Corporate Action

Kinerja 2 Bank Syariah Ungguli Bank Konvensional

Gedung Bank Syariah Indonesia (Foto MI/Andri Widiyanto).

Dua bank syariah nasional sudah mengumumkan kinerja kuartal pertama (Q1) 2021.

Di tengah pandemi covid-19, kinerja kedua bank syariah ini –Bank Syariah Indonesia (BSI) dan BTPN Syariah (BTPS)– menunjukkan pergerakan luar biasa.

Tak hanya laba mereka naik, namun beberapa indikator perbankan lainnya pun memperlihatkan kenaikan signifikan seperti pembiayaan, dana pihak ketiga (DPK), hingga total aset.

Merger tiga bank milik Himbara (BNI Syariah, BRI Syariah, dan BSM) menjadi BSI telah memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan bisnis keuangan syariah nasional.

Ketika bank-bank konvensional mencatat penurunan laba dibanding periode sebelumnya, bank-bank syariah ini malah mencatat kenaikan laba.

Bank Syariah Indonesia Catat Kenaikan Laba Bersih

Bank Syariah Indonesia mencatatkan pertumbuhan laba bersih 12,85 persen atau sebesar Rp 742 miliar pada kuartal I-2021, dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 657 miliar.

Kenaikan kinerja pada kuartal I-2021 juga didorong oleh kenaikan pendapatan margin dan bagi hasil sebesar 5,16 persen secara tahun ke tahun (yoy).

Direktur Utama BSI Hery Gunardi dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis, mengatakan kenaikan laba ini didorong oleh ekspansi pembiayaan dan kenaikan dana murah yang optimal sehingga cost of fund atau biaya dana bagian dari keuntungan bank menjadi lebih besar.

“Untuk meningkatkan kinerja, pada tahun ini BSI fokus ke empat hal di antaranya mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkelanjutan, mengelola efisiensi, akselerasi kapabilitas digital, dan integrasi operasional pasca-merger,” kata Hery.

Dengan pertumbuhan laba yang tinggi, BSI dapat meningkatkan rasio profitabilitas ditandai dengan meningkatnya ROE (return on equity) dari 11,19 persen per Desember 2020 menjadi 14,12 persen per Maret 2021.

Dari sisi bisnis, Hery memaparkan, BSI telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp159 triliun pada kuartal I-2021, naik 14,74 persen dari periode sama 2020 sebesar Rp138,6 triliun.

Komposisi pembiayaan terbesar disumbang oleh segmen konsumer Rp 71,6 triliun (45 persen dari total pembiayaan), korporasi Rp 37,3 triliun (23,5 persen), segmen kecil dan menengah Rp 20,8 triliun (13,1 persen), Mikro Rp 15 triliun (9,4 persen) dan komersial Rp9,6 triliun (6,1 persen).

Seiring dengan adanya kenaikan bisnis, BSI tetap menjaga kualitas pembiayaan ditunjukkan dengan tren penurunan pembiayaan bermasalah (NPF gross) dari 3,35 persen di triwulan I-2020 menjadi 3,09 persen di triwulan I-2021.

Untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian, menurut Hery, BSI juga telah mencadangkan cash coverage sebesar 137,48 persen sampai kuartal I-2021.

Dari sisi liabilitas, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BSI sampai triwulan I-2021 mencapai Rp 205,5 triliun, naik 14,3 persen dibandingkan periode sama 2020 sebesar Rp179,8 triliun.

Pertumbuhan tersebut didominasi oleh peningkatan Dana Murah (Giro dan Tabungan) sebesar 14,73 persen sehingga meningkatkan rasio CASA dari 57,54 persen pada triwulan I-2020 menjadi 57,76 persen di Kuartal I-2021.

Dengan kinerja tersebut, sampai Kuartal I-2021, BSI berhasil mencatatkan total aset sebesar Rp 234,4 triliun naik 12,65 persen (yoy) dibanding periode sama 2020 sebesar Rp208,1 triliun. BSI juga mencatat kenaikan rasio permodalan (CAR) menjadi 23,1 persen di periode ini.

Terkait pemanfaatan teknologi digital, BSI juga terus meningkatkan kapabilitas digital, yang tercermin dari volume transaksi kanal digital BSI yang tumbuh signifikan sepanjang triwulan I-2021.

Nilai transaksi tersebut hingga Maret 2021, sudah menembus Rp40,85 triliun, dengan kontribusi terbesar berasal dari transaksi melalui layanan BSI Mobile yang naik 82,53 persen (yoy).

Sepanjang Januari-Maret 2021, volume transaksi di BSI Mobile juga tercatat mencapai Rp 17,3 triliun dengan akumulasi jumlah transaksi dari platform tersebut mencapai 14,65 juta transaksi, atau tumbuh 72,35 persen (yoy).

Secara umum, kenaikan volume transaksi melalui channel digital banking BSI sampai Maret 2021 naik 43,3 persen (yoy).

Selain oleh transaksi BSI Mobile (42 persen), kenaikan ini juga ditopang aktivitas nasabah pada kanal internet banking (24 persen), kartu debit/kredit (17 persen) dan ATM (14 persen).

BTPN Syariah Catat Kinerja Positif

Bank BTPN Syariah juga mencatat kinerja positif pada kuartal I 2021.

BTPN Syariah yang fokus melayani prasejahtera produktif Indonesia menyalurkan pembiayaan Rp 9,7 triliun pada kuartal pertama, tumbuh sebesar enam persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Perolehan laba bersih setelah pajak (NPAT) Bank BTPN Syariah selama kuartal pertama 2021 mencapai Rp 375 miliar atau setara dengan 44 persen laba bersih tahun 2020.

“Seluruh pertumbuhan yang baik ini menandakan bahwa ketangguhan prasejahtera Indonesia menghadapi pandemi berada pada posisi yang optimistis,” kata Direktur BTPN Syariah, Arief Ismail, dalam keterangan pers, Kamis (22/4).

Dana Pihak Ketiga tercatat meningkat sebesar sembilan persen menjadi Rp 10,5 triliun.

Lebih lanjut, BTPN Syariah berhasil mencatat total aset dan total ekuitas menembus milestone level yakni Rp 17,3 triliun dan Rp 6,3 triliun.

Total pertumbuhan aset dan ekuitas tersebut mencapai delapan persen dari pada periode yang sama tahun lalu.

Arief mengatakan BTPN Syariah berkomitmen untuk memaksimalkan pelayanan dan menyesuaikan dengan kebutuhan nasabah prasejahtera produktif yang terus berubah.

Untuk memastikan terjadinya peningkatan kesejahteraan, BTPN Syariah juga komitmen terus melakukan berbagai inovasi berkelanjutan.

“Salah satunya menggunakan teknologi untuk kebaikan,” katanya.

Dengan teknologi, BTPN Syariah bertekad untuk mewujudkan aspirasi membangun Sharia Digital Ecosystem for Unbanked.

OJK Ingin Produk Keuangan Syariah Kalahkan Bank Konvensional

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya mendorong pangsa pasar keuangan syariah. Hal ini perlu dilakukan agar industri keuangan syariah dapat memberikan produk lebih murah dibandingkan layanan konvensional.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan apabila melihat faktanya dari ukuran, pangsa pasar keuangan syariah hanya 9,96 persen dari total produk keuangan nasional. Hal tersebut mencerminkan masyarakat belum sepenuhnya memilih produk syariah.

“Kalau produk syariah tidak lebih baik, tidak lebih murah, tentu orang akan mikir dua kali untuk ambil produk syariah. Ini basic yang perlu kita sadari,” ujarnya saat acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan secara virtual, Jumat (23/4).

Penawaran produk bagus dan murah dapat meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah. Maka itu, OJK telah menyiapkan strategi yakni dengan mendorong lembaga keuangan syariah untuk bisa berkompetisi.

Adanya merger tiga bank syariah Himbara menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk dapat menjadi milestone yang mampu mengampu bank syariah lain.

“Adanya BSI yang baru merger ini satu milestone bagus, kalau tidak ada BSI, itu bank syariah masih kecil-kecil, tidak bisa menawarkan produk bagus dan harga murah. Masyarakat mungkin masuk syariah karena terpaksa,” ucapnya.

Ke depan, Wimboh berharap lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah dapat lebih inovatif dalam mengembangkan produk syariah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Ini tantangan bank syariah, BSI bisa jadi pengampu, bukan saja menawarkan produk murah dan kualitas bagus, tapi juga sebagai pengampu bank kecil yang bisa dibina dan menelurkan ke lembaga kecil lain,” ucapnya.

Sumber: Republika.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved