Capital Market & Investment

Layanan Urun Dana Semarakkan Investasi dengan Skema Urunan

Heinrich Vincent, Founder & CEO Bizhare.

Di era ekonomi digital yang terus berkembang, pilihan investasi pun semakin beragam. Kehadiran platform fintech urun dana, yang dikenal sebagai securities crowdfunding (SCF), bisa menjadi alternatif investasi yang menarik bagi masyarakat. Salah satunya karena menawarkan imbal hasil cukup tinggi, hingga puluhan persen per tahun.

Minat terhadap SCF ini tak lepas dari potensinya. Jumlah UMKM saat ini mencapai 64,19 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,97% atau senilai Rp 8.573,89 triliun. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.

SCF merupakan metode penggalangan dana dengan skema patungan yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mendirikan atau mengembangkan bisnisnya. Penyelenggara SCF berperan melayani penerbitan efek pelaku usaha berupa instrumen saham, obligasi, atau sukuk (obligasi syariah).

Nantinya, investor yang dipertemukan dengan penerbit efek secara online, bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan efek tersebut. Investor akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil sesuai dengan persentase besaran kontribusinya dari keuntungan usaha dalam periode tertentu (sesuai perjanjian).

Yang patut dicatat, kegiatan SCF telah memiliki payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK No. 16/2021, dan perubahan atas POJK No. 57/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Hingga saat ini, sudah ada 11 platform SCF resmi yang mengantongi izin OJK.

Salah satu pionir di Indonesia yang bergerak di sektor ini adalah Bizhare (dengan payung PT Investasi Digital Nusantara). Perusahaan ini didirikan pada 2018 oleh Heinrich Vincent. Bizhare berperan sebagai penghubung antara penerbit dan investor untuk berinvestasi bisnis secara patungan, melalui berbagai jenis efek di berbagai industri UMKM, franchise, dan startup.

Hal itu bermula saat Vincent ingin membuka waralaba minimarket dengan modal sekitar Rp 1 miliar, tetapi waktu itu dananya tidak cukup. Ia lalu mengajak teman-temannya untuk patungan investasi bersama. Dari sana ia terpikir untuk membawa konsep ini tidak hanya diterapkan di kalangan sendiri, tapi juga buat seluruh masyarakat Indonesia, sehingga lebih banyak UMKM yang memiliki akses terhadap permodalan.

Vincent lalu bergabung ke dalam Gerakan Nasional 1000 Startup Digital dan membangun Bizhare sebagai platform urun dana yang menfasilitasi pendanaan bisnis UMKM dan franchise. Saat itu bahkan masih belum ada regulasi terkait layanan urun dana, sehingga Bizhare masih di bawah payung hukum POJK No. 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Hingga kemudian terbitlah POJK No. 37/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).

“Masyarakat pada awalnya cukup amazed dan tertarik dengan instrumen baru ini,” ujar Heinrich Vincent, Founder & CEO Bizhare. Alasannya, mereka yang tadinya butuh modal hingga puluhan juta sampai miliaran rupiah kini bisa ikut investasi dengan Rp 1 juta. Konsepnya adalah gotong royong.

“Tidak hanya investor, UMKM juga merasa terbantu dengan mendapatkan permodalan untuk menggelar ekspansi,” ujar Founder & CEO Bizhare ini.

Hingga saat ini Bizhare telah menyalurkan total dana Rp 138 miliar ke lebih dari 100 UMKM di seluruh Indonesia. Vincent mengaku angkanya terus meningkat rata-rata hampir tiga kali lipat.

Adapun jumlah investor terdaftar di platform Bizhare telah mencapai 177 ribu investor di seluruh Indonesia. Perusahaan yang telah menggelar penerbitan efek melalui Bizhare antara lain waralaba Alfamart, Sour Sally, Foresthree Coffee, Bam Cargo, Zenbu, dan Hangry.

Tidak hanya investor, UMKM juga merasa terbantu dengan mendapatkan permodalan untuk menggelar ekspansi.

Heinrich Vincent, Founder & CEO Bizhare

Pemain lain yang bergerak di bidang equity crowdfunding adalah LandX (PT Numex Teknologi Indonesia), yang berdiri pada 2019. Perusahaan ini telah memiliki 89 ribu investor terdaftar dan 45 perusahaan penerbit, serta telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp 234 miliar.

Andika Sutoro Putra, Founder dan CEO LandX, mengungkapkan bahwa pihaknya sangat ketat dalam menyeleksi perusahaan atau UMKM yang akan dibiayai uang para investor. “Perusahaan atau UMKM yang dibiayai tersebut harus sudah memiliki prospek, kinerja, dan pertumbuhan yang positif, serta aset dasar properti yang bernilai tinggi, juga risiko mitigasi yang matang,” kata Andika.

Pada awal Oktober 2022, LandX telah menggandeng Moka, sebagai mitra penyaluran modal usaha untuk UMKM. Dengan menghadirkan beragam bisnis UMKM potensial yang telah bekerjasama dengan Moka dalam platform LandX, kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan minat investor yang ingin berinvestasi di UMKM lewat equity crowdfunding.

Kerjasama yang dijalin LandX dengan Moka juga tak lepas dengan potensi yang tersedia, yang kini dimudahkan oleh platform equity crowdfunding seperti LandX untuk berinvestasi pada puluhan ribu mitra usaha Moka ―yang notabene UMKM.

Berdasarkan data Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI), jumlah investor layanan urun dana secara keseluruhan pada tahun 2022 meningkat sebesar 34,3%. Hal itu membuat total pendanaan yang disalurkan ke perusahaan UMKM tahun ini sebesar Rp 750 miliar.

Menurut Calvin Jonathan, Policy Director ALUDI, hingga Oktober 2022 total penawaran pendanaan yang sudah dilakukan mencapai 96,06%, yakni sebesar Rp 720 miliar. Angka tersebut mengalami kenaikan 74,75% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 412 miliar.

Penerbit efek yang tergabung di ALUDI terdiri dari empat macam, yakni 243 penerbit saham, lima penerbit saham syariah, lima penerbit obligasi, dan tujuh penerbit sukuk. Target yang ingin dicapai pada tahun 2023 yaitu lebih dari Rp 1 triliun. Strategi yang telah disiapkannya mencakup pengadaan pelatihan secara gratis tiap bulan untuk mahasiswa, bekerjasama dengan mitra dan universitas sebagai kegiatan edukasi, serta bekerjasama dengan beberapa anggota untuk endorsement.

Pada 2023, ALUDI menyiapkan sejumlah strategi yang tetap mementingkan keamanan investasi. “ALUDI akan melakukan screening yang ketat ke calon penerbit untuk menghindari kegagalan oleh penerbit,” kata Calvin. Misalnya, jika ada kegagalan seperti itu, akan dilakukan mekanisme sesuai dengan POJK atau undang-undang yang berlaku dengan case yang tengah dihadapi.

Selain itu, ALUDI akan membuat buku untuk investor sebagai bentuk edukasi masyarakat mengenai investasi SCF dan mengadakan tur di luar Jakarta sebagai bentuk pelatihan. Menurut Calvin, anggota ALUDI tidak hanya mengalami kenaikan dari sisi investor; jumlah pengguna juga meningkat sebanyak 65,9% dari tahun 2021.

Yang saat ini terdaftar di ALUDI adalah 641.727 user dan 125.971 investor. Sudah ada kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, yang terdiri dari 513.224 user dan 93.733 investor. Jumlah penerbit efek di ALUDI juga naik, yakni sebesar 61% dari tahun sebelumnya. (*)

Jeihan K. Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved