Corporate Action Corporate Action

Pasar Properti Stagnan, Farpoint Tetap Optimis

Pasar Properti Stagnan, Farpoint Tetap Optimis

Farpoint, perusahaan developer real estate dari Gunung Sewu Group, menghadirkan proyek real estate yang menjadi bagian dari pertumbuhan Jakarta. Dengan filosofi Think Beyond, Farpoint menghadirkan Farpoint Showcase: A Celebration Beyond Buildings di Museum Nasional, Jakarta (12/3). Jusuf Halimi, Chief Executive Officer Farpoint, mengatakan, proyek-proyek Farpoint bukan hanya sebatas sebuah bangunan, tetapi juga hasil karya yang memiliki nilai berharga bagi masyarakat dan lingkungan.

20150312_153620

“Sebagai perusahaan real estate, kami ingin melihat jauh ke depan dalam konteks kalau membangun itu bukan hanya sebatas gedung, tapi kita bisa memberikan sustainability kepada lingkungan dan perkembangan kepada kota itu sendiri. Kami ingin gedung kami itu bisa green,” ujarnya.

Ia mencontohkan, seperti Sequis Tower, dengan konsep open plaza, akan mempermudah akses bagi pejalan kaki di antara jalan Sudirman dengan Kawasan SCBD dan Verde Apartment. Lalu, Verde Apartment, menggunakan sistem Rainwater Harvesting System untuk memanfaatkan kembali air hujan untuk penggunaan di area umum.

“Kita ingin beyond. Think beyond itu bukan hanya kepada produk kita, tetapi karyawan dan business partner kita,” tambahnya.

Farpoint bukan ingin menjadi yang terbesar, tetapi mempunyai misi yang beda. Mereka ingin menjadi real estate company yang memiliki karyawan-karyawan yang passionate mengenai pekerjaannya, selalu berinovasi, dan memberikan nilai lebih terhadap stakeholders yang peduli kepada lingkungan. “Itu yang menjadi visi kami kedepan,” tegasnya.

Sebagai real etate developer, Farpoint sementara ini masih berkonsentrasi di Jakarta, karena mereka masih melihat banyak kesempatan untuk berpartisipasi membangun kota Jakarta. Oleh karena itu, bisa dibilang Farpoint mengucurkan dana yang tidak sedikit untuk suatu proyek, contohnya adalah Sequis Tower (Rp1,5-2 triliun), The Hundred(Rp3-3,5 triliun), dan Verde 2 (Rp1,5-1,8 triliun).

Untuk masalah menurunnya rupiah, tentu berpengaruh kepada biaya konstruksi yang komponennya dibeli dengan mata uang asing, contohnya adalah barang konstruksi yang masih impor. Hal itu membuat biaya konstruksi menjadi mahal, bahkan bisa diluar perkiraan biaya yang sebelumnya. Jusuf mengatakan, Farpoint berusaha mengontrol kenaikan-kenaikan ini agar bisa menjadikan proyek yang memberi nilai kepada stakeholders.

“Market sekarang situasinya memang sangat soft, tetapi semua orang juga tahu property itu ada cycle-nya. Belum ada rumor property akan lebih rendah dari tiga tahun lalu, hampir tidak ada,” tuturnya.

Tetapi, di luar hal tersebut, minat konsumen sampai dengan semester tahun lalu cukup bagus, walaupun sekarang semua property stagnan dan tidak cukup bergerak banyak. “Kalau dari pangsa pasar ini mungkin ada pengaruh juga tetapi tertentu. Persaingan saya lihat sekarang kalau residential sudah banyak. Banyak sekarang yang hi-end, jadi harus bisa bagaimana menjualnya,” tutup Jusuf. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved