Capital Market & Investment Corporate Action zkumparan

Meneropong Aksi Korporasi Emiten

Meneropong Aksi Korporasi Emiten
Jajaran Direksi PT Cita Mineral Investindo Tbk . (Foto :Ist)

PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN), perusahaan pembiayaan investasi dan modal kerja untuk sektor produktif, mencatatkan pendapatan pada Semester I/2019 tumbuh sebesar 235%, atau menjadi Rp 55,32 miliar dari sebelumnya negatif sebesar Rp 41,11 miliar pada kuartal II-2018. Perbaikan pendapatan tersebut terutama didorong oleh perbaikan pendapatan sewa pembiayaan, perbaikan pendapatan ijarah-bersih, dan adanya pendapatan modal kerja.

Dari sisi pendapatan, perseroan mencatatkan perbaikan pendapatan sewa pembiayaan sebesar Rp 15,27 miliar, meningkat 30% dibandingkan semester I tahun 2018 sebesar Rp 11,72 miliar. Perseroan juga mencatatkan pendapatan ijarah-bersih yang positif senilai Rp 29,09 miliar, melambung dari periode sebelumnya yang mencatatkan kerugian sebesar Rp 63,51 miliar. Sementara untuk pendapatan IBFN dari modal kerja, sampai semester 1-2019 tercatat Rp 2,63 miliar.

Presiden Direktur IBFN, Carolina Dina Rusdiana, mengungkapkan, strategi untuk melakukan efisiensi serta memperluas kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya di Grup INTA berhasil memperbaiki posisi keuangan. “Sampai semester I-2019 lalu, kami berhasil membukukan penurunan rugi bersih setelah pajak menjadi sebesar Rp 23,76 miliar, disbanding catatan kerugian sebesar Rp 91,37 miliar dalam periode yang sama tahun lalu,” ujar Carolina di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Carolina menambahkan, sampai Semester I/2019 ini perseroan terus memperbaiki kualitas pembiayaan, bahkan telah membukukan laba bersih sebesar Rp 4,77 miliar, jika turut menghitung manfaat pajak. Sebagai informasi tambahan, perolehan laba bersih ini merupakan pertama kalinya sejak laporan keuangan audit tahun 2015.

Sementara dari rasio piutang pembiayaan bermasalah atau on-performing financing (NPF), di Juni 2019, IBFN mampu mencatatkan perbaikan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) turun sebesar 24.67% dibandingkan posisi bulan Desember 2018. Walau masih harus berjuang untuk terus melakukan perbaikan, tetapi perseroan berkeyakinan bahwa di tahun 2020 rasio NPF dapat mencapai angka dibawah 5 % sebagaimana yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sementara itu Direktur Keuangan IBFN, Alexander Reyza, menambahkan, pihaknya terus berupaya mencari pendanaan agar mampu kembali menyalurkan pembiayaan di akhir tahun 2019 ini. “Hal ini tidaklah mudah mengingat kondisi industri pembiayaan terutama pembiayaan alat-alat berat yang sangat tergantung pada kondisi harga komoditas global yang cenderung melemah sepanjang 2019,” ucap Alexamder.

Namun, IBFN terus berupaya menjaga komitmen dengan para pemangku kepentingan. “Untuk tetap dapat memenuhi kewajiban tepat waktu dan memperbaiki kualitas pembiayaan yang kami salurkan,” ungkapnya. Upaya mencari sumber pendanaan untuk menyalurkan pembiyaan itu merupakan salah satu aksi korporasi yang dibidik IBFN.

Aksi KorporasiPada kesempatan terpisah, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA), perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan bauksit dan produsen pertama alumina (smelter grade/SGA), melalui anak perusahaan, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW), berencana melakukan aksi korporasi berupa Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights sssue. Sebelum bisa mengajukan pernyataan pendaftaran rencana Right Issue ke OJK, CITA mendapatkan persetujuan para pemegang saham dimana hal ini telah dilaksanakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada akhir September pada Senin pekan ini. Perseroan berencana mengajukan pernyataan pendaftaran kepada OJK setelah semua persiapan dokumentasi selesai dilaksanakan.

Rencananya CITA akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 648.218.250 lembar saham baru.“Kami berharap aksi korporasi berupa Rights Issue ini dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan usaha dan nilai aset Perseroan sehingga memberikan nilai tambah bagi pemegang saham. Jika semua berjalan sesuai rencana, Perseroan berencana menggunakan dana yang dihimpun dari aksi korporasi itu sebagai pembayaran utang bank dan modal kerja” ujar Harry Tanoto, Direktur Utama CITA.

Dari sisi kinerja, hingga semester I-2019, Cita Mineral berhasil mengantongi laba bersih mencapai Rp 565,1 miliar atau melonjak 81,8% dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 310,8 miliar. Selain berasal dari hasil penjualan MGB, kontribusi laba CITA juga diraih dari entitas asosiasi WHW yang memiliki kapasitas produksi sebesar satu jutaton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun. WHW memiliki pabrik pemurnian alumina SGA yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Emiten lainnya, PT Trisula International Tbk (TRIS) juga berencana untuk melakukan rights issue dengan tujuan penggunaan dana untuk memperoleh 78,52% saham PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL). Selain untuk meningkatkan kinerja keuangan TRIS di masa mendatang, juga agar tercipta sinergi sebagai Integrated Apparel Provider dengan unit segmen usaha baru yaitu manufaktur dan perdagangan tekstil di bawah bendera BELL.

TRIS dan BELL merupakan perusahaan yang berada di bawah pemegang saham pengendali yang sama. Mengingat keduanya memiliki kegiatan usaha yang sejenis di bidang tekstil dan garmen maka diharapkan dengan Rencana Pengalihan Saham ini, BELL dapat melengkapi kegiatan usaha TRIS sehingga tercipta perusahaan tekstil garmen yang lebih terintegrasi, bersinergi lebih kuat, serta efisien.

Selain itu, TRIS melalui BELL juga dapat meningkatkan portofolio dan diversifikasi produk-produk tekstil dan garmen serta produk terkait lainnya agar memperluas pangsa pasar dan lebih mampu bersaing dengan perusahaan tekstil dan garmen lainnya. “Kami berharap aksi korporasi rights issue dan sinergi unit usaha baru dari BELL dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan usaha dan nilai aset perseroan sehingga memberikan nilai tambah bagi pemegang saham,” ujar Santoso Widjojo, Direktur Utama TRIS.

Jika semua berjalan sesuai rencana, TRIS akan memperoleh 78,52% saham BELL yang dimiliki oleh induk usaha PT Inti Nusa Damai (IND) dengan menggunakan 66,65% saham baru yang akan dikeluarkan oleh TRIS. Dalam Keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia, Santoso menyatakan TRIS menargetkan untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 2,09 miliar saham baru dengan nominal sebesar Rp100 per saham disertai dengan penerbitan Waran Seri I sebanyak-banyaknya 348,98 juta saham dengan nilai nominal Rp100 per saham.

“Perseroan berharap untuk memperoleh dana sebanyak-banyaknya Rp 600 miliar,” lanjutnya. Lebih lanjut, Santoso menjelaskan, jika pemegang saham tidak melakukan haknya, kepemilikan sahamnya akan terdilusi maksimal sebesar 66,65% setelah right issue tersebut dan tambahan dilusi maksimal sebesar 9,99% bila tidak melaksanakan Waran Seri I. Dalam situasi ini, IND akan bertindak sebagai pembeli siaga yang akan mengambil bagian atas saham-saham yang tidak diambil bagian oleh para pemegang saham perseroan dalam pelaksanaan rights issue ini.

Rencana rights issue ini akan dilaksanakan oleh TRIS setelah diperolehnya persetujuan melalui RUPSLB pada 9 Oktober 2019. Adapun, penjualan TRIS pada semester I/2019 senilai Rp 458,04 miliar, tumbuh 11,09% dibandingkan nilai penjualan bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 412,32 miliar. Pada periode itu, laba bersihnya sebesar Rp 9,12 miliar, turun 14,27% dari Rp 10,63 miliar. Kinerja sampai dengan semester I-2019 dinilai masih sejalan dengan target perseroan.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved