Capital Market & Investment zkumparan

IHSG Diprediksi Capai 7.800 di Akhir 2022

IHSG Diprediksi Capai 7.800 di Akhir 2022

Mandiri Sekuritas memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 7.800 di akhir tahun 2022. Hal tersebut disokong oleh pertumbuhan Earning per Share (EPS) yang mencapai 20%. Selain itu, pemulihan Covid-19 juga menjadi sebab peningkatan ini, disamping juga commodity boom yang diharapkan memicu peningkatan konsumsi. Sehingga memicu capex cycle dan labor rehiring pada Semester II 2022.

Adrian Joezer, Head of Equity Analyst Mandiri Sekuritas mengatakan, hal terpenting adalah ketahan ekonomi Indonesia terhadap external risk. Seperti menguatnya neraca perdagangan, menyehatnya external debt to GDP, membaiknya kondisi likuiditas domestik, dan terjaganya tingkat inflasi. “Laba operasional perusahaan tumbuh sebesar 40% YoY pada Kuartal I/2022. Kinerja yang sudah sangat baik ini mengidikasikan bahwa kinerja di Kuartal II/2022 akan lebih baik, terutama mempertimbangkan data selama Ramadan,” ujarnya.

Adrian menambahkan volatilitas global juga diproyeksikan masih akan terus berlangsung. Namun Indonesia, menurutnya, masih lebih resilient terhadap resiko eksternal. Penyebabnya adalah valuasi saham yang tidak terlalu mahal, pertumbuhan EPS yang tinggi, kondisi likuiditas domestik yang kuat didukung oleh neraca perdagangan yang positif, serta real yield yang masih positif dan tinggi relative ke negara-negara lain.

Sementara itu, di tengah ketidakpastian global, pasar obligasi Indonesia juga mengalami kenaikan yield akibat foreign fund outlow. “Namun dukungan investor domestik untuk obligasi pemerintah yang tinggi membuat pasar obligasi Indonesia cukup resilient, dimana kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara Emerging Market lainnya,” kata Handy Yunianto, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas.

Dia memprediksi dukungan investor domestik akan solid karena likuiditas rupiah yang masih melimpah. Secara umum, kata dia, terjadi pertumbuhan pada kredit perbankan sebesar 9%, namun Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa tabungan, giro, dan deposito juga mengalami kenaikan yang lebih tinggi yakni 0%. Hal ini menyebabkan tren loan-to-deposit ratio perbankan terus menurun, yang artinya, sistem perbankan Indonesia memiliki likuiditas yang memadai.

“Dampaknya suku bunga deposito terus mengalami penurunan, sehingga selisih antara bunga depoito dan yield SUN semakin melebar.” Lebih jauh dia menjelaskan, tren likuiditas perbankan akan terus memadai, mengingat Bank Indonesia masih akan melakukan burden sharing SKB3 dengan memberikan membeli obligasi pemerintah di pasar perdana sejumlah Rp220 triliun. Selain itu, pemerintah masih menjalankan ekspansi fiskal dimana defisit APBD masih di atas 4% dari PDB, serta terjadi surplus pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini tentunya akan menjaga likuiditas ke depan.

“Di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi akibat pandemi, geopolitik perang Rusia dan Ukraina, disrupsi rantai pasokan, kenaikan inflasi yang diikuti dengan kenaikan suku bunga global, maka diversifikasi portofolio investasi menjadi sangat penting. Obligasi menjadi instrumen yang menarik karena memberikan cash flow kupon yang pasti, dengan tingkat imbal hasil yang masih menarik dan nilai pokok investasinya akan kembali lagi pada saat jatuh tempo,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved