Capital Market & Investment

Mirae Asset Sekuritas Indonesia: Tumbuh Super Cepat, Bertumpu pada Investor Milenial

Tae Yong Shim, Presiden Direktur & CEO PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI).
Tae Yong Shim, Presiden Direktur & CEO PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI).

Jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB ketika awal Januari lalu Herman Widjaja (45 tahun) memeloloti papan perdagangan saham di kantor temannya di Gedung Bursa Efek Indonesia, SCBD Area, Jakarta. Herman yang baru mudik setelah enam tahun tinggal di Amerika Serikat itu kaget, baru pukul 11.00 sudah ada perusahaan sekuritas yang mampu membukukan transaksi harian senilai Rp 1,6 triliun. Yang juga membuatnya kaget, nama perusahaan itu PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI), nama yang sewaktu ia di AS tak pernah terdengar dan tidak ada dalam jajaran Top 10 perusahaan di Indonesia.

Kekagetan Herman sebenarnya cukup beralasan. Jangankan 10 besar atau 15 besar, entitas dengan nama MASI sendiri memang belum ada saat itu. MASI termasuk pemain baru karena Mirae Asset Securities (Korea Selatan) baru masuk ke bisnis sekuritas di Indonesia pada 2016, dengan mengakuisisi saham PT Daewoo Sekuritas Indonesia yang dimiliki KDB Daewoo Securities. Namun, sejak di tangan Mirae, perusahaan itu memang langsung tancap gas. Tak mengherankan, kinerja MASI dalam dua tahun terakhir memang meroket.

Tahun 2020, misalnya, perusahaan ini mampu membukukan nilai transaksi Rp 410 triliun dalam setahun. Perusahaan ini menjadi salah satu pemain sekuritas terbesar di Indonesia, mengalahkan nama-nama top yang sudah lama berkibar di Tanah Air. Bila kita tunjuk contoh data transaksi saham pada bulan-bulan terakhir ini, misalnya pada Desember 2020, Januari 2021, dan Februari 2021, nilai transaksi sebulan MASI mengungguli para pemain sekuritas lama yang sudah mapan, dengan angka keunggulan yang semakin jauh.

“Memang benar, dalam beberapa tahun ini kinerja bisnis kami tumbuh sangat cepat. Kerja keras tim kami berjalan sangat baik,” ungkap Tae Yong Shim, Presiden Direktur yang juga CEO MASI.

Yang sangat menarik, pesatnya pertumbuhan kinerja MASI ini tak lepas dari peran investor milenial karena 80% pelanggannya dari kalangan itu. Segmen inilah yang menjadi salah satu tulang punggung penting di balik suksesnya. Strategi MASI dalam mendekati investor milenial rupanya berjalan efektif sehingga investior milenal berbondong-bondong menjadi user/pelanggan-nya melalui berbagai platform transaksi yang disediakan. Setidaknya, hal itu juga tecermin jelas dari pertumbuhan jumlah investor milenial di MASI yang pada 2020 melonjak 90% dalam setahun. Tak salah bisa memasukkan MASI sebagai perusahaan yang menikmati boom investor milenial belakangan ini.

Cerita sukses MASI merupakan perpaduan kemampuan membaca peluang pasar, keberanian melakukan investasi, kecerdikan dalam mengedukasi pasar, dan konsistensi dalam inovasi. Dari sisi segmentasi, perbedaannya dari kebanyakan perusahaan sekuritas lain di Indonesia, MASI memang sangat fokus menggarap segmen investor ritel.

“Kami melakukan blue ocean strategy. Kami pilih di ceruk pasar yang orang lain tidak menggarapnya karena pemain lain lebih tertarik menggarap pasar investor institusi,” Tae Yong Shim menjelaskan.

Diakui Tae Yong Shim, pilihan menggarap pasar ritel itu membawa konsekuensi yang berat. Karena, jumlah investornya sangat banyak dan nilai investasi per orang (akun) jauh lebih kecil. “Kami harus mau capek, bekerja lebih keras, harus bersusah-payah untuk merintisnya. Juga, butuh investasi besar,” kata pria asal Korea yang sudah lama tinggal di Indonesia ini. Contohnya, dari jumlah cabang pelayanan, MASI harus punya lebih banyak cabang daripada pemain lain. Tak mengherankan, saat ini MASI punya tak kurang dari 28 lokasi cabang (galeri pelayanan).

Begitu pun, untuk melayani pelanggan, dibutuhkan SDM lebih banyak. Saat ini total karyawan MASI Sekuritas sebanyak 442 karyawan –dalam cacatannya, MASI menjadi perusahaan sekuritas dengan jumlah karyawan terbanyak di Indonesia. Namun, manajemennya sangat yakin, bila sukses mendapatkan konsumen ritel dalam jumlah yang besar, fondasi kinerja perusahaan akan lebih solid. Setidaknya hal itu sudah dirasakan MASI yang per 31 Desember 2020 memiliki 42.000 nasabah.

Salah satu strategi utama MASI agar sukses menggarap pasar ritel, yaitu dengan berinvestasi membangun teknologi transaksi untuk memudahkan ribuan nasabahnya dalam bertransaksi saham secara nyaman, dan bisa dilakukan dari mana saja. “Kami merupakan perusahaan sekuritas pertama di Indonesia yang membangun e-trading system untuk saham,” Tae Yong Shim menjelaskan.

Bahkan upaya membangun e-trading saham itu sudah dilakukan dari sejak perusahaan sekuritas ini belum dimiliki oleh Mirae. Setelah Mirae masuk, maka keunggulan dibidang transaksi ini dibangun dengan lebih serius dan disosialisasikan secara masif penggunnaannya ke ribuan calon nasabah ritel. “Teknologi yang kami terapkan merupakan gabungan sistem yang dibangun ahli-ahli lokal dengan teknologi transaksi dari induk kami di Korea,” jelas Tae Yong Shim seraya menjelaskan pihaknya banyak melakukan adaptasi dan lokalisasi strategi.

Saat ini, untuk memudahkan transaksi, MASI sudah menawarkan kemudahan transaksi saham yang berbasiskan kekuatan teknologi. Pertama, menyediakan HOTS (Home Online Trading System), aplikasi perdagangan saham yang dirancang untuk memudahkan dalam eksekusi order dengan cepat dan stabil, disertai charts dan beberapa fungsi lainnya untuk mendukung transaksi nasabah. Aplikasi ini sangat mudah dipakai di desktop di rumah atau kantor nasabah.

Kedua, Neo HOTS, aplikasi trading system saham berbasis mobile, memudahkan transaksi jual-beli saham di mana pun nasabah berada. Neo HOTS Mobile ini bisa diakses dari gadget berbasis iOS ataupun Android. Dengan berbagai teknologi transaksi saham yang dimilikinya, MASI berani mengklaim sebagai pionir untuk online stock trading di Indonesia.

Memang banyak pemain sekuritas lain yang beberapa tahun belakangan juga mulai membangun online trading system, Namun, yang membedakan MASI, perusahaan ini memang sangat serius dan sadar untuk menjadi online platform itu sebagai andalan utama. Pada tahun-tahun awal, sosialisasi pemanfaatannya memang sangat sulit. Namun seiring waktu dan makin membudayanya kebiasaan masyarakat untuk lebih banyak mengakses gadget, pengenalan aplikasi ini menjadi lebih mudah. MASI intens dalam menjelaskan fitur aplikasi ini di berbagai media sosial dan juga media cetak, bersamaan dengan upayanya melakukan pengenalan produk-produk MASI yang lain.

Salah satu cara yang digunakan, misalnya, MASI membuat majalah untuk mengedukasi pasar tentang dunia investasi saham yang dicetak secara online dan digital, dibagi-bagikan ke publik, baik investor pemula maupun yang sudah lama berinvestasi. Terkadang majalah itu membuat liputan utama tentang seluk-beluk investasi saham, tetapi di lain penerbitan juga bisa membahas sektor bisnis yang bagus untuk investasi.

Inovasi dalam edukasi juga dibarengi dengan rekomendasi yang disampaikan dalam beberapa format, mulai dari website, kartun, media sosial, video, serta edukasi melalui berbagai seminar dan talkshow online. “Sebelumnya, belum ada sekuritas yang mau capek-capek membuat majalah-majalah seperti ini dan dibagi-bagikaan ke publik untuk edukasi market, tapi kami sudah lakukannya,” kata Tae Yong.

Salah satu terobosan untuk mengenalkan aplikasi itu dan untuk merangsang agar publik berinvestasi saham melalui MASI, perusahaan ini berinisiatif menggelar lomba trading saham online yang pemenangnya diberi gimmick hadiah uang. Lomba online trading ini dinamai HOTS Championship, dan pada kuartal ini memberi hadiah total Rp 500 juta. Nilai hadiah itu dua kali lebih besar dibandingkan kompetisi serupa pada kuartal IV/2020 lalu. Kompetisi ini memang dijalankan rutin kuartalan, untuk menggugah investor agar lebih aktif bertransaksi. Dan, kompetisi ini sangat diminati ribuan milenial, menjadi salah satu daya tarik mereka untuk berinvestasi saham melalui MASI.

Dari sisi fee yang ditarik ke nasabah, MASI juga berani membuat sistem fee yang kompetitif. Biaya transaksi hanya sebesar 0,15% untuk transkasi beli dan 0,25% untuk transaksi jual, dan bebas biaya administrasi bulanan. Semua transaksi itu bisa dilakukan secara mandiri oleh nasabah melalui aplikasi HOTS dan Neo HOTS tadi. Lalu, syarat untuk menjadi nasabah juga tak berat. Setoran awal yang wajib dikeluarkan adalah Rp 10.000.000, baik untuk akun online maupun akun day trade. Untuk akun marjin, setoran awalnya Rp 200.000.000.

Bagi calon nasabah yang belum punya cukup modal seperti yang ditetapkan MASI, masih bisa tetap mendaftar dengan memakai HOTS-nya. Caranya, dengan mengikuti Sekolah Pasar Modal Online (SPMO) yang diadakan MASI. Karena di SPMO setoran awalnya lebih kecil, hanya Rp 100.000. Hal ini dimungkinkan karena MASI sudah bekerjasama dengan IDX pada program SPMO, dan program ini terbuka untuk umum dan mahasiswa. Hal inilah yang juga menjadi salah satu daya tarik bagi investor pemula untuk bergabung dengan MASI.

Tae Yong menjelaskan, salah satu kunci penting perusahaannya sehingga kinerjanya, terus menanjak adalah melakukan inovasi. Ia sebagai CEO berusaha mendorong timnya untuk melakukan inovasi pada divisi masing-masing guna memberikan kenyamanan yang dibutuhkan pelanggan.

“Kami terus galakkan inovasi tiada henti. Tiap ketemu orang, saya selalu dorong untuk berinovasi. Demikian juga pada event-event townhall meeting. Tugas kita sebagai leader, mendorong dan membangun ekosistem di perusahaan yang memungkinkan karyawan berinovasi,” ungkap Tae Yong. Ia menambahkan, di perusahaannya sebulan sekali dibiasakan kumpul bersama semua karyawan dalam townhall meeting.

Inovasi itu tak hanya dijalankan MASI untuk bisnis brokerage saham (online dan offline trading), karena MASI juga memiliki bisnis lain, seperti pengelolaan reksa dana dan investment banking untuk mengurus perusahaan yang akan melakukan IPO. Contoh untuk bisnis reks adana, MASI sudah meluncurkan layanan transaksi reksa dana online dengan nama Maxfund pertengahan 2018. Layanan transaksi reksa dana online berbasis aplikasi web ini juga bebas biaya transaksi dan dengan pembelian minimum yang hanya Rp 100.000.

Yang jelas Tae Yong Shim sangat semringah dengan pertumbuhan kinerja perusahaan yang ia pimpin. Pada 2019, misalnya, revenue MASI tumbuh 37% dibandingkan sebelumnya dan laba bersih tumbuh 52%. Data audited tahun 2020 memang belum keluar, tetapi diperkirakan kinerjanya akan semakin kinclong karena tahun 2020 memang sangat fantastis bagi MASI, dengan nilai transaksi saham yang mencapai Rp 410 triliun setahun dan memiliki tak kurang dari 42.000 nasabah. Tahun 2014, entitas asal MASI berada di posisi 13 di daftar perusahaan broker saham terbesar di Indonesia, sedangkan saat ini MASI merupakan yang terbesar bersama Mandiri Sekuritas.

Dari bulan ke bulan, MASI terus mendominasi dalam daftar teratas perusahaan sekuritas dengan jumlah transaksi saham terbesar di Indonesia. Mengambil data dari IDX, pada Februari 2021, misalnya, transaksi saham di MASI sebulan mencapai Rp 75,7 triliun. Sebagai perbandingan, di bulan yang sama, Mandiri Sekuritas meraih Rp 52,3 triliun, BCA Sekuritas Rp 12,5 triliun, BNI Sekuritas Rp 13 Triliun, Indoprimer Sekuritas Rp 36,2 triliun, dan Panin Sekuritas Rp 11,6 triliun. Ke depan, Tae Yong optimistis kinerja MASI akan terus berlanjut positif seiring dengan meningkatnya jumlah pelanggan yang saat ini 80%-nya bertumpu pada kaum milenial. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved