menurut Afdal, jauh lebih tinggi jika diban­dingkan dengan hasil pengukuran di 91 BUMN yang rata-ratanya sebesar 49,3%.

“Saya meyakini bahwa perjuangan menghidupkan INISIATIF sebagai budaya organisasi belum mencapai garis finish,” kata Afdal. Menurutnya, perjuangan ini baru akan paripurna ketika seluruh ekosistem JKN, terutama para stakeholder kunci dalam penyelenggaraan program ini, mengakui nilai-nilai INISIATIF itu, bahkan mengadopsinya dalam kegiatan keseharian mereka.

Afdal menuturkan, salah satu perbedaan BPJS Kesehatan dengan per­usahaan/organisasi lain ialah bisnis utamanya melibatkan pihak eksternal dalam rantai bisnis. Sebut saja, fasilitas kesehatan, baik di tingkat pertama maupun di tingkat rujukan. “Fasilitas kesehatan inilah yang berhadapan langsung dengan peserta program JKN dan memberikan pelayanan kepada me­reka,” katanya.

Karenanya, apabila nilai-nilai INISIATIF —misalnya Pelayanan Prima— hanya menjadi “cara hidup” Duta BPJS Kesehatan, dan tidak menjadi “cara hidup” petugas di fasilitas kesehatan, peningkatan kualitas layanan akan menemui jalan buntu. “Ibaratnya hanya tajam di internal organisasi, namun tumpul di fasilitas kesehatan,” ujarnya.

Afdal berpendapat, fasilitas ke­sehatan yang tidak menjadikan Pela­yanan Prima sebagai nilai utama tidak akan memiliki dorongan yang kuat untuk selalu melakukan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanannya. Padahal, sebagai salah satu pihak yang memberikan layanan langsung kepada peserta, fasilitas kesehatan juga diharapkan mampu memberikan pela­yanan dengan kualitas terbaik.

Karena itu, menurut Afdal, dalam menghidupkan nilai-nilai INISIATIF sebagai budaya, BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. “Budaya INISIATIF harus direkognisi oleh semua pihak dan diyakini berdampak bagi semua orang,” kata­nya. Ia mengakui langkah ini bukanlah hal yang mudah, tetapi harus dijalankan secara berkelanjutan dan konsisten.

Ada sejumlah strategi yang dijalan­kan BPJS Kesehatan agar nilai-nilai budaya INISIATIF dapat diterapkan di semua elemen ekosistemnya. Pertama, memastikan kesiapan SDM-nya untuk mendukung transformasi kultural ini.

Dalam konsep employee journey, INISIATIF telah menjadi salah satu poin pen­ting dalam proses rekrutmen dan seleksi sehingga tercipta culture fit sejak awal seseorang bergabung dengan BPJS Kesehatan. Selanjutnya, organisasi ini mengintegrasikan nilai INISIATIF sebagai salah satu dasar dalam penyusunan program pengembangan kompetensi pegawai, sehingga tidak ada isu yang terkait dengan kompetensi Duta BPJS Kesehatan.

Strategi kedua, ketika nilai-nilai INISIATIF sudah berjalan baik di lingkung­an internal, organisasi ini ber­upaya menjalin komunikasi yang intensif dengan stakeholder utama, khususnya kalangan fasilitas kesehatan. BPJS Ke­sehatan menyampaikan bahwa sebagai bagian dari ekosistem JKN, nilai-nilai utama yang terkandung dalam INISIATIF juga diharapkan menjadi nilai bersama atau shared values bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program JKN.

“Dalam setiap kegiatan yang melibatkan pihak eksternal, INISIATIF menjadi salah satu topik wajib yang harus disampaikan,” kata Afdal.

Strategi ketiga, menjalankan kampanye budaya organisasi secara terstruktur, sistematis, dan masif dengan menggunakan berbagai media yang sesuai.

Strategi keempat, mengembangkan nilai-nilai INISIATIF sebagai salah satu poin penting dalam penilaian kinerja fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Saat ini, khususnya untuk nilai Pelayanan Prima, BPJS Kesehatan memastikan bahwa nilai ini tidak hanya akan dijaga oleh Duta BPJS Kesehatan, tetapi juga oleh anggota ekosistem JKN, terutama kalangan fasilitas kesehatan.

Strategi kelima, dalam rangka meningkatkan penerapan budaya organisasi tersebut, BPJS Kesehatan menciptakan ruang-ruang komunikasi agar setiap saran dan usulan perbaikan, bahkan kritik yang membangun, dapat tersampaikan kepadanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved